Mohon tunggu...
IVANK VERBENA LAMRETA
IVANK VERBENA LAMRETA Mohon Tunggu... Atlet - Mahasiswa

Saya sebagai mahasiswa memiliki ketertarikan dalam bidang Basket,Handball,Jogging,Tari,Traveling dan Kuliner.

Selanjutnya

Tutup

Roman

Dilan dan Milea: Cinta dalam Balutan Kenangan Tahun 90an

8 November 2024   17:25 Diperbarui: 8 November 2024   17:26 18
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dilan dan milea merupakan dua karakter utama dari trilogi novel karya Piqi Baiq yang berjudul Dilan: Dia adalah Dilanku Tahun 1990,Dilan: Dia adalah Dilanku Tahun 1991,dan Milea: Suara dari Dilan. Kisah ini kemudian diadaptasi menjadi film dengan judul yang sama,yang lertama kali dirilis pada tahun 2018 dan menjadi salah satu film Indonesia terpopuler,terutama dikalangan remaja.

Film Dilan 1990 mengisahkan perjalanan cinta antara Dilan,seorang remaja nakal namun romantis yang bersekolah di SMA Bandung,dan Milea gadis Jakarta yang pindah ke Bandung. Berlatar belakang tahun 90-an,kisah cinta mereka membawa penonton kedalam suasana nostalgia,dimana teknologi belum mendominasi hubungan manusia dan interaksi sosial lebih bersifat personal dan nyata. 

Yang membuat Dilan begitu ikonik adalah karakter Dilan yang unik. Dengan gayanya yang santai, kata-kata puitis dan sikap yang penuh kejutan, Dilan berhasil mencuri perhatian Milea dan juga para penonton. Salah satu kutipan paling terkenal adalah ketika Dilan berkata "Jangan rindu,berat. Kau tak akan kuat,biar aku saja." Kutipan ini telah menjadi populer di kalangan penggemar  film dan novel.

Lanjutannya,Dilan 1991,mengisahkan perkembangan hubungan mereka yang semakin rumit. Milea mulai merasa terganggu dengan kehidupan Dilan yang terlibat dalam geng motor. Kontradiksi antara perasaan cinta dan kekhawatiran akan keselamatan Dilan membuat hubungan mereka penuh konflik. Disini film,menampilkan dinamika yang lebih dewasa, memperlihatkan bagaimana hubungan cinta tidak selalu berjalan mulus. 

Film ketiga, Milea: Suara dari Dilan, memberikan sudut pandang dari Dilan tentang kejadian-kejadian yang terjadi selama dua film sebelumnya, ini memberikan penonton pemahaman yang lebih mendalam tentang karakter Dilan dan alasannya bertindak seperti itu dalam hubungan mereka. Film ini sekaligus menutup trilogi dengan refleksi yang penuh emosi, di mana penonton dapat melihat bahwa cinta mereka tetap abadi, meskipun jalan hidup membawa mereka ke arah yang berbeda. 

Secara keseluruhan,trilogi Dilan tidak hanya menceritakan kisah cinta anak SMA,tetapi juga mengajak penonton merasakan romansa masalalu,di era di mana interaksi lebih sederhana, namun sarat dengan emosi. Film ini sukses besar,berkat perpaduan antara cinta yang menyentuh hati,karakter yang kuat dan latar belakang nostalgia yang membuat penonton merasa terhubungi dengan masa-masa itu.

Bagi mereka yang pernah merasakan cinta pertama atau mengalami masa-masa remaja di era 90-an, Dilan dan Milea adalah cerminan dari perjalanan emosi yang penuh kenangan. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Roman Selengkapnya
Lihat Roman Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun