Pendahuluan
Pemahaman sederhana “Sekolah Unggul” ialah sekolah yang menyajikan program pendidikan yang lebih bermutu daripada sekolah biasa atau sekolah standar (standard school). Di bawah standard school kita mengenal mediocre school atau sub-standard school. Mediocre juga bermakna tidak memenuhi standar. Dari kata latin mediocris artinya setengah jalan menuju puncak gunung. Asal kata medius (tengah) dan ocris (gunung).
Pertanyaannya adalah apakah syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh sekolah standar? Ukuran-ukuran yang lazim digunakan adalah disesuaikan dengan zaman dan kebutuhan masyarakat dari waktu ke waktu. Sayangnya ukuran yang kita gunakan 68 tahun lalu masih juga dianut hari ini oleh sebagian besar sekolah kita, misalnya ukuran atau patokan untuk SD, murid-murid setelah tamat SD dapat membaca, menulis dan berhitung (calistung). Padahal tuntutan sekarang ini semakin kompleks, tantangan nyata hari ini adalah anak-anak harus bisa membaca apa, harus bisamenulis apa dan harus bisa berhitung apa? Lebih kompleks lagi ketika tuntutan zaman menghendaki anak juga harus berakhlak mulia, berbudi pekerti luhur, memiliki jiwa nasionalisme, patriotisme, good citizenship dan ukuran-ukuran obyektif lainnya. Perkembangan globalisasi dan industrialisasi menuntut setiap anak kompetitif, menguasai dan mahir menggunakan computerized system, ITC dan multimedia.
Berbagai inovasi dalam dunia pendidikan di Indonesia dalam 16 tahun reformasipada dasarnya telah melahirkan sejumlah kemajuan dan pencapaian hasil yang penting. Usaha dan strategi ini harus dihargai secara proporsional dan jujur. Demikian pula jerih payah dan pengorbanan guru-guru dengan penuh dedikasi dan keikhlasan mengajarkan siswa-siswa meraih prestasi hendaklah dipandang sebagai wujud nyata dari kesadaran kita mempersiapkan generasi muda yang berkualitas dan lebih baik, sehingga memperkuat daya saing bangsa dan kemampuan industrialisasi bangsa dimasa depan.
Namun pertanyaan mendasar tetap harus diajukan, ukuran-ukuran apa, dan kompetensi apa saja yang harus dihasilkan oleh Sekolah Dasar Unggul, Sekolah Menengah Pertama Unggul, Sekolah Menengah Atas Unggul dan Sekolah Menengah Kejuruan Unggul? Apakah pemerintah sudah memiliki peta jalan (road map) pengembangan sekolah unggul? Demikian pula Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan bersama PGRI, apakah sudah memiliki rencana strategis (strategic plan) pengembangan kualitas guru dan standar kompetensi siswa? Mampukah pemerintah menjadikan beberapa sekolah sebagai salah satu icon sekolah unggul bagi daerahnya? Sejumlah pertanyaan inilah yang selanjutnya akan dibahas.
Tinjauan Pustaka
Setiap tahun United Nations Development Program (UNDP) mengumumkan urutan Indeks Pembangunan Manusia (Human Development Index) di dunia. Tahun 2009 Indonesia menempati peringkat ke 111 (0,734) dari 140 negara yang disurvei baik negara maju maupun negara berkembang. Bila kita ingin melihat perbandingan dengan sesama negara ASEAN,faktanya posisi Indonesia berada jauh dari Malaysia yang berada pada urutan 66 (0,829), Thailand pada urutan ke-87 (0,783),selanjutnya Filiphina pada urutan 105 (0,751) dan Singapura pada urutan ke-23 (0,094).
Hingga tahun 2009 dimensi pengukuran yang digunakan UNDP mengacu pada gagasan dan pemikiran dua tokoh pembangunan ekonomi dunia Mabhul Haq dan Amartya Sen.Cakupannya adalah panjang usia (longevity), pengetahuan (knowledge), dan standar hidup (standard of living) suatu bangsa. Secara teknis ketiga indikator ini selanjutnyadijabarkanmenjadi beberapa indikator pencapaian antara lain derajat kesehatan dan kependudukan, pertumbuhan dan pemerataan ekonomi serta pendidikan.
