Tiba di tempat tujuan, kami menginap di rumah penduduk tak jauh dari makam Syechuna Muhammad Kholil. Kami berbagi tempat tidur di ruangan sederhana namun penuh kehangatan. Kami pun berbagi waktu, mengantri giliran untuk membersihkan diri di kamar kecil. Tentu hal-hal seperti ini memperkaya pengalaman kami.
Tersebutlah seorang bocah laki-laki berusia 12 tahun. Seger namanya. Ia berasal dari satu pelosok desa di provinsi Jawa Timur. Suatu hari, ia bekerja membantu orang tuanya. Mengolah tanah di sawah mereka yang sempit. Seger giat bekerja. Membalik-balik tanah, mencabuti tanaman pengganggu.
Mata cangkul sang bocah tiba-tiba beradu dengan benda keras. Bukan, bukan batu atau bongkah tanah yang mengeras. Cangkul yang ia ayun menghantam sekeping logam berbalut lempung tanah yang tebal. Peristiwa ini segera tersebar. Para tetangga membincangkannya di halaman rumah, di gardu ronda, atau di warung-warung sayuran. Berita penemuan segera meluas ke seantero desa. Hingga akhirnya menjadi berita Nasional. Seger jadi buah bibir.
Akhir cerita penemuan di ladang garapan orang tua Seger itu menjadi koleksi Museum. Terdata sebagai benda yang sangat bernilai. Benda yang tercatat sebagai hiasan kalung peninggalan Kerajaan Kediri. Terbuat dari logam mulia Emas 22 karat, dengan taburan batu-batu mulia safir, pyrus, myrah di atas permukaannya.
Kini benda temuan itu tersimpan di ruangan yang aman. Ruangan berkunci ganda dengan pintu besi berlapis. Saya dan para siswa SMA Plus Muthahhari berkesempatan melihat dari dekat benda koleksi unggulan Museum Mpu Tantular seberat lebih dari 1 Kg, di Kota Sidoarjo tersebut.
Berkunjung ke museum membawa kita menyelami kehidupan di masa lalu. Mengenali kebudayaan di masa silam. Menyadari keberadaan manusia sebagai makhluk ciptaanNya yang mendekati sempurna.
Potret sebuah keriangan tersaji malam itu meski dinaungi langit malam yang pekat. Sebelum malam datang, hujan tipis menyirami kota. Langit dihiasi awan mendung. Kabut menggantung di pucuk barisan gunung. Rasa was-was sempat hinggap. Kami khawatir agenda malam ini terkendala. Bersyukur kami kepadaNya. Kekhawatiran kami ini tak terjadi. Acara rekreasi pun berlangsung.
Selepas shalat Maghrib, kami meluncur ke pusat kota. Kami menuju wahana bermain Batu Night Spectacular. Keriangan seketika tercipta begitu bis yang kami tumpangi memasuki pelataran parkir. Sorak sorai menggema, memecah malam yang dingin. Para siswa berkaus hijau berhamburan dari pintu bis. Mereka beradu cepat menghampiri aneka wahana bermain.
Ada yang menuju arena ketangkasan tumbukan mobil. Ada yang menuju wahana anting-anting yang melayang-layang di udara. Ada pula yang memilih tantangan menaiki menara yang tinggi. Di sini, mereka duduk melingkar di atas kursi bersabuk pengaman. Mereka dikerek naik seperti sedang berada di dalam lift. Namun, begitu sampai di pucuk menara, "lift" seketika terhenti. Tak hanya itu, lift meluncur bebas. Mereka pun terhempas ke dasar menara. Sorak gembira bercampur jeritan seketika meluncur dari wahana ini.