Membongkar Kebohongan Ulama' Terhadap Umat Muslim Seluruh Indonesia
Umat Muslim dan Indonesia ibarat Krisna dan Pandawa Lima. Al Quran adalah pedoman hidup Krisna, sedangkan Pancasila adalah yang diperjuangkan para Pandawa. Namun, Krisna masih belum selesai dengan ricuh dan urusan dengan pamannya, Kamsa, yang mewakili para iblis dan setan yang berusaha menyesatkan manusia dari Ajaran Allah dalam Al Quran. Ajaran Allah dalam Al Quran pasti akan Dijaga dan Dipelihara Allah hingga Akhir Jaman. Namun, sebagai orang Indonesia, yang tak semua mengerti bahasa Arab, apalagi paham Bahasa Al Quran yang lebih tinggi, Umat Muslim Indonesia harus sangat waspada dan hati-hati. Selain itu, peran Terjemahan Al Quran yang murni dan obyektif juga sangat vital bagi orang Indonesia.
Umat Muslim Indonesia, mau tidak mau harus mempelajari dan mendalami Al Quran dari terjemahan dan tafsir. Antara terjemahan dan tafsir sesungguhnya harus dipisah. Kalaupun dikemas dalam satu Kitab, tetap tidak boleh disatukan atau dicampur aduk. Ajaran Al Quran tetap harus murni, meski diterjemahkan ke dalam bahasa lain. Ini adalah ketentuan Al Quran. Namun, terjemahan dan tafsir Al Quran yang dipegang masyarakat hingga kini, terutama yang dikeluarkan oleh Departemen Agama telah dicampur-aduk antara terjemahan dan tafsirnya. Selain itu di dalamnya penuh dengan dogma yang memperuncing pembedaan, kekerasan, dan permusuhan terhadap agama dan kepercayaan lain. Tak hanya itu, di dalamnya juga ada kesalahan terjemahan di mana-mana, yang bahkan bisa jadi itu merupakan sebentuk penyimpangan demi kepentingan politik, agar bisa mempertahankan pemeluknya dengan dogma, bukan atas dasar pemikiran yang rasional dan kesadaran. Dan fatalnya, hal itu dilakukan dengan tak segan mengabaikan sebagian ayat-ayat Al Quran dan merubah beberapa makna kata demi mencapai maksudnya. Hal ini merupakan pelanggaran sangat berat atas isi Al Quran atau Petunjuk Allah dan teladan RasulNya. Hal ini juga merupakan penyesatan terhadap umat. Karena itu, Krishna dan Al Quran masih belum tuntas dari bayang-bayang dan cengkeraman Kamsa (para Iblis dan setan).
Di seantero negeri ini telah muncul berbagai kasus penyimpangan terhadap ajaran Muslim. Setiap kasus pasti memiliki banyak pengikut dan pemeluk. Akar dari semua kasus itu sesungguhnya adalah karena tidak ada ukuran yang jelas atas Ajaran Al Quran, juga karena tidak puas dengan terjemahan dan tafsir Al Quran yang ada. Kasus yang masih hangat sampai saat ini adalah kasus Pak Ahok (Basuki Cahaya Purnama), Gubernur DKI. Atas munculnya kasus tersebut seharusnya membuat Umat Muslim melek pada ketimpangan dan ketidakadilan yang terjadi di negeri ini. Sebentuk ketimpangan dan ketidakadilan telah terjadi selama puluhan tahun di negeri ini, tetapi tidak ada yang berusaha meluruskannya. Bahkan orang yang dianggap para pentolan ulama' di negeri inipun, diam saja dan menikmati buah dari kedzaliman itu. Pantas jika bencana dan kemelaratan terus melanda negeri ini.
Sudah jelas dan pasti segala macam bentuk ketimpangan dan ketidakadilan, bertentangan dengan Allah dan AjaranNya, karena Allah (Tuhan Yang Maha Esa) adalah Maha Adil, Maha Bijaksana, dan Tidak Membeda-bedakan, kecuali atas dasar ketakwaan seseorang. Allah pun Menegaskan, "Umat terbaik adalah yang benar imannya dan paling bertakwa, mencegah yang buruk dan jahat, menganjurkan dan melakukan yang baik dan bermanfaat." Tapi dengan keberadaan Surat Al Maidah 51, yang artinya, "Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil orang-orang Yahudi dan Nasrani menjadi pemimpin. Sebagian mereka adalah pemimpin bagi sebagian yang lain. Barangsiapa di antara kamu menjadikan mereka sebagai pemimpin, maka sesungguhnya Allah tidak Memberi Petunjuk pada orang-orang yang dzalim." Dengan penterjemahan yang seperti itu, pantas bila Pak Ahok dan umat agama lain protes dan mengeluh, karena merasa telah diperlakukan tidak adil oleh isi surat itu. Padahal Allah Mengajarkan until selalu berbuat hasil walaupun kepada orang yang dibenci sekalipun. Rasulullah meneladankan kepada go long an minoritas dan musuh sekalipun, tidak boleh Umat Muslim semena-mena dan berlaku tak adil.
Sebagian terjemahan mengartikan auliya'Â dalam ayat itu sebagai wali, bukan pemimpin. Sebagian yang lain, mengartikannya teman setia. Tapi ayat itu sering sengaja digunakan orang untuk alat politik, agar Umat Muslim tidak memilih orang beragama lain sebagai pemimpin, meskipun dia jujur dan bisa dihandalkan untuk memimpin dan mengayomi semua golongan. Padahal, menurut contoh dan teladan Nabi, Umat Muslim disuruh hijrah ke Habsi, karena beliau mengetahui Raja Negus orang shaleh dan seorang pemimpin bijak. Allah pun Mengirim Bangsa Belanda ke negeri ini, karena para pemimpin di negeri ini jauh lebih parah daripada mereka. Itu artinya, boleh dan sah Umat Muslim berada di bawah kepemimpinan orang umat agama lain, asal orang itu shaleh, adil, dan bijaksana atau setidaknya lebih baik daripada orang yang mengaku Muslim, tetapi tidak berkarakter orang atau umat terbaik di muka bumi.
