Pagi di hari Sabtu, 27 Agustus 2022, itu puluhan anak berkumpul di halaman samping SMA Plus Muthahhari (http://www.smaplusmuthahhari.sch.id/).Â
Mengenakan seragam pramuka lengkap dengan kacu merah putih dan baret coklat. Mereka lincah bergerak ke sana-ke mari. Melakukan beragam aktifitas dalam acara bertajuk "Latihan Gabungan".
Peserta dari SMP Plus Muthahhari menampilkan ragam formasi kepiawaian dalam mengibas bendera semaphore. Masing-masing anggota kelompok menampilkan kemampuannya dengan kompak dan cekatan.Â
Pada bagian awal, mereka mengibas-kibas bendera sehingga terbentuk kata salam, "Selamat pagi", pada bagian-bagian berikutnya mereka "mengirim sandi" berupa rangkaian kata "fortis", "fortuna", "adiuvat". Tiga kata sakti yang menjadi semboyan sekolah.
Kreasi lain dipersembahkan utusan dari Sekolah Cerdas Muthahhari (SCM). Tampil bersama tujuh rekannya, Sumayyah menampilkan kreasi menghias roti dengan selai. Anak-anak kelas 3 SD itu melukiskan lambang gerakan pramuka berupa "Tunas Kelapa", tenda, dan pernik lain di atas "kanvas" roti. Dengan wajah ceria mereka menunjukan setiap kreasi.
Kreasi yang terbilang rumit dipertontonkan oleh kakak-kakak mereka dari SMA Plus Muthahhari. Murteza, Oliver, Syarif, dan Silverado seakan tak ingin kalah dari adik-adik mereka.Â
Keempatnya bekerja sama merakit tandu. Berbekal tongkat dan tali tambang, mereka bekerja sama, bahu-membahu. Tangan-tangan mereka terlihat trampil melilit tali, membentuk jaring, dan menguncinya dengan aneka simpul. Setelah tandu tercipta, Oliver didaulat menjadi "pasien" di atas tandu yang hendak mereka evakuasi.
Demikian sekilas gambaran aktifitas siswa dan siswi di sekolah kami. Gerakan Kepramukaan merupakan satu diantara rangkaian unit kegiatan murid yang kami selenggarakan. Latihan gabungan yang kami selenggarakan terkait erat dengan peringatan Hari Pramuka pada 14 Agustus yang baru lalu.Â
Disamping itu, latihan bersama empat sekolah yang berada dalam naungan Yayasan Muthahhari itu juga sebagai persembahan bagi Bapak Pramuka, sekaligus pendiri Sekolah-Sekolah Muthahhari, KH. Dr. Jalaluddin Rakhmat, MSc.
Berawal dari Ruang Tamu
Â
Gedung SMA Plus Muthahhari berdiri megah di tengah-tengah permukiman. Beralamat di Jl. Kampus II No. 13-18, Kelurahan Babakan Sari, Kecamatan Kiaracondong, Kota Bandung. Gedung utama dengan arsitektur bergaya Timur Tengah dan berlantai dua. Fasilitas pendukung berupa gedung aula, laboratorium, dan fasilitas olah raga berderet di samping kiri dan depan gedung utama.
Berbeda dengan komplek sekolah pada umumnya, Sekolah-sekolah Muthahhari yang meliputi tingkat SD, SMP, SMA, Madrasah, dan Training Center ini tidak terletak dalam satu lokasi. Masing-masing unit menempati tempat tersendiri dan terletak di tempat yang berbeda. Siapa yang mengira bila sekolah yang telah meluluskan ribuan alumni ini berawal dari sebuah ruang tamu?
Mengutip sambutan Bapak Pendiri pada peringatan 31 tahun hari jadi sekolah:
 ... inilah sekolah yang pada awalnya dimulai dengan kegiatan berkumpul di kamar depan kami yang sempit. Setiap bakda shalat subuh, kami berkumpul untuk belajar ilmu-ilmu Islam tradisional dan ilmu-ilmu yang membantu kami untuk mengamalkan prinsip-prinsip sekolah kami. Dari rumah, kumpulan anak-anak muda itu pindah ke rumah kontrakan. Merekalah yang pada hakikatnya meletakkan batu pertama Yayasan Muthahhari.
