Bagi para kompasianer, masih ingat ngak bagaimana cara guru menghukum kamu ketika kamu tidak mengerjakan tugas atau ribut di kelas pada saat guru sedang mengajar di depan kelas. Ketika kamu masih SMA atau SMP. Pasti gurumu akan akan memukul kamu dengan pengaris, di jemur di bawah sinar matahari.
Saya ingat beberapa tahun lalu, ketika saya masih menggunakan baju putih abu-abu. Kami satu kelas dihukum untuk keliling lapangan sekolah sebanyak 5 kali sekitar pukul 12 oleh guru Bahasa Indonesia. Karena ribut di dalam kelas sambil menyanyikan lagu namaku bento. Bukan hanya itu saja, saya masih ingat sampai sekarang. Ketika SD kelas 4, saya dipukul dengan menggunakan penggaris kayu panjang oleh seorang guru Matematika karena tidak mengerjakan tugas.
Rupanya kekerasan yang dilakukan oleh para guru waktu sekolah dulu bukan hanya saya saja pernah mengalaminya. Sekitar 3 minggu lalu ketika nongkrong dengan beberapa teman di sebuah burjo di daerah Gejayan, Sleman. Salah seorang dari teman sempat curhat tentang karakter anak zaman sekarang, hanya dikit dihukum guru sudah melapor ke orangtua. Kemudian, tanpa klarifikasi orangtua murid ke guru bersangkutan langsung melapor ke Polisi.
Satu persatu dari kami mulai cerita pengalamannya masa dulu. Ada teman yang dihukum hormat bendera selama 1,5 jam sambil kaki satu diangkat karena terlambat masuk sekolah. Ada juga teman ditampar guru karena ribut di kelas. Tapi, ia takut melapor ke orangtuanya, karena orangtuanya malah akan menamparnya lebih lagi.
Pendekatan melalui hukuman mungkin pantas diberlakukan pada zaman itu. Tapi, untuk zaman sekarang pendekatan dengan cara-cara hukuman tidak pantas diberlakukan. Salah satu alasannya adalah anak-anak zaman sekarang mempunyai mental yang lemah dibandingkan anak-anak zaman dulu. Dan juga zaman sekarang anak-anak dilindungi dengan undang-undang perlindungan anak.
Selama 3 tahun mengajar di sebuah komunitas yang mengajar anak-anak yang berusia 11-12 tahun. Saya mempunyai beberapa tips agar anak didik saya selalu mendengar saya, seperti:
Menjadi Pendengar yang Baik
Ketika anak-anak curhat kepada saya tentang cowok yang mereka taksir, film kesukaan mereka, game yang sedang mereka mainkan, dll, saya selalu mendengarkan mereka. Sampai cerita mereka berakhir, saya tidak akan komentar. Intinya saya menjadi pendengar yang baik buat mereka.
Beberapa bulan saya menjadi pendengar yang baik buat mereka. Mereka menghargai saya. Contoh kecilnya saja, ketika saya mengajar mereka mendengar dengan serius materi yang saya sampaikan. Â
Jangan Gunakan Cara Kekerasan
Saya masih ingat dulu ketika SMP kelas 2. Saya pernah dilempar dengan kapur oleh seorang guru mata pelajaran Fisika. Sebenarnya kesalahan saya sendiri, karena ketika guru fisika tersebut mengajar depan kelas. Malah, saya asik ngobrol dengan teman di samping saya.
Cara melempar kapur, menampar, mencubit, dan cara kekerasan lainnya tidak pantas diberlakukan untuk anak zaman sekarang. Karena dengan cara kekerasan anak-anak bisa menjadi pendendam, minder, dll.
Biasanya ketika seorang anak ribut ketika saya mengajar di depan kelas. Saya berhenti mengajar untuk sementara, terkadang meninggikan intonasi suara atau tidak saya datang kepada anak yang ribut, kemudian mengelus bahunya. Biasanya setelah itu anak yang sedang ribut akan berhenti dengan sendirinya.
Sebagai Guru Jadilah Teman Bagi Para Siswa
Menjadi guru bagi anak-anak sekarang. Seharusnya menjadi teman bagi mereka bukan menjadi seorang orang dewasa yang suka menengur, dan kelihatan seperti guru yang kelihatan gila hormat. Para siswa lebih suka guru yang menjadi teman buat mereka. Baik itu di dalam kelas. Maupun di media sosial, seperti Facebook, Instagram, dll.
 Itulah 3 kriteria guru yang disukai oleh anak siswa zaman sekarang. Setiap zaman berbeda cara guru memperlakukan siswa-siswanya. Seorang guru yang berkualitas bisa beradaptasi dengan berbagai siswa yang berbeda karakter. Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H