Jika dibandingkan dengan perdagangan orang di sektor-sektor lain, eksploitasi dalam industri kapal penangkapan ikan termasuk yang terberat. Para korban berada dalam situasi tidak berdaya tanpa jalan keluar untuk meloloskan diri di tengah menjelajah lautan. Pada akhirnya, tingginya permintaan internasional terhadap makanan hasil laut membuat berlangsungnya brutal manusia yang rentan dan kerusakan ekosistem laut tetap berlanjut. Kompleksitas dan sifat multidimensional yang ada di ranah kemaritiman perlu mendapatkan porsi khusus. Pemerintah dapat membentuk satgas khusus untuk merancang konsep observasi dan penanganan terhadap kejahatan di laut.Â
Langkah-langkah yang bisa diambil misalnya adalah dengan menyediakan kapal-kapal patroli untuk melakukan isnpeksi intensif terhadap kapal-kapal penangkap ikan beserta pekerja yang ada di kapal di batas-batas teritorial Indonesia. Indonesia juga dapat membentuk sistem pemantauan dan pelacakan dengan memanfaatkan internet dimana setiap kapal yang masuk ke wilayah perairan kekuasaan Indonesia wajib memasang suatu sinyal yang akan terhubung ke pusat pemantauan lintas perkapalan di Indonesia. Semua mekanisme tersebut harus diatur dalam undang-undang dengan konsekuensi sanksi.Â
Sebagai tambahan, untuk lebih menjamin perlindungan pekerja migran yang bekerja di kapal penangkap ikan, pemerintah sesegera mungkin untuk meratifikasi Konvensi ILO No.188 Tahun 2007 yang didalamnya mengatur standar layanan minimal, akomodasi, makanan, perlindungan kesehatan, keselamatan kerja, dan jaminan sosial untuk pekerjaan penangkapan ikan. Memang saat ini masih banyak pertimbangan untuk meratifikasi tersebut, namun setidaknya pemerintah harus memberikan alternatif untuk melindungi pekerja migran, khususnya yang bekerja di kapal ikan. Untuk upaya preventif, diperlukan pula pemberdayaan terhadap nelayan-nelayan tradisional agar bisa bersaing dengan perusahaan kapal ikan yang besar. Dengan demikian, perolehan ikan sebagai santapan laut (seafood) yang ber-demand tinggi  tidak perlu  mengorbankan manusia sebagai 'budak' untuk diekploitasi demi keuntungan materiil hingga berujung menjadi slavefood.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H