Kasus 1
Penasehat : Idih, merokok itu dosa loh.
Perokok : Kenapa gitu?
Penasehat : Tubuh itu kan , Anugerah . Coba bayangin, kamu gak menghargai Anugerah. Dosa loh.
Perokok : Merokok itu pahala.
Penasehat : Sakit jiwa kamu.
Perokok : Lah. Merokok itu bahaya enggak?
Penasehat : Jelas. Itu kamu tahu.
Perokok : Bikin penyakit enggak?
Penasehat : Ya sudah pasti.
Perokok : Nah, disitu lah letak pahalanya.
Penasehat :Sakit jiwa kamu kumat lagi deh.
Perokok : Kami tahu itu bahaya, tapi kami tetap merokok.
Penasehat : Itu kan. Perokok itu gila.
Perokok :Bukan. Kami hanya berkorban.
Penasehat : Berkorban apa?
Perokok : Andai kami berhenti merokok, kebayang berapa pemasukan Negara yang hilang?
Penasehat : Banyak.
Perokok :Andai kami berhenti merokok, kamu kebayang berapa jumlah penganguran?
Penasehat : Banyak.
Perokok : Andai kami berhenti, kamu kebayang, konser musik tidak akan ada lagi? Seniman lagu akan hancur?
Penasehat : Benar
Perokok : Dan bulutangkis kita akan musnah.
Penasehat : Benar.
Perokok : Dan yang lebih luarbiasanya lagi, stok beasiswa buat anak-anak Indonesia berprestasi akan berkurang.
Penasehat : Kamu benar.
Perokok : Coba bayangkan. Kami mengorbankan kesehatan kami demi Indonesia.
Penasihat : Kamu keren. Kamu pahlawan masa kini. *kemudian diam tanpa kata*
Kasus 2
Penasehat : Bro, emang rokok ada gunanya gitu? Berhentilah sebelum terlambat.
Perokok : Lah, kenapa harus berhenti. Jelas-jelas rokok ada manfaat nya. Paling tidak, rokok dapat membantu pemerintah mensukseskan program KB. Belum lagi, mendukung pemerintah dalam menekan jumlah penduduk.
Penasehat : Huh?
Perokok :Merokok bisa buat impoten, gimana mau bikin anak coba? Belum lagi kalau kebanyakan ngerokok, tewas deh bro.
Penasehat: Tuh kan. Uda tau gitu, tetep aja ngerokok. Bodoh!
Perokok: Sabar dulu. Merokok dapat mempercepat proses kerja birokrasi pemerintah.
Penasehat: Dari mana jalan nya bro?
Perokok: Birokrasi di Indonesia ruwetkan? Lama kan?.
Penasehat: Nama nya juga aparat birokrasi kita menganut idiom “Kalau bisa diperlambat, kenapa harus dipercepat?” Ya wajarlah kalau proses nya ruwet gitu.
Perokok :Nah pinter. Tapi kalau ada “uang rokok”, semua birokrasi lancar jaya bro.
Penasehat : Benar juga.
Perokok: Berterimakasihlah pada rokok.
Penasehat :Terimakasih rokok. *kemudian hening*
Kesimpulan : Berhati-hatilah menasehati perokok, mereka itu selalu punya alasan untuk ngeles.
Gambar : detik.com
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H