Mohon tunggu...
iwan eko
iwan eko Mohon Tunggu... Administrasi - Selalu senang berkawan

hobby otomotif dan bergaul

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Peristiwa Perang Padri

12 November 2024   03:55 Diperbarui: 12 November 2024   04:02 28
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://katadata.co.id/

A. Pendahuluan

Perang Padri merupakan konflik yang melibatkan Kaum Padri dan Kaum Adat di wilayah Kerajaan Pagaruyung, Sumatera Barat. Perang Padri berlangsung sejak 1803-1838. Pada awalnya, Perang Padri diawali dari perang saudara dan berlanjut melawan pemerintahan kolonial Belanda.

B. Latar Belakang Pedang Padri

Perang Padri pada diawali perbedaan prinsip mengenai ajaran Kaum Padri dan Kaum Adat. Perbedaan pandangan mengenai kebiasaan di Kerajaan Pagaruyung antara Islam dan adat. Hal ini bermula dari kepulangan tiga orang haji dari Mekkah sekitar tahun 1803 yaitu Haji Miskin, Haji Sumanik dan Haji Piobang yang menginginkan penerapan sarikat Islam secara sempurna pada masyarakat Minangkabau.

Kaum adat dalam kesehariannya menerapkan kebiasaan seperti sabung ayam, judi, dan minum-minuman keras. Hal ini yang menyebabkan ketidaksepahaman Kaum Padri karena melanggar syariat Islam. Perang Padri meletus sebagai perang saudara dan melibatkan Suku Minang dan Mandailing. Kaum Padri dipimpin Harimau Nan Salapan sementara Kaum Adat dipimpin Sultan Arifin Muningsyah.

C. Kronologi Kaum Padri

Kaum Padri melakukan berbagai cara untuk mengajak masyarakat adat meninggalkan perbuatan yang melanggar syariat Islam. Hal ini menyebabkan konflik diantara keduanya yang terjadi pada 1803. Puncak dari perang saudara terjadi pada tahun 1815 setelah Kaum Padri yang dipimpin Tuanku Pasaman menyerang Kerajaan Pagaruyung .

Serangan terhadap Kerajaan Pagaruyung menyebabkan Sultan Arifin Muningsyah terpaksa melarikan diri dari ibu kota dan Kaum Padri berhasil menekan kaum adat. Kepemimpinan Harimau nan Salapan mampu membawa Kaum Padri pada kemenangan. Terdesaknya Kaum Adat membuat Kaum Adat meminta bantuan kolonial Belanda pada tahun 1821.

Pada tanggal 4 Maret 1822, Belanda yang dipimpin oleh Letnan Kolonel Raaff berhasil memukul mundur Kaum Padri dari Kerajaan Pagaruyung. Setelah mampu mengalahkan Kaum Padri, Belanda dan Kaum Adat mendirikan benteng pertahanan di Batusangkar yang bernama Fort Van der Capellen, sedangkan Kaum Adat memusatkan kekuatannya di Lintau.


Pada tanggal 10 Juni 1822, pasukan Belanda yang melakukan pergerakan di Tanjung Alam dihadang oleh pasukan Kaum Padri, namun pasukan Belanda mampu mengalahkan dan terus melaju hingga ke Luhak Agam. Pada tahun 14 Agustus 1822, pimpinan pasukan Belanda, Kapten Goffinet menderita luka di pertempuran Baso dan meninggal pada 5 September 1822.

Pada tanggal 15 November 1825, Perjanjian Masang disepakati antara Belanda dan Kaum Padri yang dipimpin Tuanku Imam Bonjol. Pada saat bersamaan, Belanda kewalahan dengan konflik di Eropa dan di Jawa (Perang Jawa). Selama masa gencatan senjata, Kaum Padri berusaha memperbaiki keadaan dengan merangkul kembali Kaum Adat.

Berakhirnya Perang Diponegoro di Jawa mengembalikan kekuatan Belanda untuk mencoba menundukkan Kaum Padri. Pada 11 Januari 1833, Kaum Padri dan Kaum Adat bersatu untuk menyerang pertahanan Belanda di Fort de Kock, Bukittinggi.

Belanda yang menyadari keadaan telah berubah kemudian mengeluarkan “Plakat Panjang” berisi pernyataan bahwa kedatangan Belanda ke Minangkabau tidak bermaksud untuk menguasai nagari tersebut, melainkan untuk berdagang dan menjaga keamanan.

Belanda beralasan bahwa kedatangannya untuk menjaga keamanan, membuat jalan, dan membuka sekolah sehingga membutukan biaya dan diminta menjual kopi kepada pihak Belanda. Perlahan Belanda menyusup dan melakukan penyerangan pada 1837 hingga Tuanku Imam Bonjol mampu ditangkap. Perang Padri berlanjut dibawah kepemimpinan Tuanku Tambusai hingga wilayah Dalu-Dalu jatuh ke tangan Belanda pada 28 Desember 1838.

Perang Padri dianggap selesai setelah Tuanku Tambusai bersama sisa-sisa pengikutnya melarikan diri ke Negeri Sembilan di Semenanjung Malaya. Pada akhirnya Kerajaan Pagaruyung menjadi wilayah Kolonial Belanda.

D. Dampak Perang Padri

https://www.klikers.id/
https://www.klikers.id/

Perang Padri berlangsung selama 20 tahun 1808-1821. Berikut adalah dampak Perang Padri, yaitu:

  • Jatuhnya korban dari orang Minangkabau dan Batak Mandailing
  • Jatuhnya kerajaan Pagaruyung ke tangan Belanda
  • Tuanku Imam Bonjol diasingkan ke Cianjur, Jawa Barat
  • Lahirnya persatuan pemimpin tradisional dan agama

REFERENSI

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun