Sahabat-sahabat hebat saya, mereka datang dari berbagai kalangan, dari berbagai macam watak dan jalan pemikiran. Mengamati satu persatu kisah mereka, membuat saya kagum akan ketabahan dan perjuangannya melalui kerasnya kehidupan. Untuk itu, dalam tulisan saya kali ini, saya ingin menunjukkan bagaimana kuasa Allah bekerja dalam kehidupan manusia. Bagaimana hidayah datang dan mencerahkan hidup mereka.
Mereka adalah sahabat istimewa yang telah mendapat pencerahan dalam kehidupannya. Saya faham betapa berat, keras dan besar badai yang telah dilalui. Oleh karenanya, saya berharap perjuangan hidup mereka dan pencerahan yang telah mereka dapatkan bisa menjadi penyemangat sahabat-sahabat yang lain. Bahwa tiada satu kekuatanpun di dunia ini yang mampu mengalahkan kehendak Allah..
Sebut saja sahabat saya ini Rein. Perawakannya tinggi dan tak terlalu kurus, tidak banyak bicara. Rokok tak pernah lepas dari kesehariannya. Tumbuh besar dalam keluarga yang sibuk bekerja mencari nafkah membuatnya tumbuh menjadi anak yang bandel karena kurangnya perhatian. Sahabat yang saya kenal sejak saya masih kanak-kanak ini memang nakal, tapi tidak pernah mengganggu orang lain. Kebandelannya ini semakin bertambah sejak ayahnya meninggal dunia, Rein semakin bandel. Kenakalan demi kenakalan remaja ia lakukan, hingga ia bertemu Rini saat di bangku kuliah. Gadis cantik yang membuatnya berubah.
Rein akhirnya menikah dengan Rini saat di bangku kuliah. Ia berhenti kuliah dan menyuruh Rini untuk melanjutkan kuliah sementara ia memutuskan untuk bekerja. Membuka usaha dan menjadi pengusaha di bidang crushed stones di kota lain. Perusahaan pemecahan batu. Perusahaan dengan sekian puluh karyawan dikelolanya dengan baik. Mereka berkecukupan dan bahagia.
Rein ingin membahagiakan keluarganya, ia sangat bertanggung jawab dan sudah berubah tidak lagi seperti dulu. Apalagi mereka dikaruniai seorang bayi kecil yang cantik. Akan tetapi seiring berjalannya waktu, long distance relationship inilah yang memicu keretakan dalam rumah tangganya. Ada lelaki lain hadir dalam kehidupan istrinya. Betapa marahnya Rein. Hatinya hancur. Ia pun berpisah dengan sang istri. Sesungguhnya dalam hatinya ingin bersama anaknya, setidaknya bisa diijinkan untuk merawatnya. Tapi ternyata hal ini mendapat tentangan dari keluarga istrinya.
Kini ia merasa sendiri. Hidupnya serasa hancur, ia kecewa dengan semua kenyataan yang dihadapi. Dijualnya seluruh harta yang dipunya, termasuk perusahaan dan isinya. Lalu ia memutuskan untuk pergi meninggalkan segalanya.
Selama 3 tahun, Rein keliling Pulau Jawa. Ia keluar masuk dari hutan yang satu ke hutan yang lain, ziarah dari satu tempat ke tempat lain. Tidur dimana saja ia bisa merebahkan badannya, makan atau tidak diapun sudah tidak memikirkannya lagi. Melepaskan semua keduniawian, kemelekatan. Ia merasa kosong dan sendiri. Kini ia hanya ingin mencari kedekatan dengan Allah. Penciptanya yang menerimanya dengan apa adanya dan takkan mungkin meninggalkannya sebagaimana orang yang ia cinta dengan seluruh hidupnya, tapi ternyata telah mengkhianatinya dan menghempaskannya dalam kesedihan yang amat sangat.
“Semua ini sudah takdir. Apa yang terjadi adalah suatu rangkaian..”
“Rangkaian apa, Rein?”
“Jauh sebelum semua ini terjadi, aku mimpi.. Saat itu aku masih menikah dengan Rini. Dalam mimpiku, aku diberi doa. Judul doa itu betul-betul melekat di fikiranku. Ada rasa keingintahuan akan isi doa yang amat sangat. Doa ini kutanyakan dari ulama yang satu, ke ulama yang lain. Ini doa yang berbeda, tidak ada yang tahu doa apakah ini. 3 bulan aku berkeliling mencari tahu apa isi doa itu dari ulama yang satu ke ulama yang lain. Hingga akhirnya ada ulama yang memberikanku petunjuk. Ia ingat ada seorang Habib di Lumajang yang tau isi doa itu.. Akhirnya aku kesana dan diberikan isi doanya. Sejak saat itu, aku banyak belajar agama pada Habib ini. Dialah yang banyak membimbingku...”
“Apa yang kamu rasakan Rein setelah mendapatkan doa itu? Adakah suatu perubahan dalam hidupmu, atau karenanya akhirnya Rein memahami sesuatu?”
“Ga ada... ga ada yang berubah. Merasa biasa saja. Hanya ternyata... setelah 6 bulan setelah itu ada ‘tsunami’ dalam kehidupan rumah tanggaku dengan Rini terjadi..” Nada suaranya tidak berubah. Kurasakan getirnya rasa sakit sudah terasa datar. Ekspresi kesedihannya pun sudah tidak ada lagi kulihat.
