Judul di atas terkesan berlebihan, tapi saya yakin jika ada korban yang pernah mengalami pengalaman “manis” seperti saya akan sangat setuju dengan judul tulisan saya ini. Tulisan ini tidak terkait dengan perusahaan tempat saya bekerja. Tulisan ini murni atas nama pengalaman pribadi.
Sekitar pukul 16.00, tanggal 28 Januari 2014 pesawat Garuda mendarat di Minangkabau International. Setelah bertemu rekan-rekan dari perwakilan perusahaan di Padang, kami diantar menuju Bukittingi tempat pertemuan (Rapat Koordinasi) antar perwakilan Sumatera dilaksanakan. Luar biasa, selama +/- 2.5 jam perjalanan mata kami disuguhkan pemandangan ranah minang yang menakyubkan ditambah asesoris religious yang kami lihat sepanjang jalan Airport – Padang Panjang – Bukittinggi. Nuansa religious makin kental terasa saat memasuki kota Bukittinggi. Suara Adzan bersahutan di sekitar hotel Grand Rocky Hotel Bukittingi. Saya sendiri mendapat kamar yang tepat di atas lobby hotel. Kamar 220.
Singkat cerita, Rapat koordinasi selesai tanggal 29 Januari 2014. Beberapa rekan berinisatif menghabiskan waktu sebelum besoknya kembali ke Jakarta dengan city tour di daerah wisata sekitar Bukittinggi. Saya menolak untuk bergabung karena maag saya kambuh, kemungkinan shock dengan suguhan makanan padang yang kaya rempah dan cabai .
Setelah mencoba dengan minum obat maag yang selalu tersedia di tas kerja,maag saya tidak kunjung baik sampai akhirnya saya putuskan untuk menuju apotek yang tidak jauh dari hotel dekat area Jam Gadang. Setelah mendapatkan obat yang dicari sambil menahan perih pada lambung, saya berjalan gontai pulang menuju hotel melalui area Jam Gadang dan Jl Yos Sudarso. Dari sinilah kejadian “manis” ini bermula.
Saat berjalan di trotoar Jl Yos Sudarso, tepat di depan hotel Sari, seketika saya disapa seseorang yang tidak saya kenal “ Pak mau kemana?, apa kabar? Ikut pertemuan di hotel yah “. Saya menoleh dan melihat 2 orang pria di dalam mobil avanza warna silver yang sedang parkir di pinggir jalan. Pria yang menyapa berumur sekitar 35tahun dan sopir lebih muda sekitar 25 tahun. “Ayo sini lah. Ngobrol dulu.Lama kita berjumpa. Nanti saya antar ke hotel”. Pria tersebut melambaikan tangannya ke arah saya yang masih terheran heran karena sama sekali tidak mengenal pria tersebut. Saya hanya berfikir sambil menduga-duga “siapa yah? Ohh mungkin staf di perwakilan Padang yang lama tidak pernah bertemu”. “Tapi ngapain di antar ke hotel, jarak ke hotel dari lokasi kan hanya 100 meteran”.Otak saya terus berfikir.
Sebagai tamu di daerah yang dikenal ramah dan religious. Rasanya koq tidak pantas saya menolak “lambaian tangan” pria yang mengenakan peci putih yang biasa dipakai pak haji tetangga rumah plus baju koko warna putih. Saya mendekat dan secara naluriah menyodorkan tangan untuk bersilaturahmi dengan pria tersebut. Saat bersalaman itulah, saya seperti berubah bagai kerbau dicocok hidungnya. Pria tersebut mempersilahkan saya duduk disamping pria tersebut. Berdua dalam 1 kursi. Jadi di baris depan kami bertiga. Anehnya saya nurut saja, padahal saya lihat di shaft belakang kosong. “Bismillah” saya sempat menyebut Nama Allah saat duduk dan menutup pintu depan mobil.
Mobil berjalan perlahan menuju hotel “ Kapan pulang, pak?..nginap di kamar nomor berapa. Di kamar dengan siapa?” Pria yang duduk sebelah berdua saya berulang kali bertanya “ oh pulang besok pak. Kamar saya 220”. Saya jawab polos. Selanjutnya saya sempat bertanya “eh bapak sekarang dinas dimana. Saya lupa ini”. Cepat pria tersebut menjawab “ oh saya masih di Ciledug”.
Deg! Jantung saya berhenti berdenyut sambil berfikir. Kantor saya di Jakarta daerah Senayan, bukan Ciledug!
Setelah menyadari jawabannya yang membuat saya terdiam, pria tersebut bergerak-gerak menggoyangkan kakinya seolah olah kakinya terjepit di kursi depan. Saya minta maaf “ waduh maaf pak, kesempitan yah”. Pria itu langsung menjawab “ nggak apa-apa ini kram kaki saya , coba bapak maju ke depan sedikit, biar saya duduk agak ke belakang”. Sambil duduk pria tersebut sambil terus menggoyang-goyang kusi jok depan.
Tak lama avanza silver yang saya tumpangi berada di depan pintu gerbang masuk hotel Grand Rocky Hotel.”Sudah pak, saya turun di sini saja, nggak usah masuk hotel”. Pinta saya. Si sopir menjawab “ oh iya iya, sebentar saya putar balik dulu yah “. Sementara itu si pria sebelah saya makin “hot” menggoyang goyangkan kursi sambil ”aduh aduh, kaki saya kejepit”.
