"Lo pikir, gua kagak?" jawab Athaya.
Terdengar mereka tertawa riang. Kemeriahan tercipta dari setiap sisi lapang. Setiap kelompok dihinggapi rasa ragu. Mereka tak percaya diri saat merangkai batang-batang plastik bakal penopang tenda. Meski membangun tenda bukan pengalaman pertama, mereka dihinggapi perasaan gugup kala bekerja dalam tekanan. Mendirikan tenda dengan bayang-bayang peluit dari Kakak Pembina dan ancaman sanksi bila tak sesuai dengan ketentuan.
"Kak... batang plastiknya tak lengkap!" teriakan yang terdengar dari peserta putri.
"Patok gua hilang, lu yang ngambil ya?" terdengar teriakan dari sisi lapangan yang lain.
Meski dipenuhi interupsi, acara perdana kegiatan kemah berjalan sesuai dengan rencana. Delapan buah tenda telah berdiri. Berwarna seragam, orange dan biru. Masing-masing kelompok membanggakan diri sebagai yang tercepat, terbaik, terapi dalam membangun tempat berteduh.
Tiiit, tiit, tiiiit,.... Kembali peluit panjang menjerit. Para peserta behamburan, keluar dari tenda masing-masing. Mereka bergegas menuju arah datangnya suara, di dekat bendera Kitri yang berwarna coklat-kuning.
"Salam Pramuka! Adik-adik, kakak saksikan telah berhasil mendirikan tenda dengan baik. Namun itu belum selesai. Kalian dipersilakan mengemasi bawaan dari tenda, dan memindahkan tenda ke sisi sebelah utara, dekat sawah!"
"Huuuh, penonton kecewa!" kata Elvira.
Pernyataannya diamini oleh seluruh peserta. Mereka merasa tak dihargai. Pekerjaan yang dijalani dengan sepenuh jiwa mesti hancur dalam sekejap. Mereka belum memahami makna perintah, aba-aba terakhir dari kakak Pembina. Satu hal yang sengaja dilakukan para Pembina.
"Tiit,tiit, tiiiiit. Adik-adik diminta secepatnya berpindah. Dalam hitungan sepuluh semua harus sudah selesai!"