Mohon tunggu...
ivan sampe buntu
ivan sampe buntu Mohon Tunggu... Dosen - Aku Mencintai Maka Aku Ada

Hidup itu hanya sebuah petualangan

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Tuhan Telah Mati: Tafsir atas "The Gay Science 125"

26 April 2020   14:55 Diperbarui: 26 April 2020   15:03 577
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Nietzsche dengan demikian tidak hanya mengkritik Tuhan monoteis, tetapi juga mengkritik secara keras penganti Tuhan yakni science, atau pun rasionalitas manusia. Sehingga dapat dikatakan kritik Nietzsche tidak hanya tertuju pada kaum monoteis, tetapi juga pada kaum scientific dan kaum rasionalis. 

Nietzsche ketika menyebut dirinya sebagai seorang nihilis, maka dia benar-benar tidak mempunyai pegangan. Seperti seorang yang berlayar di samudera dan tidak akan kembali karena dermaga telah diluluhlantakkan. The Gay Science 124: "We have forsaken the land and gone to sea! We have destroyed the bridge behind us - more so, we have demolished the land behind us!"[7]Kapal akan terus berlayar di samudera, karena dermaga telah dihancurkan. Tidak ada lagi tempat untuk bersandar, tidak ada lagi pegangan.

Nietzsche mengkrtik sekaligus bertanya, apa mungkin kita hidup tanpa pegangan apapun? Apa mungkin kita tidak akan merindukan kembali dermaga yang telah kita hancurkan? Apa mungkin matahari dan bumi dapat berpisah? Semua pertanyaan ini membutuhkan jawaban. Apa mungkin, kita hidup tanpa kepastian? 

Atau mungkin Nietzsche ingin mengatakan bahwa kepastian itu hanya ada pada ubermensch dan bukan pada manusia yang bermental budak.Pertanyaan lain adalah, apakah Nietzsche benar-benar tidak percaya akan Tuhan? Atau apakah Nietzsche mempunyai Tuhan lain seperti yang diyakini oleh para scientific. Tidak mudah untuk menjawab pertanyaan ini.Kita mungkin bisa menjawabnya dengan mengaitkannya dengan mitos Dionisyus. Mitos Dionysius yang di agung-agungkan oleh Nietzsche. Apakah Nietzsche ingin mengatakan sesuatu tentang yang transendental yang dipahami seperti dionysius?

Pertanyaan ini menjadi pertanyaan penting untuk melihat apa yang mau dikatakan Nietzsche ketika bicara tentang dewa Dionysius. Dewa Dionysius selalu dipertentangkan dengan moralitas kristiani. Seolah dewa Dionysius adalah dewa yang diimpikan oleh Nietzsche. Dalam buku lahirnya tragedi dikisahkan bahwa:

Dionysius yang nyata tampak dalam pelbagai figur, di dalam topeng seorang pahlawan kesatria dan, kita dapat mengatakan, terperangkap di dalam jarring kehendak individu. ...penderitaan Dionysian yang sejati, yang menghasilkan perubahan wujud menjadi udara, air, tanah dan api, dan karena itulah kita harus melihat kondisi individuasi itu sebagai simbol dan asal mula segala penderitaan dan dengan demikian patut dicela. 

Dari senyuman Dionysius ini lahirlah dewa-dewi Olimpian, dari cabikan-cabikannya lahirlah umat manusia. dalam eksistensinya sebagai dewa yang tercabik-cabik Dionysius mempunyai sifat dwirangkap sebagai daemon yang kejam dan biadab dan sebagai penguasa yang halus dan lemah lembut.[8]

 Artinya Nietzsche pun melakukan pencarian akan yang kudus. Mengagumi Dionysius sebagai dewa yang bertopeng, dewa yang mempunyai sifat rangkap kejam dan baik. Nietzsche dalam hal ini seperti melakukan pencarian akan yang transenden yang akan dipahaminya dalam dewa Dionysius. Pilihan Dionysius, adalah gambaran bagaimana Nietzsche tidak dapat menggambarkan yang ilahi sebagai sebuah konsep yang jelas. Tidak jelas karena dewa Dionysius adalah dewa bertopeng yang abstrak. 

"Dionysian adalah mentalitas kebudayaan Yunani yang cenderung melampaui segala aturan atau norma, mentalitas yang bebas mengikuti dorongan-dorongan hidup tanpa kenal batas"[9]. Pertanyaannya adalah, apakah dengan kekaguman pada Dionysius maka Nietzsche dapat dikatakan kembali menjadi teis? Tidak mudah untuk menjawab itu, tetapi yang pasti bahwa ada kerinduan dari  Nietzsche untuk melakukan pencarian. Sekalipun dia secara terang-terangan mendeklarasikan kematian Tuhan, tetapi dalam diri Nietzsche nampaknya kita masih dapat melihat jejak-jejak pencarian akan sesuatu. Nietzschetidak berani untuk mengkonsepkan Tuhan, seperti Tuhan yang sering dikonsepkan oleh agama-agama.

Nietzsche tidak hanya mengagumi Dionysius, tetapi juga mengagumi kebudayaan Yunani abad ke 6 SM. Mengapa? Nietzsche menyebut bahwa zaman ini adalah zaman manusia-manusia genius Yunani. Nietzsche menyebut filsuf zaman itu sebagai filsuf sejati. "Filsuf sejati, bukan hanya karena mereka adalah pencari-pencari sejati, melainkan juga karena mereka tidak terperangkap dalam kepercayaan transendental akan dewa-dewa, maka berpikir merdeka dan kreatif."

[10] Nietzsche mengagumi para filsuf ini sebagai manusia yang tidak terikat pada kepercayaan-kepercayaan yang ada disekitarnya. Mereka adalah filsuf yang bebas, yang mencari kebenaran pada keluasan alam, bukan pada kedangkalan berpikir manusia yang sering jatuh pada kebenaran yang di absolutkan.Nietzsche tidak senang pada pengobjektifan nilai kebenaran. Seperti halnya yang dilakukan oleh kaum rasionalis dan para agamawan. Karena itulah Nietzsche dikenal sebagai seorang nihilis.  

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun