Net-Zero Emissions atau nol-bersih emisi adalah kata-kata yang sedang populer belakangan ini di kalangan penggiat lingkungan dan alam. Kata tersebut mulai populer sejak 2015, saat Konferensi Tingkat Tinggi Iklim di Paris, yang mewajibkan negara industri dan maju dapat mewujudkan Net-Zero Emissions pada tahun 2050.Â
Lantas, apa yang dimaksud Net-Zero Emissions atau nol-bersih emisi ini?
Nol-bersih emisi sendiri sejatinya bukan bagaimana upaya kita untuk tidak lagi memproduksi emisi. Emisi sendiri adalah proses alamiah yang tidak bisa kita hentikan produksinya. Bahkan kita sebagai manusia juga turut menyumbang emisi berupa karbon dioksida (CO2) yang kita hasilkan saat bernafas. Dengan kondisi bumi saat ini yang padat penduduk, bisa dibayangkan berapa jumlah CO2 setiap harinya yang kita hasilkan saat bernafas. Oleh karena itu, nol-bersih emisi bukan bagaimana cara kita berhenti memproduksi emisi, tetapi bagaimana cara kita untuk mengurangi dan menyerap kembali emisi-emisi yang terlepas ke udara sehingga tidak merusak atmosfer bumi.
Indonesia sebagai negara dengan jumlah penduduk terbanyak ke-4 di dunia, tentu menjadi salah satu objek yang patut untuk kita dalami prosesnya dalam mewujudkan nol-bersih emisi tersebut. Termasuk dalam 10 negara dengan penduduk terbanyak di dunia, ternyata Indonesia juga termasuk dalam 10 negara penyumbang emisi gas rumah kaca terbesar di dunia. Tentu saja hal ini menjadi pertanyaan karena Indonesia sendiri memiliku julukan paru-paru dunia dengan hutan tropisnya yang sangat luas.Â
Menurut Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas Suharso Monoarfa penyumbang emisi terbesar di Indonesia adalah dari sektor energi. Kata-kata "sektor energi" mungkin dapat langsung membuat kita menarik benang merah bahwa saat ini, rata-rata pembangkit listrik di Indonesia masih mengandalkan pembakaran batu bara untuk menghasilkan listrik.Â
Selain pembakaran batu bara yang masif dilakukan untuk menghasilkan listrik, kita semua tahu bahwa hutan di Indonesia sedang tidak baik baik saja. Data dari Badan Pusat Statistik menyatakan bahwa pada tahun 2011, hutan di Indonesia memiliki luas total 98,7 hektare. Sedangkan pada tahun 2018 hanya tersisa 93,5 juta hektare. Data tersebut menyimpulkan bahwa terjadi penurunan luas hutan sekitar 0,5-1 juta hektare setiap tahunnya.Â
Pertanyaan sekarang adalah, bagaimana upaya mewujudkan Net-Zero Emissions tersebut?
Realisasi dari Net-Zero Emissions sendiri dapat terjadi apabila terdapat kolbaorasi yang apik antara pemerintah Indonesia dengan masyarakat itu sendiri. Dari segi pemerintah, hal yang dapat dilakukan adalah mencoba mencari sumber listrik alternatif selain batu bara. Mengingat kekayaan alam dan potensi geografi Indonesia yang tinggi, tentu banyak sumber alternatif yang bisa dipilih oleh pemerintah seperti PLTU, PLTG, maupun PLTA.Â
Namun, kendala dalam pemilihan sumber energi alternatif tersebut tentu membutuhkan perencanaan yang matang dan biaya yang tidak sedikit. Indonesia yang sudah memiliki beberapa PLTU juga mengeluarkan biaya cukup banyak, karena per 1 MW biaya pembuatannya adalah sekitar Rp 2 triliun. Padahal, PLTU yang dibangun tentu harusmemiliki kapasitas ribuan MW untuk mensuplai listrik ke masyarakat.Â
Dari sisi masyarakat sendiri, inti dari upaya kita membantu tujuan nol-bersih emisi ini adalah dengan mengurangi penggunaan listrik. Upaya ini dapat dilakukan dengan membatasi penggunaan alat elektronik yang tidak terpakai, sering berolahraga/beraktivitas agar tidak menggantungkan diri pada energi listrik, maupun mulai untuk melakukan penghijauan di area rumah sendiri.