Namun mulai tahun 2010 sebuah indikator tambahan kembali disempurnakan oleh Amartya Sen, yakni mengukur tingkat ketimpangan (disparity) artinya ketimpanganAPBD antar daerah dalam satu negara, ketimpangan pendapatan individu kaya dan miskin. Ketimpangan alokasi anggaran dan rasio dalam APBN. Implikasi lainnya terjadi perubahan asumsi variabel Gross National Income (GNI) dimana setiap pendapatan dari produktivitaswarga negara suatu negara dapat dihitung kedalam GNI negaranya meskipun warga negaranya bekerja diluar negeri. Penambahan dan perubahan indikator indeks ini berdampak terhadap indeks sejumlah negara, termasuk negara-negara maju. Sedangkan Indonesia mengalami keuntungan dan perubahan yang lebih baik sehingga tahun 2010 IPM Indonesia berada pada urutan 108. Namun, pada tahun 2011 IPM Indonesia kembali melorot urutan 124 dari 170 negara. Hal ini selain disebabkan percepatan perbaikan Indeks negara lain juga karena bertambahnya jumlah negara yang disurvei dari 140 menjadi 170. Di dunia negara dengan IPM tertinggi adalah Norwegia yakni 4,56 mendekati sempurna.
Menarik menyimak pandangan Martin Wright Edelman berikut ini; “education is for improving the lives of others and for leaving your community and world better than you found it”. Secara umum pandangan Edelmen dapat dimaknai bahwa pendidikan adalah bertujuan memperbaiki kehidupan lainnya dan juga untukmenyadarkan masyarakat dan menciptakan dunia yang lebih baik daripada yang anda cari. Jadi pendidikan yang baik dapat melahirkan sumberdaya manusia yang baik dan berkualitas. SDM berkualitas inilah yang akan menciptakan kehidupan yang semakin baik tidak hanya bagi dirinya sendiri, namun juga kehidupan dunia yang lebih baik. Melalui pendidikan yang terencana dengan baik akan melahirkan hasil pendidikan berkualitas. Sungguh tak dapat diragukan lagi bahwa ada sejumlah variabel penting dan mendasar agar pendidikan yang baik dapat dihadirkan dan dikembangkan dalam masyarakat kita.
Beberapa komponen penting pengembangan sekolah unggul yang dapat penulis ajukanberikut ini;
•SD, SMP, SMA dan SMK Unggul harus menyajikan program pendidikan yang menjadikan murid “high achievers”, Sekolah Unggul harus menjadikan siswa mencintai prestasi tinggi dan kompetisi yang fair.
•Guru mendidik murid-muridnya dengan serba sempurna, perfect dengan wawasan luas, memahami tipe kecerdasan dan keterampilan siswa, SD,SMP, SMA dan SMK Unggul mendidik murid untuk mengembangkan ethos belajar dan ethos kerja yang handal, kompetitif dan memiliki daya tahan serta daya lenting.
•Prestasi yang telah diraih tidak menjadikan siswa sombong, angkuh dan over estimate terhadap tantangan dan proses belajar yang masih panjang.
•Sekolah harus memiliki benchmark keunggulan (ekselen) misalnya rata-rata seluruh siswa kelas 6 di sebuah SD nilai UAS dan UAN 9,00. Pada saat yang sama rata-rata siswa memiliki karkater yang baik, percaya diri, jujur dan etos belajar tinggi. Kemudian beberapa siswa meraih outstanding score pada ajang Olimpiade sains, Lomba Bidang Studi, Lomba Cerdas Cermat. Lomba Seni dan Kreasi, Computer Design. Keunggulan juga dapat dilihat pada komponen guru-guru yang cerdas dan professional, berkualitas, penuh dedikasi, disiplin dan bertanggungjawab. Standar gedung sekolah juga penting agar Kegiatan Belajar Mengajar (KBM) berlangsung dengan baik.
