Mohon tunggu...
Iwan Kartiwa
Iwan Kartiwa Mohon Tunggu... Guru - Guru dan Penulis Lepas

Memulai menulis sejak tamat kuliah dan menekuninya sambil berprofesi sebagai guru. Sejumlah buku umum dan puluhan artikel ilmiah populer pendidikan sudah dipublikasikan di media cetak dan online baik di tingkat lokal, regional dan nasional. Berkhidmat memuliakan pendidikan.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Pahlawan Penebar Kebajikan

7 November 2021   17:30 Diperbarui: 7 November 2021   17:33 176
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Pahlawan Penebar Kebajikan 

Oleh: Iwan Kartiwa

(Berkhidmat sebagai Guru di SMAN Rancakalong Kab. Sumedang)

BAGI Bangsa Indonesa setiap tanggal 10 November selalu diperingati sebagai Hari Pahlawan. Hari Pahlawan selalu dikenang untuk mengingatkan bangsa ini tentang segenap perjuangan tanpa pamrih yang telah dilakukan banyak pihak, salah satunya oleh masyarakat Kota Surabaya Jawa Timur. 

Apa yang dilakukan penduduk Surabaya waktu itu dibawah kepemimpinan Gubernur Soewiryo dan patriot Sutomo atau Bung Tomo telah menunjukan tingkat dan derajat nilai-nilai kepahlawanan yang sungguh luar biasa. Artinya nilai-nilai kepahlawanan pada diri mereka adalah murni, luhur dan suci tanpa ada kepentingan lain yang menyertainya.

Nilai-nilai kepahlawanan muncul pada setiap konteks zamannya. Nilai-nilai kejuangan dan kepahlawanan hadir untuk merespon tantangan, jiwa zaman dan musuh yang dihadapinya pada waktu itu. Oleh karena itu nilai-nilai kejuangan dan kepahlawanan dapat dibedakan atas nilai-nilai universal dan nilai-nilai kontekstual. 

Nilai-nilai universal merupakan nilai-nilai yang bersifat umum yang muncul sebagai bentuk kesadaran dan merupakan gambaran karakteristik sikap dan perilaku dari pelakunya, baik personal maupun komunal (seperti pada masyarakat Kota Surabaya pada masa mempertahankan kedaulatan kota dan negaranya dari serangan tentara Sekutu). 

Nilai-nilai kepahlawanan universal akan berlaku relatif sama dimanapun pelakunya berada. Nilai-nilai ini antara lain meliputi karakter rela berkorban, pantang menyerah, tanpa pamrih, dan mendahulukan kepentingan umum.     

Sementara nilai-nilai kejuangan dan kepahlawanan yang bersifat kontekstual ialah nilai-nilai positif yang muncul sebaga bentuk reaksi atau respon terhadap tantangan dan persoalan zaman atau periode tertentu yang menyertainya. Sekalipun demikian, nilai-nilai yang bersifat universal maupun kontekstual itu tetap berjalan seiringan, saling menguatkan dan tanpa dapat dipisahkan satu sama lain.

Atas dasar itulah maka tidak berlebihan kalau bangsa Indonesia mengenal adanya istlah dan periodisasi pahlawan nasional, pahlawan kemerdekaan, pahlawan revolusi, pahlawan pembangunan dan pahlawan reformasi. 

Pahlawan nasional adalah mereka para pahlawan perintis kemerdekaan yang berjuang didaerahnya masing-masing untuk mengusir penjajah yang datang dari luar. Sosok pahlawan nasional diawali dengan ciri perjuangan mereka yang bersifat fisik-bersenjata dan kedaerahan. 

Nilai-nilai kepahlwanan yang muncul pada masa itu antara lain semangat membela kebenaran, melawan kekejaman penjajah, dan mempertahankan prinsip dan harga diri. Pada periode ini lahir sosok Cut Nya Dien, Diponegoro, Sutan Ageng Tirtayasa, Imam Bonjol, Patimura, Sultan Hasanudin dan sebagainya.

Memasuki abad ke 19, pola perjuangan bangsa Indonesia juga berubah menjadi bersifat non-fisik (pergerakan nasional) dan bersifat nasional. Ciri utama dari perjuangan ini ialah dengan lebih memanfaatkan organisasi sebagai wadah/sarana menuju Indonesia merdeka disamping perjuangan fisik-bersenjata yang masih tetap berlanjut dilaksanakan. 

Pada periode inilah lahir organisasi pergerakan seperti Boedi Utomo, Sarekat Islam, Indische Partij, Perhimpunan Indonesia dan lain-lain. Dari periode ini pula lahir strategi diplomasi atau perundingan. 

Pada periode ini lahirnya sosok pahlawan dan the faunding father bangsa ini seperti Dr. Soetomo, HOS Cokroaminoto, Tan Malaka, Gatot Mangkupraja, dan lain-lain. Nilai-nilai kejuangan dan kepahlawanan pada masa itu antara lain lantang menyuarakan kebenaran, berani mengambil keputusan serta siap mempertanggungjawabkan setiap pilihan dengan resikonya masing-masing.

Pahlawan kemerdekaan adalah mereka yang berjuang dengan darah keringat dan air mata untuk mempertahakan kedaulatan negara setelah berhasil dimerdekakan dari tangan penjajah. Nilai-nilai kejuangan pada masa itu antara lain mengutamakan kepentingan bangsa dan negara, rela berkorban dan pantang menyerah.

Pada periode itu lahirlah pahlawan seperti Jenderal Soedirman, Gatot Subroto, Soekarno, Hatta dan Sutan Syahrir sebagai representasi golongan tua. Seiring dengan itu muncul golongan muda yang diwakili oleh Sukarni, Wikana, dan sebagainya.

Pahlawan revolusi merupakan gelar yang diberikan kepada tujuah orang prajurit TNI yang diculik dan dibunuh dalam sebuah peristiwa yang oleh Presiden Soekarno disebut Gestok (gerakan satu oktober). Nilai-nilai kejuangan pada masa ini antara lain kesetiaan pada sumpah profesi (sumpah prajurit), pengabdian pada negara, dan kerelaan untuk berkorban. Ketujuh pahlawan revolusi ini diabadikan dalam sebuah monumen Pancasila Sakti di daerah Lubanng Buaya Jakarta Timur.

Pahlawan pembangunan adalah untuk menyebut mereka yang secara luar biasa mengabdikan dan mendedikasikan dirinya dalam rangka pelaksanaan pembangunan (ekonomi) khususnya setelah bangsa ini cukup lama terpuruk dalam sebuah kekuasaan dan sejumlah pertikaian politik yang berlarut-larut. 

Nilai-nilai kejuangan pada periode ini antara lain semangat berkompetisi dan pengabdian yang tulus untuk negara. Pada periode ini muncul nama pahlawan pembanguan khususnya ditujukan kepada Bapak Presiden Soeharto atas jasa-jasanya dalam mempercepat pertumbuhan ekonomi di Indonesia.

Pahlawan reformasi dtujukan kepada mereka yang dengan segenap jiwa dan raganya berjuang untuk mengubah kehidupan bangsa terbebas dari kediktatoran rezim orde baru.

Nilai-nilai kejuangan pada periode ini antara lain pemikiran yang cerdas dan tulus, kemampuan menjaga perpecahan bangsa dan mengutamakan kepentingan bangsa dan negara. 

Mereka yang mendapat julukan pahlawan reformasi ialah para mahasiswa yang menjadi korban kekerasan aparat keamanan waktu itu serta tokoh-tokoh nasional seperti Abdurahman Wahib, Amien Rais, Nurkholis Madjid, dan lain-lain.      

Pasca reformasi saat ini bangsa Indonesia dihadapkan pada sejumlah persoalan yang bermuara pada rendahnya daya saing, lemahnya karakter dan merosotnya moralitas. Menyadari hal itu pemerintah segera melakukan berbagai upaya. 

Salah satunya dengan menata ulang sistem pendidikan nasional dengan mengedepankan kembali penumbuhan budi pekerti dan karakter bangsa. Nah, dalam konteks inilah perlu lahir pahlawan-pahlawan penebar kebaikan atau kebajikan. 

Sebab, saat ini kita sebagai bangsa sudah sangat berada di titik nadir. Generasi muda kita seolah banyak yang keluar dari tata nilai dan tata moral yang berlaku. 

Banyak generasi muda kita yang lebih tertarik dengan pola dan gaya hidup hedonis, pragmatis dan materialistik. Mereka sangat menikmati kehidupan yang serba instan, serba glamor dan semakin jauh dari nilai-nilai moral dan karakter bangsa ini.

Saat ini bangsa Indonesia memerlukan pahlawan-pahlawan penerbar kebajikan yang berada pada setiap level lapisan masyarakat. Pahlawan penebar kebajikan adalah mereka yang secara sadar dan berani serta bertanggungjawab mengajak untuk melakukan perbuatan yang baik dan terpuji serta mengajak meninggalkan perbuatan buruk yang dilarang agama maupun negara. 

Pahlawan kebajikan harus dapat dicetak oleh bangsa ini tidak sekedar dilahirkan. Upaya mencetak pahlwan penebar kebajikan harus dilakukan oleh semua pihak. 

Mulai dari keluarga, sekolah, masyarakat, komunitas, organisasi dan lain sebagainya. Para pahlawan kebajikan ini nanti akan menularkan virus kebaikan kapanpun dan dimanapun mereka berada. 

Dari sinilah akan terjadi siklus kebajikan (virtue cyrcle) dimana didalamnya dengan senang hati akan berlomba-lomba untuk berbuat hal positif dan kebaikan. 

Hal itulah yang saat ini terjadi di negara-negara skandinavia seperti Finlandia dan Denmark serta Selandia Baru yang masyarakatnya sangat memperhatikan siklus kebajikan sehingga masyarakat disana terkenal ramah, santun, peduli sesama, dan menjunjung tinggi nilai-nilai kejujuran. 

Mereka sangat meyakini bahwa sesuatu yang baik itu akan kembali lagi pada dirinya cepat atau lambat. Sehingga tidak aneh ketiga negara tersebut dinilai sebagai negara yang penduduknya paling bahagia di dunia karena sangat memperhatikan nilai dan karakter kebajikan tersebut. Bagaimana dengan Indonesia?    

    Identitas Penulis     

Nama                       : Iwan Kartiwa, S.S, M. Si

Alamat                      : SMAN Rancakalog, Jl, Raya Rancakalog -- Sumedang Km. 02 Sumedang

Email                         : iwan.kartiwa94@gmail.com

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun