pempek sambil berbagi ke anak yatim dan duafa.
Kisah inspiratif ini datang dari seorang pria bernama Wawan. Sadar akan kehidupannya dulu penuh dengan kenakalan, kini dengan hati yang tulus ia menjajakanDi tengah himpitan ekonomi yang memprihatinkan, berbagai upaya dilakukan manusia demi menyambung hidupnya dari hari ke hari.
Saat diperas oleh keadaan, akal manusia seakan terhenti fungsinya lalu meraup rezeki dengan cara yang tak lazim. Cara ini pernah dilakukan oleh pria bernama Hermawan (43), biasa dikenal sebagai Wawan atau “Bang Jabo”.
Sedari muda Wawan mengaku menjalani kerasnya kehidupan mulai dari mengamen hingga bergelut di dunia hitam. Ia kerap kali melakukan penindasan kepada kaum-kaum lemah seperti halnya pemalakan. Baginya memperoleh uang sangatlah mudah, akan tetapi diperlukan cara yang tak halal dalam meraihnya.
Kini Wawan tersadar akan hidupnya dulu jauh dari kata keberkahan, ia memutuskan banting setir dari dunia hitam beralih menjadi pedagang pempek.
“Pada akhirnya saya merasa jenuh akan kehidupan yang dulu saya jalani. Saya merasa banyak kesalahan dalam diri saya ketika menindas orang-orang yang lemah. Setelah saya sadar apa yang diperbuat itu salah," kata Wawan.
"Akhirnya saya berbalik arah mencari suaka baru untuk menebus kesalahan dan dosa saya dengan berjualan dan berbagi kepada sesama. Seperti anak yatim dan duafa yang sebagian dari mereka dulunya pernah saya tindas,” imbuhnya.
Usaha pempek yang dilakoninya, bermula sejak 2019 dengan omset perhari yang tak menentu. “Saya berdagang pempek sudah sekitar 4 tahun dengan omset perharinya gak nentu. Biasanya saya membawa sekitar 250 sampai 300 pempek. Karena hari ini saya berdagang setengah hari, saya hanya membawa 120 pempek. Untuk satu pempek itu seharga Rp 2.000, jadi kalau dagangan sekarang habis saya membawa uang Rp 240.000,” ungkapnya.
Sehari-hari Wawan berkeliling menjajakan pempek mulai dari pasar Kebayoran Lama hingga Blok-M, bermodalkan gerobak serta pempek yang didapatnya pada suatu perkumpulan.
“Untuk gerobak sama pempeknya ini, abang dapetnya dari mana?” tanya saya.
“Jadi tuh kita ada satu perkumpulan yang dimana bos saya sudah menyediakan 18 gerobak sama orang khusus yang membuat pempeknya. Saya tinggal ambil pempek mentahnya aja kesana,” jawabnya.
“Ngambilnya dimana ya?” tanya saya.
“Di jalan At-Thohiri, Sukabumi Selatan, Jakarta Barat,” terangnya.
Derasnya hiruk pikuk perkotaan tidak menjadi alasan bagi Wawan untuk bersedekah dengan membagikan pempek secara percuma kepada anak yatim dan duafa. Hal ini terpampang dalam tulisan kertas pada bagian depan gerobak yang bertuliskan “Gratis Setiap Hari Buat Anak Yatim dan Duafa”.
Wawan mengaku aksinya ini dilakukan karena ia turut merasakan betapa pahitnya hidup seperti menahan rasa lapar dan sulitnya mencari pekerjaan.
“Apa sih yang ngebuat abang gratisin pempek ke anak Yatim dan duafa?,” tanya saya.
“Karena dulu saya juga merasakan apa yang mereka rasakan seperti kerasnya hidup dijalanan, menahan rasa lapar, sulitnya mencari pekerjaan, dan pada akhirnya saya salah jalan menjadi seorang preman," akunya.
"Setelah hidup saya membaik seperti sekarang, saya ingin membantu mereka dengan cara memberi mereka makan agar tenaganya terisi untuk mencari pekerjaan yang halal. Saya berharap kepada mereka untuk menjauhi segala tindakan seperti mencuri dan mencopet, karena hal itu hanya membuat hidup mereka lebih terpuruk,” lanjut Wawan.
Keseriusan Wawan menolong para duafa tak hanya sekedar menggratiskan pempek, bahkan Wawan kerap kali mengajak mereka untuk bekerja sepertinya.
“Saya memang tidak memberi mereka uang, melainkan hanya memberi mereka makan dan mengajak mereka berdagang seperti saya. Karena di tempat bos saya masih ada beberapa gerobak kosong dan belum ada penjualnya. Kalau mereka niat bekerja pasti saya ajak tapi ada syaratnya, jujur dan jangan korupsi,” kata Wawan.
Di lubuk hati yang terdalam Wawan mengaku ikhlas bersedekah seperti memberi makan anak yatim dan duafa yang ditemuinya.
“Abang pernah ga sih merasa rugi selama menggratiskan dagangan abang?” tanya saya.
“Enggak, saya ikhlas dunia akhirat yang penting saya mampu bersedekah dan mencukupi keluarga.
Saya melakukan ini juga untuk menebus kesalahan dan dosa saya di jaman dulu,” jawab Wawan.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI