Mohon tunggu...
Yunus SeptifanHarefa
Yunus SeptifanHarefa Mohon Tunggu... Penulis - Penulis Buku Indah Tapi Tak Mudah

Berkarya untuk Indonesia

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Aku Membuang Rasa Takutku melalui Menulis

19 Maret 2018   22:17 Diperbarui: 19 Maret 2018   22:35 547
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber foto: theodysseyonline.com

Aku adalah orang yang paling takut dikritik. Bagiku, kritik adalah musuh besar yang harus dijauhi. Aku sangat penakut. Karena itu, daripada dikritik, aku memilih untuk diam saja. Tapi, sebenarnya, aku tahu kalau itu salah. Tidak mungkin aku menjauhkan diri dari yang namanya kritik.

 Aku tidak boleh begini terus. Itu tekadku. Aku harus siap dikritik. Inilah realitas kehidupan. Tidak boleh takut, harus siap dikritik.

Lalu, bagaimana caraku membuang rasa takut itu? Menulis adalah caraku membuang rasa takut itu.Akhirnya, aku bisa menemukan sebuah resep bahwa, "menulis bisa membuang rasa takutku dan membuatku lebih berani." 

Dengan menulis pula, aku tidak takut untuk dikritik. Bagiku, menulis itu sebuah tindakan penuh keberanian. Tanpa berani, tak mungkin seseorang akan menulis. Keberanian untuk menulis inilah yang mendorongku membuang rasa takut itu jauh-jauh.

Aku jadi lebih berani menyampaikan gagasanku, sekaligus kebodohan dan kekuranganku. Ketika aku menulis sesuatu, setiap orang punya persepsi berbeda dan mereka berhak mengritik bahkan menelanjangi tulisanku. Tapi, tidak apalah. Aku beranikan saja untuk menulis. Menulis apa saja yang ada di pikiranku. Termasuk tulisan sinis dan kritis, tetapi juga reflektif.

Aku ingat betul, aku pernah dimaki, karena berani mengkritik perilaku PNS di daerahku, yang menurutku waktu itu sangat tidak tepat. Mereka berciuman di depan publik. Lalu, aku menulis sesuatu tentang hal itu, dan aku memperjelas bahwa perilaku itu bukan kultur di daerahku. Menarik, karena banyak orang yang membagikan tulisan itu. Banyak yang setuju denganku.

Tetapi, tidak semua seperti itu. Aku dikirimi pesan pribadi oleh beberapa orang di daerahku. Dengan nada makian dan kasar. "Kamu hanya mempermalukan sukumu saja, dasar kau ....". Wah, di situ rasa takutku mulai muncul. Aku takut menuangkan tulisan lagi. Aku tidak ingin dinilai begitu. Meski aku menjelaskan alasanku menulis tulisan itu, mereka tetap saja tidak mau terima.

Ketakutan itu pernah membuatku berhenti menulis. Aku tidak mau, gara-gara menulis reputasiku jadi jelek. Wah sok banget ya, kayak punya reputasi he he he. Tapi, aku renungkan lagi. Aku tidak boleh berhenti menulis karena tanggapan orang-orang seperti itu. Itu hal wajar. Lumrah kalau tidak semua menyukaimu. Jangan takut. Selagi itu sebuah kebenaran, lakukanlah. Tulislah.

Dari situ, aku kembali bangkit. Membuang rasa takut yang ada di dalam diriku. Aku kembali menulis. Menulis dengan tetap mempertimbangkan segala resiko.  Resiko mengenai respons apa yang akan diberikan pada tulisanku.  Tapi, tak apalah, yang penting tujuanku baik. Aku ingin menulis sebuah kebenaran menyejukkan.  Aku memang konsisten pada hal ini. Tulisanku tidak boleh menghina atau memojokkan pihak tertentu. Tapi, tulisanku harus menawarkan perspektif dan warna yang lebih baik. Itu saja.

Oleh karena itu, sekarang aku jadi lebih berani. Aku tidak takut pada kritik. Ia bukan musuhku. Kuanggap saja kritik itu sebagai temanku dalam proses menulis. Aku menganggap kritik sebagai korektor, yang membuat tulisanku menjadi lebih baik dalam mengolah gagasan dan menuangkannya dalam sebuah tulisan.

"Buang rasa takutmu, menulis itu butuh keberanianmu!"(Yunus Harefa)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun