Misi penyelamatan juga mengalami hambatan dari adanya konflik antar suku yang juga menambah risiko penyelamatan pascabencana. Terbukti dengan adanya penambangan pasti ada suku yang dipekerjakan, jangan salah mengartikan dengan kata  diuntungkan seperti keuntungan pemilik perusahaan tambang yang diberitakan memiliki biaya sangat minim. Berarti ada suku yang tidak dipekerjakan atau yang kepala sukunya tidak mendapatkan suap atau kata manisnya konsesi.
Ruth Kissam, ketua komunitas SAR dari Provinsi Enga, mengatakan hambatan penyelamatan ini harus memperhitungkan risiko batu-batu besar yang selalu berjatuhan, karena tanah tumpuannya tergerus air dan hilang, ini juga kemungkinan bisa menimpa anggotanya. Bahkan bencana tanah dan batu besar longsor ini mulai membesar sampai menjangkau cakupan yang lebih luas dan menimpa daerah, pemukiman di kota yang ditempati oleh suku lain, berarti akan ada ketegangan, bahkan katanya. "Sudah mulai ada ketegangan antar suku." Apalagi sebelum terjadinya bencana, wilayah tersebut telah mengalami bentrokan suku yang menyebabkan masyarakat mengungsi dari desa-desa sekitar. Konsentrasi pengungsian masyarakat korban perang suku inilah yang mayoritas adalah korban kubur dalam bencana tanah longsor ini. Misi penyelamatan ini diperumit dengan dikuncinya sebagian besar wilayah Enga sejak bulan September tahun lalu, oleh pemerintah. Tantangan penyelamatan di daerah yang sudah dikunci pemerintah ini adalah  juga termasuk diberlakukannya jam malam, dan larangan penerbangan masuk atau keluar, yang diterapkan. Inilah nilai kemanusiaan yang diterapkan pada masyarakat pinggiran dan terbelakang. Mungkin anggota masyarakat adat suku suku ini tidak ada yang tahu atau melek tentang hak asasi atau hak protes, demonstrasi atau mengajukan tuntutan hak mereka ke pengadilan nasional maupun internasional seperti saudaranya di seberang perbatasan yang selalu didukung oleh Papua Nugini dan Australia beserta negara kepulauan Oseania.
Kini, ketika tim SAR melakukan pencarian orang mati dan hidup terus berlanjut, kemarahan dan kekerasan dari konflik antar suku ini semakin meningkat, seperti yang terjadi pada hari Sabtu pagi, pertengkaran terjadi antara dua klan, menyebabkan banyak orang tewas dan puluhan rumah terbakar, kata Serhan Aktoprak, kepala misi di kantor Organisasi Internasional untuk Migrasi di Papua Nugini. Ia menambahkan, ancaman kekerasan membuat penyaluran bantuan menjadi lebih sulit.Â
Semua badan nasional maupun internasional menyerukan perlunya ketenangan. Pejabat pemerintah setempat mengatakan "Setelah pemeriksaan yang dilakukan oleh tim, diputuskan bahwa kerusakannya parah dan memerlukan tindakan segera dan kolaboratif dari semua pemain," Â
Awalnya, tanah longsor melanda desa tersebut sekitar pukul 03.00 pada hari Jumat, saat semua warga sedang tertidur. Tiba tiba, banyak batu besar berjatuhan longsor bersama dengan tanah penyangganya dan mengubur rumah-rumah dan memutus jalan raya utama. Banyak batuan besar berukuran lebih dari ukuran kontainer besi mengenai wilayah yang sering dilanda badai besar dan gempa bumi. Â Bahkan presiden Amerika Joe Biden mengatakan dalam menyampaikan dukanya "Jill dan saya sedih atas hilangnya nyawa dan kehancuran yang disebabkan oleh tanah longsor di Papua Nugini," kata Presiden Biden dalam sebuah pernyataan setelah bencana tersebut. "Doa kami untuk semua keluarga yang terkena dampak tragedi ini dan semua pihak yang memberikan bantuan pertama yang menempatkan diri mereka dalam bahaya untuk membantu sesama warga."
Kita bertanya apakah sebegitu menguntungkannya tambang Porgera sehingga kebesaran bencana ini tidak bisa mengalahkan untung dari perusahaan tambang Barrick? Sementara menurut data tahun 2020 perimbangan produksi Porgera 35% dan Freeport 65% dari eksploitasi di pulau Papua. Keduanya sama jarak jauhnya dari perbatasan dengan negara Nugini, juga sama sama menambang di tanah pegunungan yang sama bercuaca dan ekologi sama. Perbedaannya Freeport terbatasi oleh undang undang dan peraturan lingkungan hidup versi Indonesia, dan sebaliknya Porgera bebas.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H