Rein, sahabat saya yang memutuskan untuk pergi karena rasa sakit yang teramat dalam. Kini setelah hancur berkeping-keping, ia telah mampu menata kembali hatinya. Bangkit berdiri dan menjadi sahabat saya yang tegar. Yang belajar untuk sepenuhnya bersandar pada Allah, bukan kepada manusia lagi. Ia telah dihajar lahir dan batin oleh situasi. Tapi Allah dengan rasa cintanya yang besar telah menyelamatkannya dan banyak mengajarkan melalui 3 tahun masa-masa tersedih dalam hidupnya.
Dalam perjalanannya mencari hakikat, Rein banyak menjumpai hal-hal yang menarik dan berkesan juga. Selama perjalanannya, ia masuk dari satu hutan ke hutan lain, naik turun gunung, tidur di goa atau di masjid, berkelana sendiri dan pergi jauh dari keramaian. Tempat yang paling berkesan menurutnya adalah Alas Purwo di Banyuwangi. Disana tantangan terbesarnya, baik lahir maupun batin. Alamnya sangat menantang.
Seringkali saat berziarah, ia bertemu dengan banyak hal. Termasuk pula pertemuan-pertemuan kasat mata dengan orang-orang bercahaya. Dan saat itu terjadi, kadang Rein sering tiba-tiba pingsan karena tak kuat untuk bertemu mereka. Dari sekian kali bertemu mereka, setidaknya ada dua kali pertemuannya dengan orang-orang bercahaya yang menyuruhnya naik haji.
Setahun sebelum mengakhiri perjalanannya mencari hakikat, Rein tinggal di sebuah masjid di kawasan Sidoarjo. Kesehariannya hanya berdoa dan mengarahkan seluruh hati dan fikirannya pada Allah di masjid itu. Berdoa, berdoa dan berdoa. Bahkan untuk makan sehari-hari, ia tidak fikirkan. Ada saja cara Allah memeliharanya. Ada saja yang memberikan makanan untuknya, mengajaknya makan, memberinya uang, atau apapun itu. Luar biasa cara Allah untuk memelihara umatnya.
Allah itu adil. Setelah 3 tahun berkelana mencari hakikat, Allah menghapus airmatanya. Di masjid itulah Rein akhirnya bertemu dengan seorang gadis yang mau menerimanya apa adanya. Setelah 2 bulan mengenalnya, akhirnya Rein pulang ke rumah dan menikah. Kini ia dikaruniai 2 anak perempuan yang lucu dan cantik dalam pernikahan keduanya.
Tapi kini ada yang berubah darinya, apapun yang ia lakukan untuk mencari rizki tidak lagi seperti dulu. Apapun yang ia kerjakan, meskipun prospeknya sangat baik, tinggal ‘panen’....tapi selalu musnah saat hendak memetik hasilnya. Dari situ Rein mencoba untuk mengurai dimana permasalahannya, barulah ia teringat.. Ia telah bersandar pada hal lain. Ia tidak lagi menyandarkan hidupnya pada Allah. Setelah itu, dengan karunia yang ia miliki, kini Rein hidup dengan membantu orang lain dan hidupnya kembali totalitas pada Allah.
Sahabat saya yang satu ini melepaskan kemelekatannya dengan duniawi dan memberikan hidupnya hanya untuk Allah..berdoa dan memuji namaNya. Melalui banyak peristiwa, Allah mengajarkannya untuk melepaskan segala kemelekatan akan dunia. Ia telah memberikan hidayahNya. Ia tidak takut lagi akan rasa lapar, haus, ketiadaan akan harta, ketakutan kehilangan orang-orang yang dicintai dan ketakutan akan apapun didunia ini. Ia hanya takut akan Allah dan hanya menyandarkan hidupnya pada Allah.
Hidup itu memang tidak mudah, tapi tergantung dari bagaimana orang itu berjuang untuk berdiri dari keterpurukannya. Kita harus berjuang untuk bangkit dari kesedihan dan luka yang menenggelamkan. Dan jangan bersandar pada manusia, karena yang kekal dalam kehidupan adalah perubahan... Manusia mudah berubah. Setiap orangpun memiliki kepentingannya dan keinginannya sendiri.
Saat kita dalam kesulitan atau masalah, terkadang reaksi kita menghalangi Allah bekerja dalam kehidupan kita. Terkadang kita marah, menolak, melawan, menarik diri, menyerang, atau apapun juga. Atau kadang kita tidak mau lagi berbuat apa-apa. Jangan... teruslah berjuang dan bersabar. Belajarlah mengampuni. Seperti sahabat saya Rein. Ia telah belajar untuk bisa mengampuni mantan istrinya, mengampuni dirinya sendiri. Jika kita mampu menundukkan diri sendiri dengan menerima dan ikhlas atas segala apa yang terjadi dalam hidup, saat itulah segala kemarahan dan luka-luka itu akan berganti menjadi suatu kepasrahan dan di saat itulah kuasa Allah bekerja atas diri kita...
Terkadang perlu luka-luka dan keheningan agar kita dapat menerima Allah dengan sungguh-sungguh dan tidak lagi bersandar pada manusia. Untuk sahabat-sahabat yang dalam beban berat, sakit, sedih, atau apapun itu... Jangan pernah menyerah, tetaplah berjuang dan letakkan Allah sebagai pusat kehidupan kita... Percayalah Allah akan menolongMu, dengan caraNya yang tidak disangka-sangka...
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H