Ketika ia menolak pemindahan ibu kota negara, sampai disini dia mendapatkan dukungan banyak pihak yang juga merasakan demikian.
"Buat apa sih ibu kota pindah mendadak gini? Kenapa harus Kalimantan? Kenapa juga harus masa Jokowi menjabat sebagai Presiden?"
Namun saat ia melontarkan kata tidak senonoh pada tokoh publik dan daerah yang dijadikan tempat ibu kota baru berdiri, maka disitulah kesalahannya. Publik malah lebih tertarik pada kesalahan yang ia lakukan. Melupakan permasalahan utama atas penolakan pemindahan ibu kota. Dan akhirnya apa yang ia utarakan secara berapi-api dan penuh semangat tinggi menjadi percuma, karena yang terjadi malah personal dirinya yang dihakimi karena ada pihak yang tersakiti.
Sedikit ngelus dada ketika dirinya mempunyai latar belakang seorang wartawan. Logikanya seorang wartawan pastinya mengerti bagaimana menggunakan tata bahasa yang baik dalam menyampaikan sebuah pemikiran. Jika itu sebuah kritik, maka menyampaikannya pun sudah semestinya dalam tutur kata yang apik.
Kenapa memakai tutur kata yang apik?
Sebuah kritik itu membutuhkan dorongan agar ia bisa tampil ke depan menuju pihak yang disasar. Ketika kritik di tampilkan pada sosial media, maka itu berhubungan dengan orang banyak yang melihat, membaca dan meminta respon. Semakin banyak pihak yang menyaksikan, akan membuat kritik itu menjadi teratas seiring interaksi yang terjadi dalam kemunculannya.
Karena berhubungan dengan orang banyak, sebuah kritik harus memperhatikan kaedah-kaedah kearifan dalam penyampaian. Karena yang menyaksikan dan membaca kritik tersebut berbagai macam manusia yang juga berasal dari berbagai macam suku bangsa, daerah dan agama.
Semakin banyak yang setuju atas kritikannya akan semakin baik. Namun saat ada pihak yang tersinggung atas kritikannya karena membawa kata-kata yang menghina agama, suku dan daerah tertentu, ini yang bahaya.
Sesuatu yang bagus namun dikemas dengan  kain yang lusuh dan kotor, akan dianggap gak bagus. Sesuatu yang benar jika disampaikan dengan cara yang tidak benar, akan membawa penilaian bahwa itu tidak benar.
Dan itulah yang sedang terjadi pada diri Edy Mulyadi.
Konfrensi persnya bersama puluhan orang dengan latar belakang yang hebat, menjadi percuma saat ia justru menjadi sorotan publik atas penggunaan bahasa yang serampangan. Tidak ada intelektualitas yang ia tampilkan, malah menempatkan dirinya sebagai orang yang tidak ada tata krama.