Sebulan yang lalu, saya bersama dengan 15 pemuda dari seluruh dunia berkunjung ke Sri Lanka. Banyak dari kita warga Indonesia tidak mengetahui tentang Sri Lanka. Sebuah negara yang dilanda perang antara suku Tamil dan pemerintah resmi Sri Lanka selama 30 tahun. Tahun 2009 adalah awal negara ini mulai kembali kondusif, tapi sangat disayangkan penyelesaian jalan damai antara kedua belah pihak tidak terselesaikan dengan baik.
Masyarakat suku Tamil di Sri Lanka tersisihkan. Anak-anak muda dari suku Tamil tidak dapat bekerja di sektor pemerintahan, seperti menjadi Pegawai Negeri Sipil. Mereka juga tidak diberikan hak politik, seperti berkesempatan menjadi anggota dewan dan lainnya.
Akibat dari ketidakdiberikannya pekerjaan hak-hak anak muda dari suku Tamil, banyak anak muda suku Tamil bekerja menjadi buruh di perusahaan-perusahaan. Ketika, saya mengunjungi Sri Lanka perusahaan-perusahaan luar negeri yang banyak ada di Sri Lanka berasal dari India dan Tiongkok.
Banyak anak muda di Sri Lanka memilih pergi dari kampung halaman untuk mencari pekerjaan di Colombo (Ibu Kota Sri Lanka) daripada bekerja menjadi seorang petani di ladang. Beberapa anak muda yang saya kenal semasa berada di Sri Lanka. Mereka memilih untuk bekerja di Colombo dari hari Senin-Sabtu, kemudian pada hari Minggu mereka balik ke kampung halaman mereka di Batticaloa dan Kandy.
Berdasarkan penjelasan Mr. Brito Fernando, salah seorang koordinator Rights to Life Sri Lanka, anak muda Sri Lanka sekarang ini lebih memilih bekerja menjadi buruh daripada menjadi petani di kampung halaman. Mereka beralasan dengan menjadi seorang buruh bisa mendapat uang per bulan. Sedangkan, menjadi seorang petani belum tentu mendapatkan uang setiap bulan.
Faktor alam juga menjadi salah satu penyebab banyak anak muda tidak ingin menjadi petani di Sri Lanka. Di Sri Lanka sering terjadi musim kering yang lama dan untuk mendapatkan sumber air sangat sulit. Lebih lanjut, ia menjelaskan karena anak-anak muda di desa-desa di Sri Lanka tidak ada yang bertani. Beberapa tahun belakangan ini, perusahaan-perusahaan atau orang-orang kaya di Sri Lanka membeli lahan persawahan warga masyarakat untuk dijadikan vila atau tempat wisata.
Seandainya anak-anak muda Sri Lanka lebih memilih menjadi buruh daripada petani di kampung. Tidak menutup kemungkinan ke depannya Sri Lanka akan mengimpor berbagai kebutuhan pokok dari negara tetangga seperti India. Meskipun, sebenarnya alam negara Sri Lanka yang tropis masih bisa ditanam berbagai jenis tumbuhan, seperti kelapa, padi, dan lainnya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H