Aku tak habis pikir. Pada pusaran kasus penderita yang senantiasa menanjak, masih saja ada instansi yang tak mengendurkan kegiatannya. Sukman terjangkit Covid sepulang ia berdinas ke luar kota. Ia menunaikan kewajibannya sebagai tenaga fungsional di kantornya yang mengurusi soal anggaran. Lain lagi dengan Khusnul yang bekerja sebagai tenaga medis. Keduanya menyerah pada terjangan virus corona. Kami tak ingin, bahkan membayangkan pun tidak, hal yang sama terjadi pada Ara, gadis kecil kami.
"Saya mencari anak saya. Waktu pamit, ia mengatakan pergi ke sini" Â Â
"Semua ruangan telah terkunci, Pak. Saya pastikan tidak ada orang di gedung ini"
Jawaban petugas keamanan yang telah kukenal baik itu menambah kekhawatiran yang bercokol dalam hati. Ara tidak kujumpai di tempat biasa ia berada. Di studio arsitektur milik kampusnya ini. Aku berpikir untuk mencoba menghubungi Sania, teman sekampus Ara. Namun nihil, ia tak mengangkat panggilanku sebagaimana yang terjadi pada Ara.
Aku memutuskan untuk kembali ke rumah. Dalam gelap malam yang semakin larut tidaklah mudah menelisik setiap jengkal tanah untuk mencari Ara gadis kecilku. Aku susuri kawasan seputar Jalan Setiabudi dengan hati menangis. Aku tinggalkan Kampus kebanggaan Ara, UPI dengan lara. Semoga tak terjadi hal buruk padamu, Ara.
**
Permukaan meja di kamar Ara dipenuhi buku, diktat kuliah, dan  buku catatan. Laptop Ara pun teronggok dengan layar tertutup. Kubayangkan sosok Ara yang duduk di kursi besi menghadap meja. Tubuhnya yang tinggi membuat punggungnya terlihat seperti melengkung saat ia duduk.
Kubuka-buka buku catatan milik Ara. Tertera outline skripsi yang tengah ia susun. Sejumlah poin telah ia beri penanda centang, pertanda poin-poin itu telah selesai ia kerjakan. Tinggal poin-poin dengan bunyi tulisan: cari data, studi pustaka, uji hipotesis, dan revisi yang  menyisakan ruang untuk diberi tanda centang. Entah, poin-poin ini telah ia garap atau menunggu waktu untuk ia selesaikan.
Aku memutar-mutar di kamar Ara dengan perasaan sedih. Hari itu genap seminggu kamar ini tak bertuan. Ara belum kembali sejak kepergiannya tempo hari. Kehilangan ini telah kulaporkan kepada pihak yang berwenang. Polisi menerima laporan yang ku buat dan menyatakan akan menindak lanjutinya sesegera mungkin.
Tak ada yang bisa kulakukan selain pasrah pada Tuhan. Berserah diri terhadap takdir yang ia beri. Ara adalah permata hati kami. Harapan terindah kami pada sosok dewi yang kelak akan mengangkat kehidupan keluarga.
Kini, sosok dewi itu menjauh. Ia tak lagi berada di tengah-tengah kami. Padahal, tinggal selangkah ia menuntaskan skripsinya. Tinggal selangkah ia membawa kami merengkuh derajat kehidupan yang lebih baik. Satu tekad yang ia rawat sejak lama.