Pertama : urgensi penyusunan RUU HIP yang selanjutnya akan menjadi UU HIP sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan.
Berdasarkan UU No. 12 Tahun 2011, tidak ada suatu keadaan mendesak yang mengharuskan pembuatan atau penyusunan peraturan perundang – undangan tentang Pancasila itu sendiri.
Kedua : Pancasila merupakan dasar negara, ideologi negara dan sumber dari segala sumber hukum namun bukan dasar hukum.
Dalam konteks ini, UUD 1945 lah yang merupakan dasar hukum tertinggi di negara ini. Hal ini sejalan dengan Teori Norma Hans Nawiasky yang dikenal dengan die Stuferordnung der Recht Normen.
Dalam teori ini, dijelaskan jenis dan tingkatan aturan sebagai berikut :
1. Staatsfundamentalnorm (Norma fundamental negara/abstrak/sumber hukum;
2. Staatsgrundgesetz (Aturan dasar/aturan negara/konstitusi/UUD);
3. Formell gesetz (Undang – Undang); 4. Verordnung dan Autonome Satzung (Aturan pelaksana Peraturan Pemerintah – Peraturan Daerah).
Kedudukan Pancasila berdasarkan teori Hans Nawiasky di atas UUD 1945 (sumber dari segala sumber hukum) namun bukan merupakan dasar hukum tertinggi dalam hierarki peraturan perundang – undangan.
Karena dasar hukum tertinggi dalam hierarki adalah UUD 1945 sesuai pasal 7 ayat (1) UU No. 12 Tahun 2011. Sehingga dapat dipahami bahwa Pancasila bukan dasar hukum melainkan sebagai sumber dari segala sumber hukum.
Oleh karena itu Pancasila tetaplah Staatsfundamentalnorm yang bersifat abstrak dan universal. Jangan ditarik ke dalam ruang yang sempit.