Subhanallah!. Seketika mobil tersebut berputar balik arah. Tiba tiba saya seperti disadarkan dari “cocok hidung”. Saya langsung Istighfar. Terasa darah mengalir deras dari seluruh tubuh menuju ubun-ubun. Saya sadar tengah dalam penguasaan mungkin yang disebut hipnotis, gendam atau apalah istilahnya. Saya sempat berfikir untuk membuka pintu dan lompat ke luar mobil yang tengah melaju pelan. Akhirnya mobil berhenti tidak jauh dari depan hotel. Setelah membuka pintu, saya turun sambil memegang saku celana depan sebelah kanan yang berisi alat komunikasi saya. Saya cepat sadar dompet di saku belakang celana saya sudah raib. Masya Allah koq tidak ada!. Memori saya berputar cepat sekitar 2 detik mengingat rute perjalan hotel-apotek-hotel. Saya tidak berjalan melalui kerumunan orang. Bahkan saya berjalan di kawasan yang sepi!
Saat itu avanza silver telah meninggalkan saya. Jaraknya kurang lebih 10 meter. Entah kekuatan apa, saya cepat berlari dan huuppp saya berhasil menggapai pintu mobil depan. Mobil berhenti. “Mana dompet saya. Balikin!” Keberanian itu muncul tiba tiba . Saya melihat di kursi bekas saya duduk ,SIM, KTP sudah berserakan dan pria tersebut memegang dompet saya. “Ini dompetnya pak” pria tersebut seperti terkaget dan lugu menyerahkan dompet KTP dan SIM milik saya. Setelah saya menerima dompet. Burrrr….si sopir tancap gas meninggalkan saya yang masih sempat kaget dan bengong. Saya buka kembali dompet, dan Alhamduliilah, isinya utuh semua. Bukan isi dompet yang tidak seberapa nilainya yang menjadi ketakutan. Tapi urusan kehilangan SIM, KTP, kartu Kesehatan, Kartu Kredit dan lainnya yang saya bayangkan akan sangat merepotkan.
Saya segera kembali menuju hotel. Saat itulah berkumandang adzan maghrib dari masjid sebelah hotel. Saya hanya bisa sujud menangis. “Ya Allah. Maafkan dosa dosa saya. Saya malu PadaMu Ya Allah. Rasanya saya tidak pantas mendapat perlindunganMu karena dosa yang sudah saya perbuat selama ini. Ibadah saya masih jauh dari cukup”.
Kejadian ini tidak saya ceritakan kepada rekan rekan di hotel. Karena hanya akan berbalik kepada saya karena saya meninggalkan hotel tanpa memberitahu atau tidak meminta didampingi.
Kembali ke Bogor, setelah beristirahat sejenak. Saya ceritakan pengalaman ini kepada tetangga saya. Seorang Dekan di Universitas Swasta di Jakarta. Betapa terkaget kagetnya tetanggasaya. Karena pada akhir November 2013, Beliau bersama perwakilan dosen perguruan tinggi swasta mengadakan pertemuan nasional di lokasi Grand Rocky Hotel Bukittinggi. Beliau mengatakan bahwa rekannya mengalami hal yang sama dan sempat “dikuras habis” oleh pelaku dengan modus yang sama saya alami. Masya Allah!
Dari pengalaman yang saya alami, lesson learn yang saya dapat :
1.Pelaku sudah sering dan berpengalaman melakukan tindakan kriminal di daerah seputar hotel Rocky Bukittingi/Jalan Yos Sudarso
2.Modus yang digunakan oleh pelaku adalah memanfaatkan spanduk di depan hotel yang bertuliskan “ Selamat datang para peserta Rapat……..” untuk mengecoh korban.
3.Tamu hotel sangat mudah dikenali seperti yang saya alami yaitu masih mengenakan pakaian resmi atau batik. Rapih.
4.Jangan pernah meninggalkan hotel sendiri. Ajaklah rekan.
5.Saya masih belum bisa percaya. Praktek gendam, hipnotis, sihir rupanya berkeliaran juga di daerah religious seperti Bukittinggi. Hal ini dimanfaatkan pelaku dengan berkostum yang identik dengan kaum religious.
6.Saya sampaikan kepada kantor perwakilan di Padang “Jangan pernah bikin lagi acara di Bukittinggi”. Hal yang sama dilakukan oleh tetangga saya dan rekan rekannya sesama dekan perguruan tinggi swasta nasional untuk tidak lagi membuat pertemuan di Bukittingi. Selamanya.
7.Saya akan posting pengalaman ini melalui social media facebook, kompasiana, twitter sebagai imbauan untuk berhati-hati ketika berkunjung ke Bukittingi.
8.Saya tidak bermaksud memberikan label “daerah berbahaya” untuk Bukittinggi. Saya tetap sangat mengagumi Kota Sejuk Indah dan Religious ini.
9.Percayalah pada kekuatan doa! "Bismilaahi tawakkaltu 'alallahi wa laa hawla wa laa quwwata illaa billaahi" Dengan nama Allah kami masuk rumah, dengan nama Allah aku keluar rumah, serta kepada-Nya aku berserah diri
10.Semoga kita selalu dalam lindungan Allah SWT dari Mara Bahaya, Godaan dan Tipu Daya Muslihat. Amin.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H