Buku adalah sumber dari segala sumber ilmu pengetahuan dan membaca buku sama dengan membuka jendela dunia. Beberapa minggu yang lalu, saya membaca sebuah quote dari Robert Downs dalam bukunya yang berjudul in My Life, dua kekuatan yang berhasil mempengaruhi pendidikan manusia: seni dan sains. Keduanya bertemu dalam buku.
Berhubungan dengan buku, saya baru banyak mengenalnya ketika kuliah di Yogyakarta. Dari kecil sampai SMA, saya banyak menghabiskan masa kecil saya di daerah ujung Indonesia bagian barat atau tepatnya di Pulau Nias. Di tempat saya tinggal sama sekali tidak ada yang namanya toko buku, seperti Toko Buku Togamas atau Toko Buku Andi Offse, apalagi Gramedia.
Sampai sekarang di 4 Kabupaten dan 1 Kota di Pulau Nias hanya ada satu toko yang menjual berbagai alat tulis dan beberapa puluh buku bacaan sejenis LKS dan buku-buku pelajaran. Akibat dari toko-toko buku yang sangat kurang ini kebanyakan anak-anak di Nias sangat kurang memiliki minat dalam hal membaca dan menulis. Bagi anak-anak pejabat, mungkin tidak menjadi masalah, orangtuanya sambil perjalanan dinas bisa membeli di Medan.
Singkat cerita setelah saya tinggal di Yogyakarta selama 6 tahun. Saya memutuskan untuk pulang kampung. Tak berselang lama setelah berada di rumah, saya diterima menjadi seorang pengajar mata pelajaran bahasa Asing di Jurusan Usaha Perjalan (UPW) di sebuah SMK.
Beberapa minggu mengajar di kelas ini, sayapun memberikan mereka sebuah tugas  kerja kelompok. Sangat disayangkan hanya 15 persen dari jumlah siswa yang mengerjakan. Alasan mereka tidak mengerjakan bermacam-macam ada yang malas, ada yang tidak bisa konsentrasi ketika sedang membaca buku, dan ada juga yang susah mencari bahan. Untuk memecahkan permasalahan yang mereka hadapi, saya menyuruh mereka untuk ke perpustakaan. Para siswa dengan serentak mengatakan kepada saya "Pak, perpustakaanya tidak pernah dibuka.". Seketika saya hanya bisa diam mendengar informasi tersebut.
Setelah kejadian itu, saya mencoba mencari solusi dengan mencoba membuat perpustakaan mini di dalam kelas. Sebelum saya mewujudkan rencana itu, saya terlebih dahulu konsultasi dengan Ka. Prodi jurusan. Beruntung ka.prodi setuju. Lalu, saya menyuruh para siswa untuk membuat rak buk. Sangat saya sayangkan 2 minggu rak bukunya tidak selesai. Sayapun berinisiatif untuk membuatnya sendiri.
Setelah rak selesai, permasalahan yang dihadapi seterusnya adalah buku-buku yang diisi dalam perpustakaan mini tersebut. Beruntung ka.prodi menyuruh beberapa guru dan para siswa untuk menyumbangkan buku-bukunya. 1 minggu kemudian buku akhirnya terkumpul, tetapi buku-buku yang terkumpul tidak membuat para siswa tertarik untuk membacanya
Dari semua buku-buku yang ada di perpustakaan mini  kebanyakan merupakan buku-buku lama.  Tetapi, bagaimana lagi mendapatkan buku-buku terbaru di Pulau Nias sangat susah. Kebanyakan buku-buku yang baru harus dipesan di Medan dengan harga lebih mahal karena  biaya pengiriman.
Beberapa kali, saya mengajar para siswa tidak pernah membaca buku-buku yang ada di pojok mini perpustakaan. Ada beberapa faktor para siswa malas membaca, yaitu:
1. Buku-buku yang ada di perpustakaan mini tidak menarik untuk dibaca.
2. Rata-rata para siswa masih belum ada minat dalam membaca dan menulis.
3. Berasal dari latar belakang menengah ke bawah, akibatnya para orangtua tidak mampu membeli buku.
4. Tidak tersedia perpustakaan daerah.
5. Perpustakaan di sekolah tidak difungsikan. Â
Untuk mendorong para siswa untuk membaca dan menulis. Saya menerapkan trik dengan:Â
Iming-iming nilai
Untuk mendorong para siswa kelas 10 UPW untuk membaca. Saya sedikit memberikan iming-iming hadiah berupa nilai. Pertama, saya menyuruh mereka untuk membaca buku yang ada di perpustakaan mini kelas selama 15 menit diawal jam pelajaran saya mengajar. Setelah mereka selesai membaca. Saya menggunakan waktu 5 menit untuk 2-3 siswa menceritakan kembali isi buku yang telah mereka baca di depan kelas. Tujuan saya melakukan ini. Supanya para siswa lain termotivasi untuk membaca buku yang diceritakan oleh siswa yang bercerita di depan kelas.
Sementara, bagi siswa yang tidak sempat bercerita di depan kelas. Mereka menulis atau mereview buku yang telah mereka baca. Kemudian, hasil review tersebut, ditempelkan di sebuah madinng yang berada di dinding depan kelas. Supanya, para siswa kelas 10 UPW bisa membaca hasil review temannya dan tertarik untuk membaca buku yang telah direview.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H