Namaku Rehan, umurku sekarang 25 tahun, mungkin tahun ini umurku akan bertambah menjadi 26 tahun, itupun jika Tuhan mengizinkan aku untuk tetap hidup.Â
25 tahun adalah usia yang mungkin sudah cukup matang dalam menyikapi semua permasalahan kehidupan meskipun masih dalam penyesuaian untuk tidak mengeluh dan mengutukinya.Â
Tapi aku tidak akan bercerita tentang pengalaman hidup atau sejarah kelam masa lalu, aku ingin bercerita tentang aku yang sedang jatuh cinta.
***
Dulu aku dengan sombong mengira orang yang berkata bahwa cinta tidak harus memiliki adalah orang-orang yang lemah, pengecut, dan orang-orang yang tidak pernah berhasil untuk berdamai dengan masa lalunya.Â
Sekarang aku seperti menelan ludahku sendiri, aku adalah satuan dari semua rangkaian prasangka buruk yang pernah aku sangkakan kepada orang lain.
Hari ini tanggal 20 maret, aku masih sibuk di kampus untuk menyelesaikan berkas-berkas penyelesaian perkuliahan. Aku terlambat pulang. Sebagaimana biasanya, aku duduk di bawah pohon tempat parkir sepeda motor. Tanpa gejala kesalahan apapun dan tanpa pertanda apapun, hingga tiba-tiba senyumnya terbit di kepalaku lalu terbawa pulang.Â
Walau tak pernah terlintas di kepalaku untuk mengingatnya, samar-samar di dadaku menjelma wajahnya. Sesaat, aku tertawa saja, karena ternyata senyum itu sulit ku hilangkan. Aku merasa tertipu oleh senyum yang tersipu itu, tidak mungkin, pikirku. Aku berusaha menepis segala rasa sambil menerjemahkan setiap huruf yang tersirat di bibirnya.
Tanpa disangka, senyum itu benar-benar menjadi hal yang tidak biasa. Hingga tembok, kaca, dan rak buku semua seperti berubah menjelma wajahnya, dia hidup mana-mana sekarang.Â
Sudah hampir dua minggu setelah menemukan senyum itu, secara diam-diam aku menyimpan perasaan kepadanya. Hingga akhirnya aku mulai mencari tahu semua tentangnya, tentang status hubungannya, tentang lingkungannya, sampai tentang hal-hal yang sama sekali tidak penting, yaitu tentang musik dan lagu apakah yang sering dia dengar akhir-akhir ini.
Aku jatuh cinta kepadanya bukan tanpa alasan, wajahnya yang teduh matanya yang jernih dan suaranya yang selalu terdengar merdu ternyata berhasil membuatku jatuh berkali-kali.Â
Tak jarang aku sengaja menunggunya, aku duduk di bawah pohon tempat parkir sepada motor hanya untuk menunggu dan sekedar melihat wajahnya yang nantinya akan aku bawa pulang.Â
Hingga akhirnya sore itu di bawah gedung fakultas fuad aku berhasil mendapati senyumnya kembali, meskipun aku tahu senyum itu selalu dia tunjukkan bukan untukku, aku mencurinya diam-diam.
Seseorang pernah mengatakan tidak ada yang lebih menyakitkan akibat jatuh dari cinta dan tidak ada satu orangpun yang ingin sembuh darinya.Â
Dan sekarang aku jatuh, aku jatuh berkali-kali dalam perasaan yang aku rawat sendiri, tapi aku mencintainya tidak dalam diam, aku mencintainya dengan banyak usaha, aku meminta kepada Tuhan, berusaha mencari tahu tentangnya, dan selalu menikmati isi media sosialnya, aku hanya tidak berani menunjukan perasaan ini kepadanya.
Bagiku pengalaman masa lalu yang pahit cukup membuatku untuk terus berhati-hati dalam menjalankan segala aktivitas asmara, meskipun sudah berdamai dengan semuanya tapi koreksi masa lalu selalu menjadi patokan untuk kembali merancang masa depan.Â
Aku selalu berusaha untuk menjaga harapan agar terus tetap tumbuh, namun hari ini aku kembali menemukan kebingungan, pengalaman kegagalan menjadi batu kerikil kecil yang bagiku jika aku tersandung sedikit saja batu itu mampu membuatku terluka, itulah sebabnya rasa takut yang aku miliki jauh lebih besar dari pada perasaan yang aku miliki sekarang. Sebenarnya aku adalah lelaki yang kuat, aku juga bukan seorang pengecut hanya saja, kegagalan selalu nyaman dengan kehidupanku, ia tidak mau berubah sedikitpun meski hanya sebatas kata (nyaris berhasil).
Kesalahan terbesar dalam sejarah hidupku adalah mencuri senyumnya secara diam-diam, sebab kenapa aku tidak meminta langsung darinya saja, dan sering kali harapan membawa pulang senyumnya di kepalaku, sementara ketidak pastian harus sabar dan tabah menikmati waktu, namun seperti halnya menyukai semua keindahan, aku sangat menyukai senyumnya, rasanya aku ingin tenggelam ke dalam bibirnya, suaranya selalu ingin aku dengar, bayangannya aku nanti-nantikan, matanya selalu membuatku ingin berlari-lari dan menjaganya agar tidak terjadi hujan.
Akhirnya awal bulan Mei, aku memberanikan diri untuk mengirim pesan kepadanya dan mengatakan perasaanku yang sebenarnya, aku tidak peduli akan mendapat respon seperti apa, aku hanya lelah hidup berdampingan dengan kesepian dan kegelisahan. Sekarang sudah hampir dua tahun pesanku tidak pernah dibaca atau mungkin sengaja dia hapus untuk tidak mengetahui isi pesannya, namun aku di sini baik-baik saja dan masih akrab dengan kesepian dan kegelisahan, suatu saat aku akan mengirimkan pesan kepadanya kembali sebab aku percaya waktu yang akan memenangkannya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H