Pernah mendegar atau berkunjung ke desa Hilisimaetano di Nias Selatan?. Bagi sebagian wisatawan yang pernah berkunjung ke Pulau Nias, lebih banyak wisatawan mengunjungi  desa Bawomataluo untuk menonton atraksi Lompat Batu dan melihat secara langsung Omo Sebua yang merupakan latar belakang gambar yang ada di uang pecahan Rp. 1.000.  Â
Keindahan alam dan struktur bangunan di desa Hilisimaetano tak kalah menariknya dengan yang ada di desa Bawomataluo. Sepintas keuntungan desa Hilisimaetano letaknya yang tak jauh dari Pantai Sorake yang dari dulu sudah terkenal sebagai salah satu pantai pilihan para peselancar dunia karena ombaknya mempunyai tinggi sekitar 6-8 meter.Â
Dari Pantai Sorake ke desa Bawomataluo sekitar 10 menit perjalanan dengan menggunakan sepeda motor. Keadaan jalan dari Pantai Sorake menuju kampung (bahasa nias: Banua) Hilisimaetano lumayan bagus, berbagai kendaraan mulai dari roda dua maupun roda empat bisa dilalui.
Desa Hilisimaetano merupakan salah satu desa tertua dan desa wisata di wilayah kabupaten Nias Selatan, Sumatra Utara. Pada zaman dulu, desa ini merupakan pusat penyebaran injil agama Kristen Protestan di Nias bagian selatan oleh para misionaris yang berasal dari Jerman.
Tahun 2021, desa Hilisimaetano terpilih sebagai salah satu dari 50 desa wisata pilihan Kementrian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif sebagai desa wisata berkelanjutan.Â
Desa wisata ini memiliki keberagaman budaya mulai dari Lompat Batu dan Atraksi Budaya Famadaya Harimao, Maluaya (Tari Perang), Hoho, Fogaele, dan Fo'ere.
Desa yang berpenduduk kurang lebih 2.000 jiwa ini berjarak kurang lebih 15 km dari pusat kota Teluk Dalam atau sekitar setengah jam perjalanan dengan menggunakan sepeda motor.
Sebelum sampai di depan halaman desa, setiap pengunjung akan melewati beberapa anak tangga yang terbuat dari batu yang mana disebelah kanan-kiri terdapat ukiran kepala hewan.
Tangga rumah adat
Salah satu keunikan desa Hilisimaetano, terdapat rumah-rumah adat tradisional yang berjejeran disebelah kiri dan kanan halaman desa. Seperti desa-desa wisata yang ada di Nias Selatan lantai halaman pekarangan desa terbuat dari batu-batu kecil yang tersusun rapi.
Dari masa ke masa hingga sekarang, pusat Hilisimaetano. Desa ini merupakan salah satu desa adat tertua di Kepulauan Nias. Sampai saat ini desa Hilisimaetano masih teguh menjaga nilai adat, dimana para Si'ulu (Bangsawan) masih berfungsi sebagai pemangku kepemimpinan adat.Â
Si'ila (Cendekiawan) menjadi tetua adat sebagai pemberi pertimbangan kepada bangsawan dan Sato/Fa'abanuasa (masyarakat umum) masih bekerjasama untuk menjaga Lakhomi mbanua (marwah desa)
Keunikan Lain yang Dimiliki desa Hilisimaetano
Desa Hilisimaetano memiliki keunikan lainnya yaitu Lompat Batu (Hombo Batu), atraksi lompat batu juga dimiliki oleh desa Bawomataluo. Awalnya, tradisi lompat batu berasal dari kebiasaan berperang antar desa suku-suku di pulau Nias.Â
Pada zaman dahulu suku-suku di Pulau Nias sering berperang karena terprovokasi oleh rasa dendam, pembatasan tanah, hingga masalah perbudakan.Â
Masing-masing desa lalu membentengi wilayahnya dengan batu atau bambu yang setinggi 2 meter. Oleh karena itu, tradisi lompat batu lahir dan dilakukan sebagai sebuah persiapan sebelum berperang.
Para bangsawan dari strata balugu yang memimpin pulau Nias saat itu akan menentukan pantas atau tidaknya seseorang pria Nias menjadi prajurit perang. Â
Pada zaman dulu, atraksi Fahombo tidak hanya memberikan kebanggaan bagi pemuda Nias, tapi juga untuk keluarga mereka. Keluarga yang anaknya telah berhasil dalam Fahombo akan mengadakan pesta dengan menyembelih beberapa ekor ternak.
Seiring waktu atraksi lompat batu tidak lagi berfungsi sebagai penentu pantas atau tidaknya seseorang pria Nias menjadi prajurit perang. Sekarang ini makna atraksi lompat batu sudah mulai bergeser, sekarang ini lompat berfungsi sebagai atraksi hiburan yang dipertontonkan oleh pemuda-pemuda desa bagi wisatawan yang datang ke desa atau sekedar olahraga para pemuda desa di sore hari.Â
Biasanya para pemuda yang berusia 10-12 tahun tidak langsung melompati batu setinggi 2 meter, tapi mulai dari kayu yang dibentangkan dengan ketinggian sesuai dengan kemampuan para pelompat.Â
Setelah siap dan mampu, para pemuda baru bisa mencoba melompati batu setinggi 2 meter. Terkadang beberapa pelompat uji nyali dengan menambah ketinggian dengan sebuah karton diatas batu.
Keunikan lain Desa Hilisimaetano
Tak henti sampai disitu, desa Hilisimaetano juga mempunyai ritual kuno yang dilaksanakan setiap 14 tahun sekali, bernama "Famadaya Harimao".Â
Pada ritual ini, akan ada prosesi mengarak patung yang menyerupai (lawolo fatao) untuk penyucian dan pembaharuan atas hukum-hukum adat yang berlaku di seluruh daerah Maniamolo. Setelah Famadaya Harimao selesai, dilanjutkan dengan membaca doa-doa kuno yang disebut Fo'ere.
Selain daripada itu desa Hilisimaetano juga memiliki tradisi kerajinan tangan atau kriya yang masih dilakukan sampai sekarang, seperti anyaman topi aping, pahatan, ukiran, dan manofa atau pedang besi.Â
Dahulu kala, manofa ini difungsikan sebagai alat perang masyarakat Nias, yang jika mereka menang melawan musuh, maka kepala musuh akan disematkan pada ujung sarung pedang.
Selain daripada itu kelebihan yang dimiliki oleh desa Hilisimaetano adalah kawasan persawahan yang terbesar di Nias Selatan. Itulah sepintas tentang keunikan dan kelebihan yang dimiliki oleh desa Hilisimaetano.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H