Untuk mengetahui siapa yang paling bersalah dalam kasus perdagangan manusia, perlu kita pahami bahwa kasus perdagangan manusia itu sangat luas. Untuk kasus yang perempuan biasanya ada dalam ranah prostitusi, kawin kontrak dan penipuan tenaga kerja perempuan untuk dikirim ke luar negeri.
Salah satu kasusnya terjadi pada tahun 2022 lalu di mana ditangkapnya 6 pelaku sindikat perdagangan manusia oleh PPA POLRES Sukabumi. Para sindikat ini awalnya menyatakan bisa membantu memberangkatkan para korban negara-negara ke negara-negara di Timur Tengah dengan iming-iming gaji yang tinggi dan untuk semakin meyakinkan para korban, mereka juga membuat dokumen-dokumen fiktif.
Menurut web tribratanews.kepri.polri.go.id ada beberapa factor yang menyebabkan terjadinya perdagangan manusia di antaranya:
-Faktor ekonomi / uang
Tingginya tingkat kemiskinan membuat pada akhirnya lahir para pelaku yang mencari keuntungan dengan merekrut perempuan-perempuan dari keluarga miskin untuk bekerja di luar negeri dengan gaji tinggi. Dan faktor ekonomi ini juga biasanya berkaitan erat dengan rendahnya tingkat Pendidikan, dan tingkat keahlian seseorang. Tanpa Pendidikan dan keahlian, kemudian diiming-imingi kerja mudah bergaji tinggi, maka perempuan-perempuan ini akan sangat tertarik tanpa tahu bahwa mereka kemudian menjadi korban penjualan manusia.
-PatriarkiÂ
Ini adalah salah satu factor yang besar dan sangat berpengaruh. Kurangnya kesempatan yang didapatkan perempuan, dan ketimpangan peran seringkali membuat mereka tidak bisa merasakan apa yang menjadi haknya. Apalagi dengan beban ganda, stereotip, subordinasi, marginalisasi dan kekerasan yang diberikan masyarakat kepada mereka.
Misalnya, seorang perempuan yang mengalami kekerasan seksual, misalnya pelecehan akan lebih banyak diam daripada berbicara karena mereka takut dicap negatif oleh masyarakat. Ini sudah banyak terjadi, saat korban melapor alih-alih dibantu justru dituduh macam-macam oleh orang disekitarnya. Bahkan dalam  banyak kasus mereka justru dipaksa bungkam dan dinikahkan dengan pelaku. Sekarang, bayangkan saja bagaimana jika para perempuan ini nantinya melahirkan, hidup bersama pelaku pemerkosaan dan dengan anak yang tidak direncanakan. Banyak dari mereka pada akhirnya hidup dengan kemiskinan, tanpa persiapan, tanpa pendidikan dan keterampilan. Dan untuk memperbaiki hidup mereka mau diiming-imingi pekerjaan oleh pelaku tanpa tahu bahwa akan ditipu. Atau, dalam kasus lain para perempuan ini justru masuk ke lingkaran prostitusi, bukan karena kemauan mereka tetapi karena tuntutan masyarakat dan sosial lah yang secara tidak langsung menyeret mereka ke dalamnya.
-Lemahnya penegakan hukumÂ
Bukan menjadi rahasia umum, penegakan hukum dan pengawasan pada lembaga penyalur tenaga kerja di Indonesia ini memang belum cukup baik, dan inilah yang pada akhirnya dimanfaatkan oleh para pelaku perdagangan manusia untuk melancarkan aksinya.
Lalu, siapa yang paling bisa disalahkan di sini?
Yang salah dalam kasus perdagangan manusia adalah yang utama tentu saja pelaku perdagangan manusia tersebut, tapi lebih luas lagi pemerintah dan masyarakat (bisa keluarga dan lingkungan sosial lainnya). Pemerintah bersalah karena membiarkan kemiskinan dan rendahnya pendidikan terjadi di masyarakat, tidak tegas pada pelaku, dan membiarkan dispensasi nikah untuk anak-anak yang akhirnya menjebak mereka pada kemiskinan. Lalu, masyarakat juga bersalah karena melanggengkan patriarki, dan para keluarga kelas menengah ke atas yang ingin mencari pekerja rumah tangga dengan gaji murah.
Jadi, kalau mau menghentikan perdagangan manusia ya harus menyeluruh. Baik pemerintah, para agen, para calon 'pembeli' dan masyarakat bergerak bersama menghentikan ini. Jangan karena ingin dapat ART murah, lalu menjadi konsumen dari kegiatan perdagangan manusia.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI