Sejak awal bergabung, ibu direktris menempatkan aku dalam bagian pemasaran. Tugasku mengantar setiap pengiriman buku ke beragam tempat. Aku menjadi staf bagian kendaraan. Diserahi tanggung jawab merawat dan mengemudikan sebuah mobil perusahaan.
Keseharian dalam bekerja membawaku lekat dengan para tenaga pemasaran. Para karyawan yang lebih sering berada di luar ketimbang di dalam ruangan kantor. Mereka berpenampilan menarik. Umumnya para wanita muda dengan tipikal kulit putih, hidung bangir, dengan senyum yang menarik.
Satu diantara barisan tenaga pemasar itu, Lestari namanya. Entahlah, aku tak mengerti mengapa harus dia. Mengapa Lestari yang mesti duduk di kursi samping, saat aku mengemudi? Inikah kebetulan yang mesti aku syukuri? Aku aminkan? Aku pinta pada Tuhan untuk jadi takdir baik bagiku?
Namun harapan itu sepertinya sulit terwujud. Lestari bukanlah sepucuk bunga yang terpajang di rak penjual menunggu pembeli. Ia bunga yang telah ada pemiliknya. Setiap jam bubar kantor, si pemilik datang menjemput di halaman. Sepertinya ia hendak memastikan keselamatan sang bunga. Melindunginya dari godaan kumbang. Sialnya, kumbang itu aku!
***
"Mas Setyo, kita jalan ke Cianjur".
"Sekarang, Nona?"
"Enggak, tahun depan".
"Nona terlihat manis kalau lagi ngambek"
"Huh, gombal!"
Pagi di awal bulan Juni itu aku mengantar Lestari ke Cianjur. Perjalanan yang cukup memakan waktu. Apalagi, di Kota Tauco itu kami menyambangi banyak tempat. Kami ditugasi untuk safari ke sejumlah sekolah untuk menawarkan buku-buku pelajaran.