"Efek Menulis". Dalam satu kesempatan, Allahyarham Kang Jalal pernah menyampaikan, "If you can dream it, you can do it". Bila Anda pernah bermimpi menjadi seorang guru misalnya, maka Anda akan bisa menjadi seorang guru. Perkataan beliau saya alami dalam nuansa kepenulisan yang saya geluti. Saya menulis, saya dapat menempatkan diri saya dalam banyak posisi. Saat menulis cerpen, saya berada dalam alur cerita. Saat mengarang puisi, saya melebur bersama kata kiasan dan penggambaran dalam bentuk lain. Begitu pun saat menulis karya lain. Saya berusaha dan berkeyakinan dapat menjadi seseorang sebagaimana tema tulisan. Pendeknya, saya dapat menjadi siapa saja. Dapat melakukan apa saja. Lambat laun, menulis mengubah saya menjadi diri saya yang baru. Saya yang percaya diri. Saya yang menyambut tantangan ketimbang menghindarinya. ( Dalam photo, saya dan Aqila berpose di depan tenda. Dalam acara perkemahan PKBM tempat saya mengajar. Perkemahan dalam kegiatan pramuka. Ibu kepala mempercayakan kepada saya jadi Pembina upacara dan pemateri. )Â
Tulisan ini adalah contoh caption/keterangan photo. Melihat tampilannya, tulisan di atas agak berbeda dari yang biasa. Judul tulisan diletakan dalam badan paragrap, tidak diberi spasi. Hal ini terjadi karena tidak disediakan tanda "enter" dalam papan ketik untuk menuliskan caption. Tanda enter ini satu fungsinya untuk membubuhkan spasi, jarak antar baris.
Paragrap di atas saya kutip dari pesan yang saya kirim dalam WA grup guru. Pesan yang isinya Menyampaikan dampak yang saya alami dari kegiatan menulis. Pesan itu saya kirim sebagai "penegasan" atas kegiatan yang saya tekuni yaitu menulis. Di lingkungan kami, saya dikenal sebagai seorang guru dengan hobi menulis. Saya merekam kegiatan sekolah dalam bentuk tulisan.
Saat ini saya menyebar tulisan lewat media sosial. Instagram dan Facebook telah lama saya akrabi. Saya mengirim tulisan dengan dilengkapi ilustasi photo. Tak jauh beda dengan yang dijalani dalam Kompasiana. Dalam dua media sosial tersebut, tulisan saya demikian panjang. Satu keadaan yang boleh dikatakan diluar kelaziman. Dalam IG dan FB biasanya orang lebih mengutamakan kekuatan gambar ketimbang narasi. Orang memposting photo-photo yang indah dengan caption yang minimalis.
Entah ada hubungannya atau tidak, kebiasaan saya berpanjang lebar menulis menuai akibat kecilnya perolehan tanda "like" yang saya dapat. Bila orang lain mampu menjala tanda like dalam tiga bahkan empat digit, saya belum bisa beranjak dari dobel digit alias dua angka saja. Hal ini, antara lain yang menjadi dorongan kuat bagi saya untuk "bermigrasi" ke Kompasiana, hehe.
Menulis Caption/Keterangan Photo
Lingkungan tempat saya bekerja memberi sebutan "penulis" pada saya. Satu gelaran yang saya terima sebagai kehormatan. Tak banyak lho, untuk tidak menyebut satu-satunya, yang memperoleh sebutan tersebut. Sebutan yang menuntut saya untuk produktif, rajin membuat tulisan. Â Rekan-rekan, dan orang tua murid, senantiasa menantikan "reportase" saya tiap ada kegiatan. Menagih tulisan yang saya buat.
Langkah yang saya ambil dengan memanfaatkan media WhatsApp. Grup-grup yang ada saya pergunakan untuk memposting tulisan. Menulis di sini memberi kelebihan berupa kemudahan bagi saya untuk segera mengambil gambar  saat kegiatan berlangsung. Dan segera pula saya menulis caption untuk photo yang saya bidik.
Menulis caption atau keterangan photo pula yang jadi cara saya mengisi hari-hari Ramadan ini. Menjadi hobi yang saya lakukan sembari menjalani ibadah puasa. Tanggapan rekan-rekan guru serta orang tua murid membesarkan hati saya. Mereka memberi apresiasi pada "hobi saat Ramadan" yang saya jalani.