Oleh karena itu, benar sekali kata Pak Ahok, jangan sampai dibohongi orang yang main politik yang sok jadi ulama' dengan memelintir arti Surat Al Maidah 51. Demo berdawai yang disulut MUI dan FPI selama pemilihan Gubernur DKI 2017 kemarin, merupakan demo yang tidak benar dan tanpa dasar. Atau bisa dikatakan itu adalah demo yang membuat rusuh dan merugikan negara. Jika Umat Muslim masih memaksakan diri menyeret Pak Ahok ke penjara, itu adalah sebuah kedzaliman dan ketidakadilan yang nyata.
Allah Sendiri, mustahil sampai berlaku tidak adil, sehingga menurunkan ayat yang isinya seperti termaktub dalam Surat Al Maidah 51 yang dipelintir di atas. Tidak masuk akal ayat seperti itu diperuntukkan untuk seluruh alam. Benar-benar mustahil Allah berlaku demikian, karena Dia Tuhan Yang Maha Adil, Maha Arif, dan Maha Bijaksana. Maha Adil, Maha Arif, Maha Bijaksana adalah Nama, Sifat, dan Af'alNya yang absolut. Segala sifat dan af'al yang berlawanan dengan Nama, Sifat, dan Af'al itu adalah nama, sifat, dan af'al yang mustahil bagi Allah. Karena itu dalam setiap Ketetapan Hukum dan Keputusan, Dia pasti dan selalu Menggunakan alasan yang benar, Adil, Bijaksana, dan bisa dibenarkan oleh semua.
Tidak mungkin Hukum dan KeputusanNya bertentangan dengan Nama, Sifat, Af'alNya sendiri. Keadilan, Kearifan, dan KebijaksanaanNya adalah serba Maha. Mustahil Keadilan, Kebijaksanaan, dan KearifanNya sampai kalah dengan Nabi Muhammad, dua Umar, dan para pemimpin adil lain seperti Raja Hayam Wuruk, Mahatma Gandhi, Sukarno, dll yang bisa berpikir universal dan bisa menaungi semua golongan dalam berbangsa dan bernegara, serta dalam kemanusiaan. Apabila Umat Muslim tetap memaksakan ayat itu benar dari Allah dan isinya itu, maka itu adalah fitnah yang amat keji kepada Allah dan sangat mengecilkan Kemahaadilan dan KemahabijaksanaanNya.
Ayat-ayat Allah akan terjaga kebenaran dan kemurniannya hingga akhir jaman. Namun dari dahulu hingga akhir jaman kelak, sangat mungkin para penafsir dan penerjemahnya salah atau terbujuk oleh tipu daya setan dan iblis untuk lebih mengutamakan diri sendiri dan kelompoknya, sehingga menjadi iblis dan setan juga, yang ikut menyesatkan umat. Maka dari itu segenap Umat Muslim harus tetap waspada pada tipu daya setan dan iblis itu. Salah besar bila Umat Muslim fanatik pada ulama', apalagi pada penerjemah dan penafsir. Lebih-lebih pada para ulama', penerjemah, dan penafsir yang sudah jelas salah atau kurang tepat dalam menerjemahkan dan menafsirkan Ayat-ayatNya. Apalagi kepada mereka yang memelintir ayat-ayatNya untuk kepentingan pribadi/kelompoknya. Kalau Umat Muslim mengambil ulama' seperti itu menjadi walinya, maka dia termasuk golongannya, yaitu go long an setan dan iblis, yang menentang dan menyalahi Perintah Allah.
Untuk kajian selanjutnya, di artikle berikutnya, akan disajikan beberapa hal yang salah dan sangat menyesatkan dalam terjemahan dan tafsir Al Quran yang telah beredar luas dan dijadikan pedoman oleh masyarakat ini. Kebetulan, nama surat yang dijadikan contoh ialah Surat Al Bayyinah yang artinya bukti. Semoga dengan itu bisa jadi bukti juga atas kecurangan sekelompok ulama' yang telah di-amin-ioleh ulama' yang lain dan segenap rakyat Indonesia, karena semua diam saja. Semua orang seolah maklum kalau ilmu agama atau ilmu menjadi Muslim itu susah, bahasa Arab tak bisa, baca terjemahan dan tafsirnya pun jadi serba salah dan dicela.
"Belajar agama kok dari terjemahan dan tafsir!"
"Lha, kalau tidak membaca dan belajar langsung dari sumbernya, terus belajar dari mana?"
"Dari guru dong, ulama' yang jelas keilmuannya. Juga dari kitab-kitab kuning."
"Astagfirullah,,,,,! Ucapan guru dan ulama' dianggap jauh lebih hebat dan lebih mulia daripada Firman Allah. Kitab buatan manusia lebih benar dan lebih pantas diikuti daripada Al Quran. Sebenarnya ini yang keblinger mana?"
Pertanyaan yang terakhir itu benar-benar susah untuk dijawab. Terjemahan dan tafsir juga bukan terjemahan Firman Allah secara murni, obyektif, dan apa adanya. Dalam terjemahan dan tafsir yang ada saat ini, juga mengandung banyak kesalahan. Tetapi tak ada yang berani menjamah dan memperbaikinya, karena terjemahan dan tafsir dianggap Firman Allah padahal sudah jelas tidak murni dan tidak apa adanya. Memprihatinkan. Benar-benar memprihatinkan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H