Mohon tunggu...
ivan sampe buntu
ivan sampe buntu Mohon Tunggu... Dosen - Aku Mencintai Maka Aku Ada

Hidup itu hanya sebuah petualangan

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Teodise (Pembenaran Tuhan): Dialog dengan Leibniz di Masa Pandemi Covid-19

16 Juni 2020   08:30 Diperbarui: 16 Juni 2020   08:44 2469
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Memahami konsep kejahatan dalam pandangan Leibniz memudahkan kita untuk melihat, dan menjawab pertanyaan epikuros ttg kejahatan. Jika Tuhan itu Mahakuasa dan Mahabaik, mengapa Ia tidak menghilangkan kejahatan dari muka bumi? Jawabnya bukan Allah tidak mau dan tidak mampu, bukan juga Allah mampu tetapi tidak mau, atau Allah mau tapi tidak mampu. Untuk memahami ini, Leibniz pernah menolak pandangan kaum fideis yang menganggab bahwa Tuhan dapat turun langsung dalam menghilangkan kejahatan dan penderitaan di muka bumi ini. Leibniz menyebut, keterlibatan langsung Tuhan dalam dunia ini hanya terjadi lewat Mukjizat.  

Lewat mukjizat, Tuhan dapat mengubah hukum-hukum alam sesuai keinginannya. Tetapi apakah mukjizat dapat diatur sesuai kehendak manusia? Kata Leibniz, Mukjizat terjadi karena kehendak Tuhan sendiri, sehingga tidak ada faktor eksternal yang mempengaruhi. Karena itu mukjizat tidak dapat diatur oleh manusia, di mana akan terjadi, dan kapan waktunya! Mukjizat itu adalah cara Allah menghadirkan dirinya dalam keseharian manusia, tetapi kehadiran itu tidak tergantung pada keinginan manusia, tetapi kehendak Allah sendiri. Kehadiran langsung itu dapat dilihat pada mukjizat.

Pertanyaannya, sekiranya Allah tidak hadir dalam menolong manusia, apakah ini berarti ia kehilangan kemahakuasaannya sebagai Allah? Apakah ia kehilangan kemahabaikannya? Leibniz meminta kita untuk kembali melihat fakultas dalam diri Allah ( Rasio, kehendak dan kuasa). Fakultas yang dipunyai Allah tidak mungkin menuntunnya melakukan apa yang bertentangan dengan keniscayaan moral dan keniscayaan logis. Allah justru telah kehilangan kemahakuasaannya ketika dia tidak bebas dalam memilih apa yang dia akan lakukan, termasuk hal yang bukan terbaik. Tentu Tuhan bebas memilih apa yang paling baik sesuai kebijaksanaan ilahi yang dimiliki-Nya.    

Mengapa Tuhan tidak menghentikan penyebaran covid 19? Maka pertanyaan ini absurd, karena menempatkan posisi Tuhan seolah olah hanya mempunyai satu pilihan, dan tidak memberi ruang kebebasan kepada Tuhan. Pilihan Tuhan hanya satu, yakni menghentikan Covid 19 agar kemahakuasaan dan kebaikannya dapat terlihat. 

Tidak ada hubungan kemahakuasaan Tuhan dan covid 19. Karena covid 19 itu bukan being, dia adalah non being. Jika Leibniz mengikuti tradisi abad pertengahan, maka Leibniz akan menjawab; covid 19 itu ada, karena ketiadaan sesuatu. Jadi codiv 19 itu tidak pernah akan ada, jika ada vaksinnya. Seperti halnya gelap itu ada karena tidak ada terang. Terang adalah being dan gelap adalah non being. Sehingga jika being itu telah ada, maka non being segera akan berakhir.    

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun