Mohon tunggu...
Yunus SeptifanHarefa
Yunus SeptifanHarefa Mohon Tunggu... Penulis - Penulis Buku Indah Tapi Tak Mudah

Berkarya untuk Indonesia

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Untukmu Para Wanita, Belajarlah dari Kasus Penembakan yang Dilakukan oleh Suami kepada Istrinya

14 November 2017   11:18 Diperbarui: 14 November 2017   11:31 1157
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber gambar: tribunnews.com

Ketertarikan saya pada kasus penembakan yang dilakukan oleh dokter Helmy kepada istrinya dokter Letty, bukanlah terletak pada status mereka sebagai dokter. Meskipun, pekerjaan mereka itu, seharusnya bisa menunjukkan kualitas hubungan mereka.  Keduanya dianggap sudah berpendidikan. Namun, ternyata status ataupun tingkat pendidikan tidak memberi jaminan untuk terciptanya hubungan pernikahan yang sehat. Yang menarik, tragedi penembakan ini dilakukan oleh suami kepada istrinya.

Menurut saya kasus semacam ini membuat saya bertanya-tanya,"Mengapa cinta yang romantis bisa berakhir sadis?"

Jika membaca berita-berita  yang sudah tersebar di berbagai media, awalnya kasus pembunuhan tersebut berawal dari kekerasan fisik yang dilakukan dalam rumah tangga. Kemudian, masalah itu berlanjut selama bertahun-tahun hingga mencapai puncaknya dalam tragedi penembakan yang dilakukan oleh dokter Helmy kepada istrinya.

Tidak mau berlama-lama membahas kasus itu, tapi hal yang harus kita sadari bersama bahwa Kekerasan Dalam Rumah Tangga bukan hanya terjadi dalam keluarga dokter Helmy dan dokter Letty saja. Tidak perlu disembunyikan. Kasus KDRT itu terjadi di mana-mana. Biasanya, wanitalah yang selalu menjadi korban.

sumber gambar: borneonews.com
sumber gambar: borneonews.com
Dalam kehidupan pernikahan, kekerasan kerap kali menjadi bagian yang tidak terpisahkan. Kadang kala, istri diperlakukan seperti binatang.  Ada yang disakiti secara fisik, ada pula secara psikis. Ini bukan hoax. Ini realitas.

Lalu, pertanyaan yang sama muncul kembali: "Mengapa cinta yang romantis harus  bisa berakhir sadis?"  Betul-betul sadis. Awalnya cinta dibangun dalam keromantisan, tapi mengapa harus berujung pada perceraian? Awalnya cinta menjanjikan keindahan, tapi mengapa bisa  berubah menjadi kesedihan? Cinta yang pada mulanya kuat seperti maut, mengapa harus berujung kepada maut?

Hanya yang sudah menikahlah yang bisa menjawabnya

Tapi, untukmu para wanita: Pikirkanlah 3 hal ini sebelum terjebak dalam cinta yang berujung pada maut!

1. STOP BERPIKIR BAHWA CINTA ITU SELALU MANIS

Ya, cinta memang tak melulu manis. Ketika memasuki masa pengenalan, ingatlah bahwa cinta itu punya dua sisi. Ada sisi yang mampu menyembuhkan, tapi ada juga sisi yang bisa melukai. Jangan sampai kita menutup mata melihat realitas  bahwa kadang kala, tak selamanya cinta itu manis.

2. STOP HANYA MENGGUNAKAN RASA

Untukmu para wanita. Jika sejak pacaran, sudah melihat tindakan pacarmu suka melakukan kekerasan fisik. Jangan pernah berharap agar dia bisa berubah kelak ketika menikah. Ingatlah, masa pengenalan juga masa untuk mempertimbangkan. Jangan hanya menggunakan rasa, tapi juga rasio. Berpikirlah dengan akal sehat. Apabila di masa pacaran saja sudah sering melakukan tindakan kekerasan. Masih mau untuk melanjutkan? Lebih baik sakit hati sekarang, daripada  tersakiti selamanya dalam jebakan pernikahan.

3. STOP  SEGALA BENTUK KEKERASAN

Hai laki-laki, berhentilah memperlakukan wanita seperti binatang.  Mereka adalah manusia yang seharusnya menjadi penolong yang sepadan bagimu.

Untukmu para wanita, jadilah wanita yang diteladani. Hargailah dan hormatilah pasanganmu.Tapi, ingat ya: jagalah dirimu!!!  Jangan diam saja ketika diperlakukan di luar batas-batas. Jangan hanya pasrah ketika kamu diperlakukan seperti hewan. 

Berbicaralah.

Bersuaralah.

Jangan diam saja!!!!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun