Mohon tunggu...
Ivan Kurniawan
Ivan Kurniawan Mohon Tunggu... -

Saya adalah news lover. Saya bertambah lebih sejalan banyaknya yang saya baca. Saatnya untuk membalas dengan yang lebih pula untuk para pembaca

Selanjutnya

Tutup

Money

Jual Barang Mahal, Pasti Laku

23 September 2012   08:25 Diperbarui: 24 Juni 2015   23:52 1255
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Percaya diri sekalai judul yang saya buat ya. Padahal saya bukan penjual, cuma karyawan biasa. Ilmu berjualan pun masih kalah dengan pedagang nasi goreng yang sering lewat depan rumah. Rasanya cuma tergelitik saja atas fenomena bisnis jual beli ini, terutama saat mengetahui perusahaan Nokia bangkrut.

Siapa sih yang tidak kenal Nokia. Perusahaan raksasa dengan ribuan karyawannya dan yang pasti keuntungannya terdiri dari banyak angka. Handphone sejuta umat, tak ada yang tidak punya handphone Nokia dari mula periode 1991. Tapi kenapa nasibnya tragis seperti ini? apa pabriknya di bakar ?, ada yang menuntut?, atau CEO nya meninggal tiba-tiba?

Ini opini saya, saya tidak pernah memakai Nokia, bukan karena mahal. Nokia punya Handphone dari harga raja sampa harga kelasi. Saya bisa beli. Saya masih ingat sekali, sebuah koran khusus liputan Handphone selalu memberikan harga terkini dari handphone yang beradar di pasaran. Harga nokia kalau di count up, perhitungan sekilas saya, harganya naik di kisaran 100-200 ribu pada setiap jenjang tipe. Jadi bisa bayangkan berapa banyak handphne dari harga paling murah 400 ribu ke 5 juta. Padahal bentuknya hampir-hampir sama. Saya sadar sepenuhnya kalau Nokia ingin menghantam semua orang memakai Nokia. Siapapun, mau kaya, mau miskin, tua-muda, apapun di harapkan memakai nokia karena harga bukanlah hambatan.

Apa yang terjadi dipasaran sekarang ini. Semua orang punya, semua orang membahas Nokia. Lambat laun bukan hal yang isrimewa lagi membicarakannya. Semua bosan. Dalam pengamatan saya, masyarakat Indonesia adalah masyarakat yang sedikit hendosis. Suka akan kemewahan. kemewahan bagi kalangan tersebut adalah sebuah pencapaian, keharusan dan kebanggaan. Kelompok yang tidak bisa dikatakan sedikit itu lambat laun membutuhkan sesuatu yang spesial. Jangan bicara harga dengan mereka. Demi tujuan tersier mereka, harga adalah kasta terbawa dari sebuah kemewahan, dan..saya juga tidak tahu bagaimana mereka mendapatkannya. Apa yang terjadi kemudian, pelan tapi meyakinkan kelompok tersebut beralih ke i-phone atau blackberry. Padahal saat itu harganya terbilang mahal, ups, maafkan saya telah membicarkan harga.

Dari sekelompok penduduk bumi golongan inilah, eksistensi i-phone atau blackberry di perkenalkan. Kelompok menengah mulai menoleh, dan berusaha mendapatkannya pula. Berjalannya waktu, berjalanlah pula benda tersebut makin banyak di masyarakat. Dan tertebak, blackberry membuat harganya lebih turun dan...boooom !!! semua (kecuali masyarakat sangat miskin) memilikinya. Dan bagaimana nasib si Nokia?Kalian bisa megetahuinya sendiri. Lihat di sekeliling, apa dari 10 orang masih memiliki Nokia?

Kembali ke judul, kenapa kalau sudah banyak penjual produk murah kita masih mau mengekor? bersaing dengan mereka terlalu capek padahal banyak orang yang punya modal tapi mereka hanya mengikuti tren dan berpikir harus cepat terjual. Liat dong Ferrari, semua ingin memilikinya. Dan banyak juga yang sudah memilikinya. Ini artinya mobil ini terjual walau jumlahnya lebih sedikit. Tidak apa-apa, justru ini yang membuat mobil ini berkelas. Hanya di beli orang yang punya buku cek di kantongnya. Daripada bersaing membuat mobil murah meriah tapi harus jatuh bangun, mengintimidasi tim pengembangnya mencari material murah dan sejuta trik yang membuat mobilnya murha walau harus ada yang di korbankan.

Semua aspek bisnis kita bisa buat bisnis elegan. Warteg sudah banyak, kenapa tidak buat resto dengan piring emas. Hotel murah sudah membanjir, buat dong hotel yang kasurnya terbuat dari tumpukan uang. Hal-hal ini lah yang suka di incar oleh orang-orang kaya nan sombong yang jumlahnya di dunia ini semakin banyak.

Tulisan ini hanya mengajak tapi tidak memikirkan darimana modalnya. Ya karena saya dari awal hanya meracuni ke arah bisnis yang tak lazim (atau mungkin sudah banyak). Urusan modal, hmmm..saya belum bisa memberikan solusi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun