Tax Amnesty... setiap saya mendengarnya, saya selalu merinding. Bulu halus saya selalu berdiri di saat saya mendengar atau membicarakan tax amnesty, entah itu karena pemikiran saya yang terlalu bodoh untuk mencerna, atau karena pemikiran saya yang terlalu lemah untuk menerima. Sesama Manusia diwajibkan saling memaklumi, maka bila pemikiran saya cenderung tidak bisa berfikir jernih terkait tax amnesty, maka maklumi saya.
Kabinet Jokowi-Jk boleh berwacana dan memberikan masukan kepada Presiden untuk memberlakukan tax amnesty, tentu setelah lebih dahulu melewati legislatif, karena semua kebijakan eksekutif harus atas persetujuan DPR (pembuat UU), apakah menkeu berfikiran cukup melalui perpu atau perpres ? (karena hingga saat ini RUU masih di DPR/tertunda) jika iya, maka menkeu dan para mentri yang setuju dan mengusulkan tax amnesty harus melihat perpu dan perpres (rentan banyak celah kekalahan di mata hukum), jika pemerintah tetap menunggu DPR mengesahkan, bargaining apa lagi yang akan di lobi-lobikan ?
Presiden mengatakan "ingin RUU Pengampunan Pajak segera disahkan agar aliran dana warga negara Indonesia yang disimpan di luar negeri kembali ke Indonesia".
"Kita ingin ada aliran uang kembali ke negara kita, kita butuh dana besar untuk pembangunan, utamanya infrastruktur", kata Jokowi, di JCC, Senayan, Jakarta, Jumat (4/3/2016/kompas).
Ilustrasi: detikzone.org
saya berfikir Presiden belum sepenuhnya mengkaji tentang tax amnesty, saya sendiri berharap Presiden tetap memukul habis program Nawacita, yang di dalamnya masuk "revolusi mental", saya ingin mengatakan "pak Presiden yang terhormat, anda berpotensi memimpin kembali untuk periode selanjutnya, maka percayalah dengan Nawacita yang menjadi tujuan anda membangun bangsa ini".
Presiden mengatakan butuh 5.000 triliun untuk membangun Indonesia selama 5 tahun, banyak langkah yang bisa ditempuh tanpa menimbulkan persoalan baru, menurut saya tax amnesty adalah persoalan baru yang bisa di gunakan oleh lawan politik Presiden untuk dengan mudah menyerang di kemudian hari, biarkan para konglomerat dengan sendirinya pulang ke Indonesia, buka sekat Pluralisme yang terhenti. Pluralisme adalah kunci utama perekonomian global, jika Presiden menginginkan uang banyak masuk ke Indonesia.
DKI Jakarta hanyalah sebuah ibukota negara, walaupun di DKI segalanya berawal, beranikah jokowi mengangkat Ahok sebagai Menko Perekonomian atau Menkeu? saya memahami kebingungan DPR-RI yang masih menunda RUU tax amnesty, karena 100% saya yakin DPR kita masih bingung dan tidak mengerti hal ini, dibutuhkan jalan panjang untuk mengesahkan. Study ke beberapa negara penganut liberalisme, dan dibutuhkan banyak ekonom serta ahli hukum untuk ikut terlibat dalam pembahasan, satu hal yang harus di ingat, kebenaran saat ini bisa menjadi kesalahan di masa akan datang, karena politik dan system pemerintahan Indonesia adalah presidensial, terlebih ini menyangkut Ekonomi.
Kelemahan SDM di Indonesia hanya satu, kita semua terbiasa mengatakan "pendapat pribadilah yang paling benar" (mungkin termasuk saya), tapi kita melupakan bila di balik pendapat itu tersimpan beribu-ribu resiko yang terkadang kita tidak mengetahuinya, apa saja resiko yang akan didapat terkait tax amnesty.
Pertama, siapkah Indonesia dan SDMnya jika dalam sekejap masuk dana segar 10.000 tilyun? saya tidak akan menjabarkan secara lebar, hanya ingin mengatakan,"terbuka lebar ladang korupsi terbaru...! silahkan pembaca menafsirkan dengan kemampuan masing-masing.
Kedua,tidak ada masuk uang sama sekali, karena tax amnesty hanya akan di gunakan untuk menghapus memori ingatan bahwa banyak konglomerat yang nakal (Mengapa tidak langsung saja abolisi, pengamupunan segala bentuk kejahatan money laundry...?) Silahkan pembaca menafsirkan dengan kemampuan masing-masing.
Ketiga, gugatan hukum dikemudian hari, seperti saya sebut di atas, system pemerintahan kita adalah presidensial, dan masih banyak resiko-resiko lainya, apakah saya menyadari resiko ini....?
Special Edition for Herry FK
Much more coment in.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H