Di hari libur tanggal merah seperti saat ini, kegiatan yang tepat untuk dilakukan adalah berlibur atau liburan. Karena hari ini hari Jumat, liburan yang cukup tepat adalah liburan religi ke tempat wisata religi. Diantaranya adalah wisata religi ke pulau Penyengat, di Kota Tanjungpinang, Provinsi Kepri.
Pulau yang berada terpisah dari pulau Bintan ini  berjarak kurang lebih 1,8 km dari pusat kota Tanjungpinang. Untuk menuju kesana, dari bandara Raja Haji Fisabilillah (RHF) Tanjungpinang, perjalanan dimulai dengan menggunakan kendaraan umum (Taksi) menuju pelabuhan Penyeberangan Penyengat. Jaraknya sekitar 12,2 km atau ditempuh kurang lebih 20-30 menit.
Setelah sampai dipelabuhan rakyat penyeberangan penyengat, selanjutnya kita dapat menggunakan perahu bermotor atau lebih dikenal pompong yang memerlukan waktu tempuh kurang lebih 15 menit untuk menuju pulau Penyengat.
Mengacu pada Surat Keputusan (SK) Wali Kota Tanjungpinang Nomor 581 Tahun 2022 tentang trayek dan besaran tarif penumpang angkutan laut lokal dalam wilayah Kota Tanjungpinang dari dan ke Pulau Penyengat, per 1 November 2022, tarif untuk pelayanan angkutan laut bagi pengguna atau penumpang, yaitu tarif umum Rp9.500 per orang sekali perjalanan dan tarif untuk warga Penyengat Rp7.000 per orang sekali perjalanan.
Mengenal Pulau Penyengat
Dikutip dari Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Tanjungpinang, Pulau penyengat berukuran panjang 2.000 meter dan lebar 850 meter, dengan jumlah penduduk kurang lebih 2.500 jiwa.Â
Pulau Penyengat atau juga dikenal dengan Pulau Penyengat Inderasakti, merupakan satu kawasan pulau yang masuk dalam satu kelurahan, yakni Kelurahan Penyengat dan masuk dalam kecamatan Tanjungpinang Kota. Pulau ini dahulu merupakan tempat kedudukan dari Yang Dipertuan Muda Riau.
Sri Paduka Yang Dipertuan Muda atau Raja Muda merupakan gelar yang diberikan oleh Kesultanan Johor dan penerusnya, Kesultanan Lingga. Sebuah jabatan yang setingkat dengan Perdana Menteri berkuasa penuh, di mana segala wewenang dan urusan pemerintahan berada dalam kekuasaannya.Â
Berdasarkan sejarahnya, Yang dipertuan Muda pertama disematkan kepada Daeng Marewa. Ia memimpin pemerintahan pada tahun 1722- 1729 dan dilanjutkan oleh Daeng Chelak yang memimpin pada 1728- 1745. Ia bersama Daeng Marewa dimakamkan di Hulu Sungai Riau (Sungai Carang) ,Kelurahan Kampung Bugis, Pulau Bintan. Adapun komplek pemakaman Yang dipertuan Muda Riau I dan II ini telah ditetapkan sebagai situs budaya berdasarkan SK Kemdikbud, Nomor SK : 278 tahun 2014, Tanggal 2 September 2014. Daeng Marewa dan Daeng Celak ini adalah dua orang bersaudara yang merupakan anak dari Daeng Rilekke, bangsawan Bugis. Kompleks makam inipun dapat menjadi alternatif wisata religi jika tidak sempat menyeberang ke pulau Penyengat.
Setelah Daeng Chelak memimpin, selanjutnya Yang Dipertuan Muda Riau ke 3 disematkan kepada Daeng Kamboja. Menurut Dedi Arman dari Pusat Penelitian Arkeologi Nasional, Daeng Kamboja memimpin selama 29 tahun dan telah memainkan peran penting dalam Kerajaan Johor Riau Lingga. Ia bahkan menjadi Sosok yang menentukan pengangkatan (penabalan) Sultan Mahmud Riayat Syah menjadi Sultan Johor Riau Lingga dalam usia masih belia.Â
Kepiawaian Daeng Kamboja dalam bidang pemerintahan, politik dan perdagangan sangat diakui oleh Belanda. Anak bangsawan Bugis ini dikenal sosok pemberani dan pernah terlibat perang dengan Belanda. Keturunan Daeng Kamboja nantinya banyak berkuasa dalam Kerajaan Johor Riau Lingga, salahsatu putranya bernama Raja Ali nantinya ditunjuk sebagai YDM Kerajaan Johor Riau Lingga V.
Wisata Pulau Penyengat
Jejak sejarah bahwa pulau Penyengat pernah menjadi pusat pemerintahan dapat dilihat dari jejaknya masa kini. Sehingga jejak sejarah yang juga sangat kental dengan dunia melayu dunia islam, semakin meneguhkan bahwa situs ini cocok menjadi wisata religi.
Setidaknya terdapat beberapa objek wisata yang dapat dikunjungi di pulau penyengat.
Pertama, Masjid Raya Sultan Riau. Masjid ini pertama kali dibangun pada tahun 1803 seiring dengan dibukanya Pulau Penyengat sebagai mas Kawin dan kemudian tempat kediaman Raja Hamidah Engku Putri.
Pada masa itu, masjid ini diperkirakan terbuat dari kayu. Namun hingga tahun 1832, Raja Abdurrahman yang pada masa itu menjabat sebagai Yang Dipertuan Muda ke -- 7 Kerajaan Riau-Lingga melakukan renovasi dengan cara bergotong royong dengan semua lapisan masyarakat di Pulau Penyengat kala itu.
Adapun keunikan dari masjid ini adalah konon digunakannya putih telur sebagai campuran bahan bangunan untuk membuat masjid. Arsitektur masjid ini juga sangat unik dan penuh dengan simbol -- simbol ajaran agama Islam.
Posisi masjid ini tidak jauh dari dermaga pelabuhan Penyengat. Kita cukup berjalan kaki untuk mencapai lokasinya.
Setelah mengunjungi Masjid Raya Sultan Riau, selanjutnya kita bisa menggunakan jasa becak motor (Bentor) untuk keliling pulau penyengat menuju destinasi wisata lainnya. Dalam kunjungannya pada Sabtu, 22 Januari 2022 yang lalu, Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Menparekraf) Sandiaga Uno mengusulkan branding "Bengat" untuk nama becak motor di Pulau Penyengat, yang bermakna Becak Motor Penyengat. Tarif kendaraan ini per motor adalah 40 ribu untuk seluruh destinasi. Satu motor bisa diisi hingga 4 orang (2 dewasa, 2 anak).
Kedua, Komplek Makam Raja Haji Fisabilillah. Raja Haji Fisabilillah atau merupakan Yang Dipertuan Muda ke 4 (Penerus dari Daeng Kamboja) , lahir di Kota Lama, Ulusungai, Riau, tahun 1725 dan meninggal di Kampung Ketapang, Melaka, Malaysia pada 18 Juni 1784.
Raja Haji Fisabilillah (RHF) adalah salah satu pahlawan nasional Indonesia, Melalui Keputusan Presiden RI No. 072/TK/1997 tanggal 11 Agustus 1997.
Raja Haji Fisabililah merupakan adik dari Sultan Selangor pertama, Sultan Salehuddin dan paman sultan Selangor kedua, Sultan Ibrahim. Namanya diabadikan dalam nama bandar udara (Bandara) di Tanjungpinang, yakni Bandar Udara Raja Haji Fisabilillah (Bandara ini sebelumnya berstatus Internasional, namun mendapatkan penurunan status belum lama ini oleh Kementerian Perhubungan menjadi bandara domestik, bersama puluhan bandara lainnya di Indonesia).
Selain itu, salah satu masjid yang ada di Selangor, Malaysia, yaitu kota Cyberjaya juga dinamakan Masjid Raja Haji Fisabililah.
Ketiga, Komplek Makam Engku Putri Raja Hamidah dan Raja Ali Haji.Â
Raja Ali Haji bin Raja Haji Ahmad atau dikenal juga dengan nama pena: Raja Ali Haji adalah seorang ulama, sejarawan, dan pujangga abad 19 keturunan Bugis dan Melayu.
Ia terkenal sebagai pencatat pertama dasar-dasar tata bahasa Melayu lewat buku Pedoman Bahasa; buku yang menjadi standar bahasa Melayu. Bahasa Melayu standar (juga disebut bahasa Melayu baku) itulah yang dalam Kongres Pemuda Indonesia 28 Oktober 1928 ditetapkan sebagai bahasa nasional, bahasa Indonesia. Sehingga ia pun dijuluki sebagai Bapak Bahasa Indonesia dan pulau Penyengat pun dijuluki sebagai pulau asal muasal bahasa Indonesia.
Raja Ali Haji merupakan keturunan kedua (cucu) dari Raja Haji Fisabilillah, Yang Dipertuan Muda IV dari Kesultanan Lingga-Riau dan juga merupakan bangsawan Bugis. Namanya diabadikan menjadi Nama kampus negeri di Tanjungpinang, yakni Universitas Maritim Raja Ali Haji (Umrah). Raja Ali Haji ditetapkan sebagai pahlawan nasional berdasarkan Keputusan Presiden RI Nomor 089/TK/Tahun 2004 tanggal 5 November 2004.
Keempat, Komplek Makam Raja Jakfar. Raja Ja'farWafat di Daik Lingga dan dimakamkan di Pulau Penyengat. Ia juga merupakan Yang Dipertuan Muda Riau ke 6 yang memimpin dari tahun 1806- 1832.
Kelima, Komplek Makam Raja Abdurrahman.Â
Raja Abdul Rahman bin Raja Jaafar merupakan Yang Dipertuan Muda Riau ke 7 yang memimpin dari tahun 1832- 1844. Dalam memimpin pemerintahannya, ia Disetujui oleh Gubernur Jenderal Hindia Belanda untuk menjadi Raja Muda di Pulau Penyengat. Ia juga Wafat dan dimakamkan di Kampung Bulang Pulau Penyengat.
Selain makam-makam para raja, dipulau penyengat juga terdapat jejak sejarah lainnya yang juga patut untuk dikunjungi, diantaranya adalah Istana Kantor, Gedung Tabib, Gedung Mesiu, Gedung Engku Bilik, Benteng Pertahanan Bukit Kursi dan Balai Adat Pulau Penyengat.
Jangan khawatir, seluruh objek wisata di pulau penyengat tersebut seluruhnya gratis. Alias tidak ada pungutan. Kecuali untuk becak motor, membayar sesu. Itupun tidak ada paksaan. Kalau mau berjalan kaki keliling pulau sembari menikmati alamnya juga tidak apa-apa. kenapa tidak? Semua gratis!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H