Tidak jauh dari deretan rumah tersebut, terdapat sebuah rumah yang beratap seng dan berdinding keramik. Kemudian, di depannya terdapat sebuah mobil pribadi dan beberapa truk. Perjalanan kami lumayan sangat mulus, walaupun ada sedikit beberapa jalan berlobang dan jalan yang berkelok.
Tak lupa ketika sampai di depan Gereja BNKP Hilimaziaya, sebuah gereja terbesar di Nias Utara. Kami tak lupa berfoto dan berwefie di depan gereja ini. Gereja ini pertama kali diresmikan pada saat sidang raya PGI (Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia) pada tahun 2014.
Â
Sampai sekarang Pasar Lahewa merupakan pasar yang ramai dikunjungi oleh masyarakat Nias Utara. Berbeda dengan pasar tradisional seperti yang saya jelasin sebelumnya. Pasar Lahewa sama dengan pasar pada umumnya, selalu buka setiap hari.Â
Bagi yang hendak berkunjung ke Pantai Tureloto, Pantai Pasir Merah, atau Pantai Lafau bisa membeli makanan di sekitar Pasar Lahewa. Ada sebuah tempat makan yang saya rekomendasikan, yaitu rumah makan siang-manis yang dijamin 100% halal.
Dari pasar Lahewa kami terus melaju dengan kecepatan rata-rata. Pada saat berkunjung ke sana, keadaan sudah bagus, walaupun ada sedikit bolong-bolong. Dengan adanya dana desa, masyarakat sudah mulai bergotong royong bersama membagun jalan desa. Kurang lebih 1 jam, dari Pasar Lahewa ke Pantai Tureloto. Sebuah kalimat "Tureloto Beach" yang terpampang di atas sebuah dinding beton menandangkan sudah berada di lokasi Pantai Tureloto.Â
Tak perlu waktu panjang untuk saya menyemplungkan diri di Pantai Tureloto. Setelah memarkir kendaraan di halaman objek wisata Pantai Turelo. Kemudian, menukar pakaian di tempat ganti, dan setelah selesai menukar pakaian, saya tidak lupa untuk  membayar 2 ribu ke pemilik tempat ganti.Â
Tiba di pantai, saya langsung mencemplungkan diri ke laut. Sepintas, saya merasakan aroma kadar air garam di Pantai Tureloto sangat peka, dibandingkan dengan aroma air laut di pantai-pantai lain.
Â