Mohon tunggu...
Ivan Taslim
Ivan Taslim Mohon Tunggu... -

Saya seorang Geophysicist, senang dengan Traveling/Hiking, Caving, Diving, pokoknya semua kegiatan luar yang bersentuhan dengan alam. Saya senang musik, membaca, juga menulis tulisan-tulisan kecil yang saya simpan di blog saya. Semoga dengan forum ini saya selalu dapat belajar ..

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Pesona Tower Kars (Maros -Pangkep)

14 Januari 2010   05:10 Diperbarui: 26 Juni 2015   18:28 490
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Saat itu sekitar pertengahan tahun 2007 lalu. Perjalanan saya dimulai dari sebuah pertemuan singkat dengan seorang mahasiswa S3 yang baru saja datang ke kota ini dalam rangka mengumpulkan data penelitian untuk gelar Doktornya di Institut Pertanian Bogor (IPB). Sistem Pengelolaan Kawasan Karstt Maros-Pangkep Secara Berkelanjutan, proposal Disertasi oleh Rachman Kurniawan, yang juga salahsatu staf pengajar di jurusan saya. Saya pun ditawari mengambil salahsatu sub bagian penelitiannya sebagai tugas akhir tentang analisis hidro-geologi kawasan karst di kawasan taman nasional Bantimurung-Bulusaraung. Sebenarnya, saya tidak sepenuh hati menyetujui tawaran tersebut, maklum hidro-geologi adalah hal baru yang ada di dalam kepala saya. Selama ini saya terperangkap dalam ‘situasi umummahasiswa yang mengejarpengetahuan yang katanya dapat menghasilkan uang banyak. Bekerja pada sebuah perusahaan besar yang mengandalkan skill/kemampuan di bidangnya. Biasanya perusahaan yang bergerak di bidang tambanglah yang banyak membutuhkan lulusan seperti itu. Seminggu kemudian, saya pun diajak untuk road to target sebagai survey awal. Sambil berkeliling di sekitar kawasan karst di dua kabupaten tadi, tak lupa kami mengabadikannya dengan shut’s kamera digital dan sebuah handycam. Kegiatan yang dinamakan survey awal tadi berlangsung selama beberapa bulan.

Mungkin seperti kata pepatah ‘tak kenal maka tak sayang’, saya pun sadar klo ternyata selama perjalanan beberapa bulan mengamati kawasan karst ini saya mulai dibuatnya jatuh hati karena “keindahan’ gugusan batu yang tampak hijau dari kejauhan ini.

Sebelumnya, mungkin baiknya saya bercerita sedikit tentang keindahan gugusan karst yang membuat saya jatuh hati…

Gugusan karst yang terletak di daerah Maros-Pangkep Sulawesi Selatan ini adalah keindahan dan kekayaan bumi yang sangatlah jarang diperhatikan oleh orang banyak. Hanya beberapa orang yang mempunyai kepentingan dan kepedulian yang tahu akan keberadaannya. Mulai dari para ilmuwan/peneliti dari pihak akademisi, pecinta alam khususnya yang menggeluti kegiatan susur gua (caver), penduduk setempat di sekitaran kawasan tersebut yang menggantungkan hidup dari keberadaan kawasan ini : dari kebutuhan sumber air bersih (minum, mencuci, dan pengairan sawah), juga menjadi penopangnafkah para kaum laki-laki (walau tidak sedikit para kaum perempuan) dengan menjadi buruh di beberapa perusahaan yang berdiri disana:, hingga para praktisi pemerintah yang notabene adalah pemegang kebijakan utama.

Karst begitulah disebutnya, adalah singkapan batu gamping yang membentuk tipe karst tersendiri yaitu bangun menara yang sangat khas, yang para ilmuwan menjulukinya tower karstt, dengan bukit-bukit berlereng terjal (yang sebagian genesanya dipengaruhi oleh struktur geologi sebagai akibat dari proses pelarutan batu gamping/karbonat (karsttifikasi/residual karst). Kawasan karst Maros-Pangkep diketahui memiliki sistem aliran air/hidrologi yang tampak di atas permukaan (sungai permukaan) dan juga mengalir di bawah permukaan (sungai bawah permukaan), menjadikan fenomena tersendiri kawasan ini. Suatu bentang alam formasi batuan karbonat (CaCO3, MgCO3 atau campuran keduanya) yang telah mengalami proses pelarutan. Batuan karbonat terlarut oleh asam karbonat (H2CO3) yang terbentuk akibat interaksi air hujan dengan CO2 atmosferik maupun oleh CO2biogenik, yang berasal dari sisa tanaman yang membusuk (humus) di atas permukaan tanah. Proses pembentukan karst atau karsttifikasi itu sendiri juga dikontrol oleh litologi, porositas/permeabilitas, iklim (curah hujan), penutupan lahan(vegetasi), dan aktifitas tektonik, dimana kesemuanya saling berinteraksi dalam proses pembentukan karst.

Sebenarnya sayapun termasuk orang baru mendengar tentang karst. Cikal bakal dari penulisan tugas akhir yang sampai sekarang senantiasa membuat saya ketagihan untuk memahaminya (hehehe). Dengan segala kerumitan pembentukannya dan ’misteri’ keberadaannya, kawasan ini telah membuka mata dunia tentang keindahan serta potensi yang terkandung di dalamnya. Bila anda sedang berada dalam perjalanan ke arah utara dari kota Makassar, cobalah melempar pandangan sepanjang perjalanan anda di sebelah kanan. Lihatlah gugusan karst yang membentengi kawasan nasional Bantimurung – Bulusaraung seakan membentuk sebuah istana batu dengan menara hijau yang membersitkan kesan sepertinya kita sedang berada dalam sebuah perjalanan wisata, hanya bedanya kita tidak dipandu oleh seorang guide tour. Untuk itulah sebagai sumberdaya alam, kawasan batugamping berbentangalam karst bersifat tidak dapat diperbarui (unrenewable resources) dan memiliki nilai kerentanan lingkungannya yang sangat tinggi, International Union for Conservation of Nature (IUCN) pada pertengahan 1997 menempatkan masalah karst menjadi isu lingkungan internasional. Dalam waktu yang bersamaan diterbitkan pedoman mengenai kegiatan usaha pengelolaan gua dan karst.Pedoman itu diterbitkan dalam berbagai bahasa, bahkan sudah diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia.

Para ilmuwan dan pemerhati lingkungan karst dan gua internasional menetapkan beberapa kawasan karst di Indonesia memiliki peringkat dunia karena kandungan nilai strategisnya.Dari aspek bentangalam, conical karstt di Gunung Sewu (Jawa), tower karstt di Maros (Sulawesi), archeological karstt di Sangkulirang (Kalimantan Timur), dan highland karstt di Taman Nasional Lorentz (Irian Jaya). Pertemuan IUCN di Mulu, Serawak Malaysia, tahun 2001 menominasikan Karst Gunung Sewu, Karst Sangkulirang, Karst Maros, dan Karst Lorentz menjadi kawasan alam warisan dunia atau world heritage. Sebuah warisan yang tak ternilai harganya, yang secara -tidak sengaja- saya juga kita semua diberikan amanah untuk menjaga warisan tersebut. Save Our Karst!!

Sumber : beberapa artikel/jurnal ilmiah yang juga pustaka penyusun skripsi saya yang berjudul

“Analisis Dinamika Hidrologi Kawasan Kars Maros-Pangkep”

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun