Kami (terutama saya) warga Bandung, sejak punya walikota Ridwan Kamil (kang Emil) yg berlatarbelakang arsitek, cukup enak. Coba bayanglan, taman2 kota yg dulu kusam, berkesan jorok – lebih bnyak digunakan tempat gelandangan reuni – sekarang disulap indah. Jalan Braga dan Alun2 Bdg jd ‘cetar membahana’ (pinjem istilah Syahrini). Seolah-olah kembali ke “Bandung Mooj”, kayak jaman opa Belanda dulu. Trus...orang luar kota jd suka plesir ke Bandung, trus..trus..jadi suka macet deh !
Nah, karena soal macet juga Kang Emil, pada tahun 2015 membuat Perwal (Peraturan Walikota) No. 361/2015 tentang Pendaftaran Peserta Didik Baru (PPDB). Perlu diingat, sebelum Perwal itu keluar, dua bulan sebelumnya pihak Provinsi telah mengeluarkan Peraturan Gubernur No.50/2015, tentang PPDB khususnya SMA/SMK/MA (karena konsekuensi UU No.23 Thn 2014 wewenang SM/SMK/MA yg dulunya wewenang Kota/Kab, kini menjadi wewenang Provinsi)
Entah kenapa, Pergub No.50/2015 disimpan di balik meja, tak berfungsi. Jadwal PPDB Non Akademis tercantum 1 s/d 9 Juni, terdiri jalur afirmasi (miskin), prestasi, MOU dan jalur Dilindungi Undang-undang (kuota anak guru). Banyak orangtua dan sekolah bingung, karena Perwal sebagai juklak/juknis belum keluar. Akhirnya…setelah jalur Non Akademik hampir berjalan seminggu, baru tgl 6 Juni Perwal beredar.
Lewat twitter-nya Kang Emil bercuit, bahwa siswa miskin seluruhnya dijamin masuk sekolah negeri tanpa memperhatikan NUN/NEM. Hal ini tentu saja otomatis ditanggapi dengan membludaknya ribuan masyarakat membuat Surat Keterangan Tidak Mampu (SKTM) di Kantor Kelurahan. Kuota afirmasi (miskin) yang semula 20%, melonjak rata-rata 60%. Akibatnya jumlah Jalur Akademik (lewat NUN/NEM) tergerus… Para siswa (ya orangtua) yang memiliki NEM tinggi was-was karena kursi kosong tinggal sedikit.
Perlu disimak, PerWal No.361/2015 itu secara umum membagi 6 partisi: calon siswa Luar Kota, dalam wilayah (kurang 2 km jarak dari rumah ke sekolah), luar wilayah, MOU, jatah anak guru (istilahnya dibikin Dilindungi UU), dan afirmasi (siswa miskin).
Proses pendaftaran Jalur Akademik dimulai (29 Juni s/d 4 Juli 2015). Ribuan calon siswa SMP dan SMA/SMK/MA kaget. Tampilan online yang dibuat Panitia PPDB (Disdik Kota Bandung) dianggap kurang informatif, tampilan kuota sekolah masing-masing sekolah berubah-ubah. Tiap petugas sekolah yang ditanya, jawabnya informasinya berbeda-beda.
Di tengah galaunya orangtua yang membawa berkas untuk mendaftar anaknya lewat jalur Akademik (NEM) kesekolah, entah kenapa tertiup isu deras ada dongkrak NEM dilakukan bimbel tertentu, sekolah tertentu, pemindahan Kartu Keluarga siswa mendadak (karena ingin dapat insentif Dallam Wilayah). Lebih hebohnya lagi, Kang Emil menyatakan ribuan siswa yang telah diumumkan diterima di sekolah, dikatakan memiliki SKTM bodong. Karuan saja orangtua calon siswa yang mengandalkan NEM merasa dirugikan. Sebagian orangtua siswa bersama aktivis pendidikan unjuk rasa ke kantor dewan dan kantor walikota.
Dari kasus PPDB 2015 Kota Bandung yang banyak warga Bandung yang Walikotanya, dapat ditarik cuplikan yang bisa dijadikan pelajaran:
1. Kinerja Pemkot boyot (lamban) suka menunda pekerjaan, misalnya pengeluaran PerWal, pengumuman jalur Non Akademis (menunda hampir seminggu), pengumuman jalur Akademis (tertunda lagi hampir seminggu). Orangtua murid jadi resah..
2. Terlalu banyak partisi yang dibuat, ada 6 jalur: Luar Kota, Dalam Kota (Dalam Wilayah, Luar Wilayah), MOU, Dilindungi Undang-undang, Afirmasi (miskin), dalam menjalankan pelaksanaannya berubah dari isi PerWal. Lantas, apa itu istilah Dilindungi Undang-undang (padahal dalam PerWal-nya sendiri tdk ada).
Dalam sejarah penerimaan siswa di Bandung, memang baru tahun ini (2015) begitu banyak pemilahan jalur yang dibuat.
3. Maaf kang Emil, kadang-kadang ucapan pejabat bisa dianggap “aturan” oleh rakyatnya, jadi hati2lah kalau ngomong menyangkut soal aturan.
Menurut saya, kenapa Pemkot Bandung harus pusing dan membuat sistim yang berbelat-belit tentang penerimaan calon siswa baru.
Sejak puluhan tahun lalu, orangtua murid gampang-gampang saja berpikir, jika anaknya berprestasi akademik bagus, pasti mendapat sekolah yang bagus. Calon mahasiswa pintar, pasti diterima di Kampus yang baik. Sarjana pintar, bisa sekolah lagi di Harvard, Oxford, dsb.
Di luar sana, ada Andrea Hirata dengan “Laskar Pelangi”nya.
Di luar sana, banyak orangtua miskin yang jadi orang pintar karena ketekunannya
Masih banyakkisah orang miskin, berjuang, mengandalkan isi otak (berprestasi akademis baik), bahkan banyak orangtua murid yang hebat itu yang kebetulan saat ini memiliki anak dengan NUN/NEM bagus, tapi anaknya tersingkir gara-gara sistim PPDB 2015 Kota Bandung yang tidak ajeg.
Karena Bandung dikenal sebagai Kota Kreatif, tampaknya pak Walikotanya ingin kreatif pula mengatur sistim penerimaan murid baru yang sejak dulu baku relatif tidak bergejolak, gak taulah saya…
Tapi sayangnya, pak Wali yang fashionable ini lupa belajar dari pengalaman PPDB 2014 yang tahun kemarin Perwal-nya telat, dan kisruh juga. Tampaknya bobot kisruh lebih berat di tahun 2015 ini. Orang miskn yang sudah diumumkan diterima, rupanya kembali diverifikasi, digertak pake polisi. Wah..wah..
Sekali lagi, hampura, maaf pak Wali, jangan ada kesan ingin pupujieun (pencitraan), akhirnya jadi senjata makan tuan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H