Mohon tunggu...
Ivon Nendah
Ivon Nendah Mohon Tunggu... -

psychology

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Rintik Hujan

25 Desember 2012   06:47 Diperbarui: 24 Juni 2015   19:04 372
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Aku terdiam di depan jendela kamar mendengarkan rintik hujan yang menenangkan jiwa. “Yaa.. hari ini adalah hari yang indah sepanjang minggu ini. Tidak ada tugas, ulangan, bisa dibilang bebas lah kira-kira.” Rintik hujan memang dapat menenangkan hatiku, tapi apa jadinya jika rintik hujan ini menjadi badai yang dapat menghancurkan sebuah kota? Meluluh lantakan kehidupan di bumi, mengambil semua jiwa-jiwa yang ada di bumi.

Ana adalah sahabat terbaikku, sahabat yang mengisi dan mewarnai hari-hariku, ia adalah remaja yang dewasa beda dari remaja-remaja pada umumnya dan ia sangat menyukai rintik hujan karena menurutnya rintik hujan dapat menenangkan jiwanya dikala ia sedang sedih. Tapi, sampai saat ini aku belum pernah melihat Ana bersedih, wajahnya selalu ceria di hadapanku. Suatu hari aku pernah menanyakan suatu hal mengapa ia tidak pernah terlihat sedih?

“Yaaaa.. karena menurutku tidak ada gunanya bersedih karena hanya menghabiskan air mata dan tenaga.” Jawaban itu yang selalu di jawab oleh Ana.

Jawabannya selalu masuk akal, tapi apakah masuk akal jika seorang manusia tidak pernah sedih? Aku memang sahabat yang belum pernah melihat seorang sahabat terdekatku bersedih atau bahkan menangis.

Suatu hari di hari Selasa yang sedikit mendung diiringi dengan rintik hujan saat pulang sekolah, Aku dan Ana pulang bersama, seperti biasanya Ana selalu bilang jika rintik hujan turun “Aku senang dengan rintik hujan karena dapat menenangkan hati dan jiwaku.” Kalimat itu adalah kalimat yang sering Ana ucapkan padaku jika langit merintikkan tetesan air hujan. Aku sangat hafal dengan kalimat itu karena Aku sudah lima tahun bersahabat dengannya.

Sudah tiga hari ini Aku tidak melihat batang hidung Ana. Tidak ada kabar yang datang padaku, tidak ada sms, apalagi telpon darinya. Hari ini Aku berencana datang ke rumah Ana sepulang sekolah. Ana adalah murid yang rajin datang ke sekolah tapi sudah tiga hari ini ia tidak masuk. Apa yang terjadi padanya?

Sesampainya Aku di komplek perumahan Ana, Aku disambut dengan rintik hujan. Rintik hujan favorit Ana. Aku semakin ingin bertemu dengannya. Sebelum sampai dirumahnya Aku bertemu dengannya dan saat itu juga Aku langsung menyapanya. Kali ini wajahnya tidak seceria biasanya.

“Apa yang terjadi padamu Ana? Kemana saja kamu tidak terliahat di sekolah?” Tanyaku panjang lebar.

Ana hanya menjawab “Aku, di rumah.” Jawaban singkat yang di dapat dari seorang Ana

“Kamu sakit, Na?”

“Tidak, Aku tidak sakit, Aku hanya kelelahan saja.” Jawabnya.

“Biasanya wajahmu selalu ceria kalau melihat ada rintik hujan, kenapa kamu sedih, Na? kok gak cerita sama Aku?”

Pada hari ini aku melihat wajahnya yang sangat lesu dan seperti mayat yang tidak memliki semangat hidup.

“Aku kangen kamu, ra” ia hanya bilang itu padaku.

“Iya, Na Aku juga kangen sama kamu, kamu kok gak cerita kalau punya masalah?” tanyaku lagi

“Nanti kamu akan tau cerita sesungguhnya, Ra.”

Aku semakin bingung mendengar jawaban yang tidak seperti biasanya. Biasanya ia cerita padaku jika memiliki masalah besar. Apa yang terjadi sebenranya pada Ana?. batin ku.

“Kamu ke ruamhku saja dulu Ra.”

Aku hanya menganggukan kepalaku tanda mengiyakan tawaran Ana.

Sesampainya di rumah Ana, Aku melihat banyak orang berkumpul memakai pakaian hitam-hitam. Aku semakin bingung dengan semua yang terjadi.

“RORAAA...” teriak ibunda Ana histeris menyambutku dengan wajah merah dan banyak air mata bercucuran membasahi wajahnya

“Iya tante, kok tumben rumah tante rame?? Ada apa?? Kumpul keluarga ya tante?? Kok tante sedih gitu sih??” pertanyaan itu keluar dari mulutku begitu saja, tanpa ada yang Aku pikirkan terlebih dahulu.

“Sayang, Ana sudah pergi.” Ibunda Ana menjawab dengan singkat membuatku bingung.

“Iya, tante tadi Aku liat Ana di luar kok katanya dia kelelahan.” Jawabku polos“Sayang, sejak kemarin Ana sudah ninggalin kita semua disini, Ana sakit.” Jawab

ibunda Ana sambil menghapus air matanya yang terus menerus mengalir.

“HAH?? ANA SAKIT?? SAKIT APA TANTE?? TERUS SEKARANG ANA DIMANA??” Tanyaku dengan wajah kaget sekaget-kagetnya.

“Ana, sudah lama punya penyakit kanker hati, Ana kemarin sudah dikuburkan di Bogor.” Jelas ibunda Ana

“Kenapa, tante gak ngabarin aku?? Aku kangen Ana tante!!” protesku sambil meneteskan air mata yang tiba-tiba keluar begitu saja dari mataku.

“Maafin tante sayang, tante kemarin sibuk banget ngurusin Ana bolak-balik ke rumah sakit sampai dia pergi ninggalin kita.” Jawab ibunda Ana sambil memeluk tubuhku yang gemetar mendengar berita itu.

“Ini titipan buat kamu dari Ana.” Ibunda Ana memberikan sepucuk surat yang ditutup rapi dalam sebuah amplop yang didepan amplop itu tertulis “Untuk Rora Sahabatku.”

Setelah menerima ampolp itu dari ibunda Ana, Aku langsung pamit pulang, untuk membaca surat terakhir dari Ana untukku.

Sesampainya di rumah Aku langsung membuka amplop yang berisi surat dari Ana untuk terakhir kalinya.

Surat itu berisi :

Untuk rora sahabat terbaikku

Hari ini rintik hujan menetes membasahi bumi ini, aku senang masih bisa melihatnya bersamamu Ra. Aku tidak akan tahu sampai kapan Aku bisa melihat rintik hujan bersamamu, dan Aku akan bilang padamu “AKU SENANG DENGAN RINTIK HUJAN!! KARENA DAPAT MENENANGKAN HATI DAN JIWAKU” itu adalah kalimat yang sering Aku katakana padamu sejak kita bersahabat lima tahun yang lalu. Aku sangat senang sekali bersahabat denganmu. Karena kamu selalu memberiku semangat untuk tetap hidup, kamu sering menanykan padaku MENGAPA AKU TIDAK PERNAH SEDIH? Yaaa..ini adalah kalimat yang sebenarnya sulit untuk Aku jawab dan Aku akan menjawabnya dalam surat ini untukmu, untuk sahabat terbaikku.

Sebelumnya Aku sangat meminta maaf padamu karena Aku tidak pernah cerita kalau Aku punya penyakit yang kata dokter berbahaya. Selama tiga tahun belakangan ini Aku di vonis dokter mengidap penyakit kangker hati. Aku tidak bisa hidup sangat senang dan sangat sedih. karena penyakitku akan kambuh jika perasaan dalam hatiku tidak stabil. Kata dokter hatiku harus tetap stabil tidak terlalu sedih dan tidak selalu senang. agar kondisiku tetap stabil Aku harus seperti rintik hujan yang kondisinya stabil, kamu tahu kan rintik hujan itu tidak deras tidak juga kecil. Nah sejak saat itu Aku menggambarkan hidupku seperti rintik hujan yang dapat menenagkan hati dan jiwa.

Dan Aku yakin dengan surat ini kamu pasti sudah dapat menarik kesimpulan dari pertanyaanmu itu.

Rora, kamu adalah sahabat terbaikku, sahabat yang selalu mewarnai hari-hariku. Kamu yang dapat memotifasi hidupku untuk tetap ada di dunia ini, walaupun kamu tidak mengetahui apa yang sebenarnya terjadi pada diriku. Aku harap kamu tidak marah padaku dengan membaca surat ini.

Aku minta doa mu untukku Ra. Aku butuh doa mu untukku agar Aku selalu tenang, ingatlah selalu rintik hujan Ra, Aku akan bersamamu seperti ketika rintik hujan memrintikkan tubuhmu.

Sahabat mu

ANA

Aku tidak akan marah padamu, Ana. Walaupun kamu tidak jujur tentang penyakitmu itu padaku. Aku menghargai hal-hal yang harus kamu rahasiakan pada orang lain. Aku tidak menyangka kau akan pergi secepat ini, Aku hanya dapat mendoakanmu disini. Walaupun kamu tak bercerita tentang masalahmu padaku Aku terima itu semua, Aku hanya berharap kamu menjadi yang bahagia disana. Aku baru mengerti bahwa keceriaan yang di perlihatkanmu padaku hanyalah topeng belaka, topeng yang menutupi segala kesedihanmu. Aku akan berusaha belajar dari pengalamanmu. Bahwa kesedihan hanya menghabiskan air mata dan tenaga saja. Yah mulai hari ini Aku akan berubah menjadi remaja yang selalu ceria. Kataku dalam hati

Selamat jalan sahabatku. Sahabat terbaikku, sahabat yang mewarnai hari-hariku. Aku akan selalu menyayangimu, mendoakanmu walau kita ada di alam yang berbeda. Engkau adalah sahabt terbaikku yang Aku miliki.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun