Sejak virus corona menjadi pandemi global, aktivitas sosial ekonomi masyarakat dunia berhenti total termasuk di Indonesia. Sejalan dengan upaya untuk memutus mata rantai penyebaran COVID-19, ada banyak istilah yang mungkin kurang familiar di telinga kita sebelum pandemi corona. Terlebih masyarakat dengan tingkat pendidikan rendah atau di bawah standar. Sebut saja social distancing, physical distancing, hand sanitizer, stay at home dan lain sebagainya.
Meskipun kebijakan – kebijakan tersebut sudah diterapkan namun rupanya penyebaran COVID belum usai juga. Sementara tuntutan hidup makin hari kian tinggi. Kebutuhan untuk makan dan minum tidak berhenti karena pandemi COVID-19. Andaikan perut bisa diajak berkompromi tak masalah, stay at home aja. Oleh karena itu mau tak mau, masyarakat harus kembali beraktivitas seperti "biasanya" untuk dapat memenuhi atau menjawabi kebutuhan hidup.
Era New Normal pun dimulai atau Kenormalan Baru dalam Bahasa Indonesia. Masyarakat berbondong – bondong memulai aktivitasnya : ke tempat kerja, ke sekolah, ke tempat ibadah, ke tempat berbelanja, ke tempat pariwisata dan lain sebagainya. Rindu yang tertahan selama 3 (tiga) bulan lebih terobati pada era New Normal. Namun apakah masyarakat kita benar – benar sudah memahami dan menerapkan pola hidup baru, tatanan hidup baru, kebiasaan hidup baru di era New Normal (Inggris) atau Kenormalan Baru (Indonesia)?. Ingat bahwa New Normal tidak sama dengan Back to Normal, New Normal Bukan Back to Normal.
New Normal adalah perubahan perilaku atau pola hidup baru yang harus dilakukan agar tetap dapat menjalani aktivitas normal selama pandemi. New Normal dilakukan sebagai upaya mitigasi dan kesiapan untuk warga yang harus beraktivitas di luar rumah seoptimal mungkin, sehingga dapat beradaptasi dalam menjalani perubahan perilaku yang baru. Perubahan pola hidup ini dibarengi dengan menjalani protokol kesehatan sebagai pencegahan COVID-19.
Suatu keadaan atau kondisi di mana kita boleh beraktivitas kembali dengan menerapkan tatanan hidup baru, perilaku hidup baru, kebiasaan baru. Kita dapat beraktivitas kembali dengan menerapkan protokol kesehatan sesuai himbauan dan anjuran pemerintah agar penyebaran virus corona dapat dikendalikan. Jaga jarak, hindari kerumunan, menggunakan masker bila berada di kerumunan, sesering mungkin mencuci tangan dengan sabun pada air mengalir.
Itulah sebabnya Bapak Presiden Joko Widodo mengatakan “Kita harus hidup berdampingan dengan virus corona, kita harus berdamai dengan virus corona namun bukan menyerah atau pasrah dengan virus corona”. Hal ini berbeda dengan Back to Normal, yang artinya kembali ke kehidupan normal tanpa embel – embel atau tanpa syarat apapun.
Harapan pemerintah dan kita semua agar penyebaran virus corona dapat dihentikan justru bertolak belakang dengan fakta penyebaran corona di masa New Normal. Yang mana sampai dengan hari ini jumlah kasus COVID – 19 terkonfirmasi positif di Indonesia per tanggal 22 Juni 2020 sebagai berikut : terkonfirmasi positif : 46.845 kasus, dinyatakan sembuh : 18.735 kasus, meninggal dunia : 2.500 kasus. Lalu apakah kita harus kembali beraktivitas dari rumah? Bekerja, belajar dan beribadah dari rumah? Tidak seperti itu juga namun ini titik kerawanan yang perlu diantisipasi :
Pertama : New Normal Bukan Back to Normal
New Normal dan Back to Normal (Inggris) atau Kenormalan Baru dan Kembali ke Normal/Kembali Normal merupakan dua istilah yang jelas – jelas memiliki makna yang berbeda namun harus dijelaskan secara baik dan benar agar benar – benar dipahami oleh masyarakat sehingga tidak terjadi salah paham di tengah – tengah masyarakat. Apalagi masyarakat kita belum terbiasa atau belum familiar atau belum fasih dengan istilah Bahasa Inggris.
Para pejabat mungkin terbiasa dengan penggunaan istilah asing (Bahasa Inggris) namun berbeda halnya dengan masyarakat umumnya. Tidak ada salahnya juga menggunakan istilah – istilah asing terutama Bahasa Inggris sebagai bahasa internasional namun penggunaan istilah – istilah asing perlu disesuaikan dengan siapa audiens yang akan mendengarkan pesan yang disampaikan sehingga apa yang disampaikan dapat dilaksanakan oleh penerima pesan.
Kedua : Disiplin Pola Hidup Sehat dan Bersih
Dalam hal ini masyarakat kita belum terbiasa dengan pola hidup sehat dan bersih sesuai anjuran pemerintah melalui protokol kesehatan. Masyarakat kita hanya bisa taat atau patuh melaksanakan suatu himbauan atau anjuran bila situasinya benar – benar mencekam. Selepas itu tidak akan terjadi lagi. Ini merupakan fakta yang terlihat, yang mana sejak memasuki era New Normal atau Kenormalan Baru, kebiasan mencuci tangan sudah dilupakan, tempat – tempat cuci tangan yang biasanya tersedia di depan rumah sudah disingkirkan, penggunaan masker ketika berada di kerumunan atau hendak bepergian sudah diabaikan, jaga jarak apalagi. Terlebih di daerah dengan status zona hijau.
Masyarakat hanya akan menjalankan protokol kesehatan bila dalam pengawasan yang ketat. Artinya masyarakat kita belum terbiasa dengan pola hidup bersih dan sehat. Padahal dengan adaptasi kebiasaan baru tersebut, penyebaran Covid dapat dihentikan. Butuh proses pembiasaan dari waktu ke waktu, butuh pengawasan secara ketat dan terus menerus agar masyarakat menjadi terbiasa sehingga penyebaran virus corona dapat dikendalikan.
Bukan tidak mungkin, angka penyebaran COVID-19 makin meningkat di era New Normal karena masyarakat salah paham antara New Normal dan Back to Normal. Oleh karena itu sosialisasi terus – menerus dan pengawasan yang ketat masih sangat dibutuhkan dalam melaksanakan protokol kesehatan terlebih selama pandemi corona.
SALAM...
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H