•Demikian pula untuk SMP ukuran keunggulan siswa dapat dilihat pada pencapaian rata-rata siswa meraih hasil belajar UAS dan UAN 9,00 selama beberapa tahun berturut-turut. Beberapa siswa berhasil Juara Olimpiade Sains, Juara Kompetisi Robot Seni dan Kreatif Indonesia, Juara LKIR, LPIR, Lomba Cerdas Cermat dan ajang Lomba Seni, Olah Raga lainnya. Selanjutnya untuk SMU standar keunggulan semakin lebih tinggi misalnya rata-rata siswa berhasil meraihoutput tinggi, UAS dan UAN 9,00. Berhasil Juara Olimpiade Sains, Bahasa asing dan Komputer, Juara Lomba Robot Seni dan Kreatif Indonesia. Dalam 10 tahun terakhir ini patokan standar kelulusan sekolah kita terlalu rendah mulai dari SD, SMP dan SMU dan SMK. Untuk NilaiUjian Akhir Nasional SMA dan SMK saja kita baru mematok nilai rata-rata 6,5. Seharusnya patokannya adalah 8,0 sehingga dapat dilakukan akselerasi (percepatan) pencapaian pada sekolah-sekolah tertentu. Strategi mengacu pada analogi bahwa daya saing bangsa kita sudah terbukti rendah dan tertinggal jauh dari bangsa lain, sehingga percepatan diperlukan. Jika output pendidikan SMA kita dapat menyiapkan siswa-siwa dengan kemampuan rata-rata baik dan kondisi ini mendorong data agregat nasional, maka IPM kita akan segera membaik secara fantastik. Mengapa? Karena, perubahan dramatis pada tingkat mutu kelulusan di sebagian besar siswa sekolah dasar dan menengah akan mengurangi berbagai ketimpangan baik antar sekolah maupun antara wilayah. Dalam jangka pendek situasi ini akan mempengaruhi daya saing industri dan inovasi bangsa, kinerja ekonomi dan pembangunan secara keseluruhan. Kata kunci selanjutnya peta jalan (road map) industri, ekonomi dan teknologi kita harus disesuaikan dengan perkembangan dunia pendidikan dan mengutamakan SDM dari politeknik dan output lembaga pendidikan dalam negeri.
•Mabhul Haq dan Amartya Senperaih Nobel Ekonomi adalah 2 orang intelektual dan ekonom yang berjasa mengembangkan skema dan variable HDI (Human Development Index) yang kini diadopsi Perserikatan Bangsa-bangsa. UNDP sekarang ini menggunakan variabel “tingkat ketimpangan” sebagai variabel utama pengukuran tingkat IPM suatu negara. Selain itu juga terjadi perubahan alat ukur lain yang sebelumnya mengacu pada GDP (Gross Domistic Product) menjadi GNI (Gross National Income). Artinya jika kualitas input, skill dan kualifikasi penduduk Indonesia meningkat, khususnya pada angkatan kerja kita maka dimanapun mereka bekerja diseluruh belahan dunia (global workers) maka pendapatan mereka akan dikonversi kedalam pendapatan nasional. Strategi ini penting dipertimbangkan Indonesia sebagai negara yang banyak mengirim TKI dan TKW keluar negeri, namun sayang 95% TKI kita merupakan TKI dengan keterampilan rendah seperti pembantu rumah tangga, pekerja bangunan dan perkebunan.
•Bayangkan jika angka 6 juta TKI yang bekerja diluar negeri sekarang inimendapatkan program akselerasi peningkatan pengetahuan, skill dan kompetensi maka hal ini akan memberikan manfaat dan keuntungan langsung bagi setiap TKI dan secara tidak langsung bagi negara. TKI yang bekerja dengan skill menengah dan tinggi relatif tidak pernah menghadapi masalah sosial, diksriminasi, kriminalisasi dan penyiksaan sebagaimana terjadi beberapa waktu lalu pada Kikim dan Sumiyati di Saudi Arabia, Nirmala Bonat di Malaysia, dan ratusan TKI maupun TKW lainnya.
•Guru, Kepala Sekolah, Pengurus Sekolah dan seluruh stakeholders membuat strategic plan atau membuat perencanaan (Plan) yang terukur–measurement, terarah-directed, kemudian secara konsisten melaksanakan (Do), terus menerus melakukan review dan memeriksa kekurangan (Check) dan berani mengambil tindakan dan improvisasi (Action). Strategi PDCA telah banyak diterapkan oleh institusi bisnis seperti Astra International dan terbukti cukupberhasil memacu prestasi perusahaan dan karyawan. Dalam tingkat satuan pendidikan dikenal modeling KTSP, KBK dan berbagai ruang inovasi bagi pencapaian hasil (output) KBM yang berkualitas. Dengan demikian fokus sentralnya adalah kualitas guru, karena dari merekalah pengetahuan (knowledge) bersumber baik tacit knowledge maupun eksplicit knowledge.
Kesimpulannya
Pendidikan berkualitas hanya mungkin hadir jika seluruh komponen dan variabel meraih keunggulan terpenuhi. Guru berkualitas dengan kompetensi tinggi mutlak dihadirkan diiringi pembenahan standar sarana dan prasarana. Kualitas lingkungan sosial juga harus dibenahi agar dunia pendidikan kondusif bagi pengembangan sumberdaya insani unggulan. Negara paling bertanggungjawab sebagaimana ditegaskan dalam muqodinah UUD 1945 “Negara melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa”.
Bergegaslah!
*) Penulis adalah pengajar, peneliti dan konsultan pendidikan
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H