Bila saja musibah pada sore itu tidak terjadi, mungkin tidak akan ada yang berubah. Bi Entin, asisten rumah tangga (ART) di rumah seorang kakak, akan tetap menggunakan kompor gas. Dan kakak saya akan menjadi konsumen setia Liquefield Petroleum Gas atau gas LPG kemasan 12 Kg. Satu kebiasaan yang telah dijalani selama puluhan tahun.
Syahdan, sore itu sang ART pergi membersihkan diri di kamar mandi. Ia meninggalkan wajan berisi irisan sayuran di atas kompor yang menyala di dapur. Ia berlama-lama di sana sehingga terlupa akan satu hal: sayur asem di atas kompor! Apa lacur, sayur asem pun kehabisan air dan gosong.
Tak hanya itu, suhu kompor yang kelewat panas memantik nyala api sehingga membesar. Lidah api dari atas kompor menjilat-jilat dinding dan sejumlah perkakas yang ada. Kebakaran kecil terjadi di dapur.
Musibah itu meninggalkan trauma. Perasaan takut terpahat dalam ingatan. Kakak berikut istri jadi jarang memasuki dapur. Keduanya masih menyimpan kenangan akan api yang menyala-nyala, asap putih yang memenuhi ruangan, serta suhu udara yang memanas. Kakak berdua istri menyimpan mimpi buruk yang, meminjam kata-kata kaum muda, sedikit horror.
Buntut dari peristiwa itu, kakak memutuskan untuk menggudangkan kompor beserta tabung gasnya. Sebagai gantinya kakak membeli seperangkat kompor listrik.
Maka, dapur yang selama puluhan tahun dihangati nyala api kompor gas pun bersalin rupa. Tak ada lagi tabung gas berwarna biru di sana. Yang ada seonggok alat tipis, berdisain minimalis, dengan steker dan kabel hitam yang menjuntai. Dapur kakak terlihat lebih rapi dan kompak.
Kakak bukan satu-satunya. Langkah mengganti kompor gas dengan kompor listrik dalam lingkup luas sedang berlangsung saat ini. Pemerintah secara bertahap akan mengganti peranti memasak itu dengan perkakas yang lebih praktis.
Alat ini menggunakan aliran listrik. Untuk keperluan memasak, kita hanya perlu menghubungkannya dengan sumber listrik. Semudah men-charge gawai atau mengoperasikan alat penanak nasi.
Sebagai satu hal yang baru penggantian perangkat atau konversi kompor gas menjadi kompor listrik ini memerlukan penyesuaian. Masyarakat yang selama ini akrab dengan "tabung melon", kemasan gas LPG 3 Kg, tentu akan sedikit canggung menggunakan aliran listrik saat memasak. Berkaca pada Bi Entin pada kisah di atas, perlu berhari-hari baginya untuk dapat mengoperasikan kompor listrik dengan lancar.
Kegagapan dalam menghadapi alat yang baru tentu dapat kita pahami. Kecanggungan yang timbul saat menyalakan kompor listrik, mematikan, atau selama prores memasak adalah hal biasa. Apalagi terhadap barang yang baru.
Masyarakat luas masih diliputi perasaan asing sehingga timbul perasaan-perasaan yang majemuk. Ada yang takut kesetrum, takut listrik korslet, dan takut meteran listrik ngejepret karena kelebihan beban.
Dalam sebuah tayangan di saluran YouTube, seorang warga mengutarakan kekhawatiran pada program konversi kompor gas ini. Ia merasa nyaman dengan kompor gas yang selama ini digunakan. Sebagai penarik ojek pangkalan dengan pendapatan tak menentu, warga Jakarta ini khawatir biaya listrik di rumahnya akan membengkak.
Keberterimaan program yang digulirkan pemerintah dengan tujuan efisiensi ini semestinya terus dikaji. Langkah sosialisasi  dengan mengusung pesan akan keamanan alat tak boleh terhenti.
Hal yang tak kalah penting adalah bagaimana meyakinkan masyarakat luas, yang menjadi sasaran program, bila pemerintah tak akan menyusahkan, atau menyulitkan mereka. Sebagai gantinya, pemerintah akan memberi banyak kemudahan.
Kompor listrik tentu berlainan dengan kompor konvensional minyak tanah atau kompor gas yang selama ini digunakan secara luas. Kompor listrik hanya menyalurkan energi panas, tidak mengeluarkan nyala api. Untuk menggunakannya perlu beberapa langkah, satu hal yang tak ditemui pada dua jenis kompor yang lain.
Sebagai misal, pengguna perlu menyetel ukuran panas dan lama waktu memasak untuk setiap jenis masakan. Ketika menumis tentu memerlukan nyala atau panas dan waktu yang berbeda dengan saat menjarang air.
Di samping itu, kompor listrik memiliki bentuk yang khas. Permukaannya datar dan rata seperti kaca. Tidak ada celah untuk tatakan pada permukaan tungkunya.
Wajan atau penggorengan dengan bentuk membulat bagian bawahnya dipastikan tidak dapat digunakan pada kompor listrik. Material logam perkakas masak pun diperlukan yang memiliki spesifikasi khusus. Panci dan wajan berbahan aluminium disebut tidak bisa dipakai. Yang bisa dipakai diantaranya perkakas masak berbahan stainless steel dan teflon. Â Â
Sifat lentur terbatas yang dimiliki kompor listrik bila tidak disosialisasikan dengan semestinya akan menjadi sandungan. Masyarakat kalangan bawah yang menjadi sasaran utama program, tentu akan dengan mudah menolaknya. Belum banyak diantara golongan ini yang memiliki perkakas memasak yang mendukung penggunaan kompor induksi atau kompor listrik ini.
Setiap program yang digulirkan tentu akan disambut dengan respons yang beragam. Yang setuju tentu akan menerimanya tanpa alasan. Namun bagi yang tidak, seribu satu alasan akan menjadi dalil pembenar.
Masyarakat penerima manfaat program konversi tidak berada pada salah satu kubu ini. Mereka menerima program ini karena memang sudah seharusnya.
Keberhasilan program konversi minyak tanah ke gas LPG selama ini dapat dijadikan cermin. Program yang digulirkan sebagai upaya efisiensi anggaran negara akan berjalan dengan sukses.
Dan program yang ditujukan untuk kesejahteraan rakyat akan berterima dengan baik. Sejarah mencatat hal ini dengan baik.
Harapan kita semoga program konversi kompor gas ke kompor induksi pun berjalan dengan sukses. Â Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H