Beberapa minggu yang lalu, saya telah membuat review singkat kota kecil Perawang. Yaa, di salah satu bagian saya nyebutkan bahwa Perawang itu rumah bagi banyak UMKM kuliner tradisional.
Ternyata, omongan saya terbukti di bulan Ramadhan 1445 H. Malahan, penjual takjil semakin banyak dan beragam.
Gimana saja tuh perjuangan saya dalam mencari takjil? Mari simak artikel singkat berikut!
Mulai Gerak
Semakin sore, keadaan jalan di Perawang malahan semakin rame. Bahkan, tak jarang terjadi kemacetan di beberapa titik. Tentunya ini berkebalikan dengan pernyataan saya di artikel sebelumnya bukan?
Ya sebenarnya maklum saja sih. Orang-orang pada berkeliaran sekaligus dengan tujuan dan dalam waktu yang sama.
Tepatnya di atas jam 5 sore, yakni jam pulang kerja. Ada sebagian besar karyawan pabrik yang juga ikut berburu takjil. Menambah ramai suasana.
Kebanyakan, penjual takjil mulai berjualan setelah waktu ashar. Lebih tepatnya sekitar pukul 4 sore. Ada juga yang masih menyiapkan dagangannya. Ada juga yang malahan sudah siap menunggu datangnya pembeli di jam-jam hectic pulang kerja nanti.
Tersebar di Beberapa Titik
Di pinggir jalan raya maupun jalan kecil, kita bisa nemukan ada aja yang berjualan takjil. Tapi, memang ada beberapa titik yang menjadi pusat konsentrasi pedagang.
Di lokasi konsentrasi inilah, sangat banyak pedagang yang ada dengan tempat yang sangat berdekatan. Bisa dibilang, hampir mirip dengan pasar bedug.
Hanya saja, berjualannya masih tepat di pinggir jalan. Bukan tempat yang memang disediakan khusus untuk berjualan.
Lokasi dimana banyak sekali pedagang terkonsentrasi yaitu misalnya di area Jamsostek, Jalan SMA, dan lainnya. Yang tentunya tersebar merata di pusat-pusat keramaian!
Apa Saja yang Ada?
Saking banyaknya, jadi sulit bagi saya untuk ngejelasinnya satu per satu. Tapi kali ini, saya bakalan ngebahas beberapa saja yaa yang sudah saya beli disini.
Walau cuman beberapa, tetep aja ini cukup panjang dijelasin. Jadi, baca pelan-pelan sampai nanti azan maghrib yaa. Itung-itung ngabuburit sekalian hehe.
Pertama dan yang paling umum yaitu salalauak. Snack ini sudah pasti ada di hampir semua pedagang gorengan disini. Kalo di Palembang ada pempek, di sini udah ada salalauak.
Buat yang belum tau, salaluak ialah makanan khas dari daerah Pariaman, Sumatera Barat. Bentuknya bulat, mirip onde-onde. Terbuat dari ikan teri yang dicampur dengan tepung beras, lalu digoreng.
Rasanya cukup gurih, dan rasa ikan. Biar enak, salalauak biasa disantap dengan suatu kuah khusus berwarna kecoklatan. Mirip seperti cuko pempek, tapi dengan rasa yang sedikit manis.
Salaluak ini cocok untuk jadi snack buat takjil, ataupun dijadikan lauk saat makan nasi. Cocok banget kok. Harganya murah, hanya Rp. 500,- per biji.
Saya biasanya beli minimal 10 biji atau Rp. 5.000,- untuk takjil dan lauk makan nasi.
Kedua, saya juga nyobain martabak telur (sayur). Disebut martabak telur, tetapi isinya dominan sayur-sayuran.
Martabaknya cukup unik. Rasanya mirip martabak sayur pada umumnya. Tetapi, ukurannya lebih kecil dan dibungkus kulit pangsit.
Martabak ini enak disantap dengan diguyuri kuah gurih martabak. Tetapi, rasanya gurih bercampur manis. Mirip dengan cuko pempek, tetapi agak kurang pedas.
Harganya hanya Rp.5.000,-. Keunggulannya, martabak ini sangat-sangat fresh from the oven. Karena langsung digoreng ketika kita membelinya. Jadi, rasanya masih mantap dan masih hangat ketika dimakan.
Ketiga, yaitu sushi. Iya sushi, makanan dari Jepang yang dibungkus dengan rumput laut atau nori. Tak hanya makanan tradisional, ada juga pedagang yang menjual makanan "impor" di sini. Tapi saya yakin, di sini sushi nya homemade.Â
Ada banyak pilihan topping yang bisa kita pilih satu persatu. Seperti smoked beef, ayam suwir, telur, dan lainnya.
Harganya sangat-sangat murah! Ada yang Rp. 2.000,- per biji hingga Rp.3.000,- (untuk ukuran yang lebih besar). Beli 5 biji pun sebenarnya cukup mengenyangkan apalagi ditambah martabak dan salalauak yang dah kita beli sebelumnya!
Terakhirr, sebagai penghapus dahaga, wajib banget buat nyobain minuman karambia. Karambia ialah Bahasa Minang dari "kelapa". Alias dogan!
Banyak sekali di Perawang pedagang-pedagang dogan, yang biasanya berjualan di pinggir jalan.
Ada keunikan dari pedagang dogan di Perawang. Mereka menjualnya dan menjajakan dogan di dalam suatu wadah kaca. Biasanya, sudah dicampur dengan es batu, gula, dan daging kelapa.
Jadi, nggak perlu repot-repot membuka buah kelapanya satu per satu. Cukup dengan menciduk airnya saja dari wadah kaca tersebut.
Harganya pun murah. Sebungkus es dogan hanya Rp. 5.000,-. Itupun sudah dapet isi yang lumayan cukup menghilangkan haus.
Ragam Kuliner LainÂ
Kuliner yang ada nggak cuman sebatas yang saya udah jelasin tadi aja. Bahkan masih banyak jenis yang lainnya.
Kalo dijelasin mungkin bisa panjang yaa. Jadi saya cuman bakalan ngasih foto dan contoh barangnya saja. Berikut di bawah ini kompilasinya!
Penutup
Yaa, itulah sedikit sharing pengalaman dari saya ketika berburu takjil di Perawang. Ternyata, di Perawang masih dominan diisi dengan kuliner tradisional yang khas.
Walaupun begitu, makanan tradisional ini nggak kalah lezat dibanding modern. Kalo kamu udah puas nyicipin yang tradisional, di sini pun ada takjil modern dengan harga yang sangat-sangat jauh lebih murah!
Yuk, seenggaknya sekali seumur idup kamu harus cobain keseruan hunting takjil di Perawang!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H