Pada bagian lain sambutan:Â .... Sekarang sekolah dalam arti bangunan sudah meluas: mulai dari TK, SD, SMP, SMA. Murid-murid lulusan Muthahhari sudah tersebar dalam berbagai profesi. Para alumninya sudah menjadi bunga-bunga yang menyebarkan wewangian amal salehnya ke berbagai sudut bumi.
Figure Pendidik dan Ulama
KH. Dr. Jalaluddin Rakhmat, MSc., dilahirkan pada tanggal 29 Agustus 1949, di Desa Sangiang, Kecamatan Rancaekek, Kabupaten Bandung Barat. Sebuah tempat yang masih melekat padanya suasana alam perdesaan. Hamparan sawah serta sungai berair jernih mudah ditemui di tempat beliau lahir.
Kang Jalal (sapaan beliau) kecil telah akrab dengan dunia pendidikan. Ayahnya, KH. Rakhmat Suja'i, adalah seorang alim ulama yang dikenal cukup luas. Karenanya, tak heran bila Kang Jalal dididik keras oleh sang ayah. Ia berharap kelak Kang Jalal dapat melanjutkan jejaknya berkiprah dalam melayani umat.
Harapan sang ayah sedikit demi sedikit menunjukan wujudnya. Pada usia balita, Kang Jalal telah mampu "berdakwah" menirukan sang ayah. Badan mungilnya naik mimbar di permukaan meja. Ia berpidato menyampaikan pesan-pesan keimanan. Dan tangan kecilnya bergerak lincah seperti pendakwah di atas mimbar.
Meski menyadari bakat yang tumbuh dalam diri Kang Jalal, sang ayah tidak lantas mengharuskannya untuk belajar ilmu agama semata. Ia memberi kebebasan kepada Kang Jalal untuk memilih bidang yang diminatinya. Sikap terbuka sang ayah dijawab Kang Jalal dengan mendaftar pada fakultas kedokteran.Â
Langkah ini tak mulus membawanya menyandang sebutan mahasiswa kedokteran. Ia lantas mengubah haluan dan berlabuh di Fakultas Linguistic Universitas Padjadjaran, Bandung. Kelak, institusi ini berubah nama menjadi Fakultas Ilmu Komunikasi. Konon, Kang Jalal berperan besar di balik perubahan nama ini.
Sebagai mahasiswa berotak encer, tak butuh waktu lama bagi Kang Jalal untuk menuntaskan waktu studinya. Ia lulus dengan hasil sangat memuaskan. Predikat mahasiswa teladan pun disematkan kepadanya di hari wisuda. Pada kurun waktu selanjutnya, Kang Jalal tercatat sebagai dosen di almamaternya.
Berkarir sebagai dosen, kecerdasan Kang Jalal semakin terasah. Ia dikenal sebagai dosen muda dengan segudang prestasi. Sekadar menyebutnya satu, Kang Jalal mendapat beasiswa untuk memperdalam ilmu nya di negeri Paman Sam, Amerika Serikat. Kang Jalal mendapat beasiswa prestisius Fullbright  di Iowa State University.
Pulang ke tanah air, bintang Kang Jalal semakin bersinar. Ia semakin kokoh berdiri dalam bidang keilmuannya. Sebutan pakar komunikasi pun tersemat di pundaknya. Di luar dunia akademis, bintangnya tak kalah moncer. Kang Jalal dikenal luas sebagai pembicara seminar, penulis buku, tokoh pendidikan dan tentu saja sebagai ulama dan cendikiawan. Sebagai pemikir keagamaan.
Jejak langkah Kang Jalal tersebar dalam cakrawala keilmuan tanah air. Namanya disandingkan orang dengan Cak Nur (Nurcholis Madjid), Gus Dur (Abdurahman Wahid), dan Mas Amien (Amien Rais) sebagai pemikir-pemikir Islam tanah air.Â
Kang Jalal juga tercatat sebagai tokoh pembaharu dalam dunia pendidikan. Pemikiran Kang Jalal telah mewarnai dunia pendidikan negeri ini. Sekolah yang didirikannya, SMA Plus Muthahhari, berkali-kali terpilih sebagai sekolah percontohan tingkat nasional. Untuk menyebutnya tiga, sekolah ini tercatat sebagai:
- Sekolah Nasional untuk Pertumbuhan Budaya Literasi (2015)
- Sekolah Percontohan Penerapan E-Learning (2012)
- Pendidikan Karakter (2010)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H