Indonesia adalah negara yang kuat dari segi sumber daya alam, jumlah penduduk dan luas wilayah, namun apa daya, isu kemiskinan, pengangguran, dan ketimpangan masih menjadi pekerjaan rumah yang memang tidak dapat diselesaikan sekejap mata.
Tiap harinya, sepanjang perjalanan dari Tanjung Barat ke Kota menggunakan commuterline, kemiskinan terasa begitu dekat. Di pinggir rel masih banyak manula, keluarga, dan anak-anak hidup hanya beralas atap tanpa dinding, terkhusus di Manggarai dan Tanah Abang. Anak-anak yang bermain tanpa lahan yang layak, penuh bahaya karena berada di area lintasan kereta.
Ibarat membangun sebuah rumah, perlu seorang arsitek yang memang memiliki knowledge (pengetahuan) cara membangun rumah, mulai dari merencanakan, peralatan apa saya yang dibutuhkan, sampai tahap proses membangun, hingga akhirnya rumah itu bermanfaat bagi penghuninya.
Rumah dengan fondasi yang kuat, tidak gampang roboh, dan kemanfaatannya dapat dirasakan hingga waktu berpuluh-puluh tahun. Sebagaimana rumah, Indonesia butuh seorang perencana, yang lebih dari seorang yang berpengetahuan, namun memiliki imajinasi yang kuat seperti apa pembangunan “rumah” Indonesia agar setiap penduduk yang tinggal di dalamnya merasakan kenyamanan dan kebahagiaan hakiki, bukankah itu tujuan sebenarnya dari proses pembangunan.
Terpilihnya Bambang PS Brodjonegoro yang sebelumnya memegang jabatan sebagai menteri keuangan menjadi menteri PPN/Kepala Bappenas menggantikan Sofyan Djalil mengundang pertanyaan sejumlah pihak. Mengapa harus Bambang PS Brodjonegoro? Mungkin pertanyaan membatin ini dirasakan pula oleh Bambang PS Brodjonegoro karena mengingat pekerjaan di Bappenas tentu saja jauh berbeda dengan keuangan.
Pernah mencicipi kuliah di ekonomi pembangunan menjadi modal bagi dirinya untuk mengevaluasi secara sigap dan tepat, apa yang selama ini luput dari perhatian seorang yang bekerja di Bappenas. Bambang menyatakan bahwa tiap pegawai Bappenas harus menjadi birokrat pemikir dan kritis, karena kebijakan yang dibuat tentu saja perlu dikaji dan dipantau, terus dievaluasi, dan bagaimana tindak lanjutnya jika sebuah kebijakan diteruskan atau memang perlu dire-evaluasi.
Reformasi struktur ekonomi perlu dilakukan. Indonesia sampai saat ini belum mampu menjadi negara berbasis industri. Pada level tertentu, negara berpendapatan menengah akan menjadi tidak kompetitif pada sektor industri bernilai tambah (value added industries), seperti manufaktur. Industri padat karya akan mulai berpindah ke negara berupah rendah sehingga pertumbuhan ekonomi pada negara tersebut akan cenderung stagnan atau bahkan menurun.
Negara berpenghasilan menengah (MIC) tidak hanya mengalami kesulitan untuk bersaing dengan low-wage countries, tapi juga kesulitan untuk bersaing dengan high-technology countries (Paus, 2011). Hasil penelitian menunjukkan bahwa negara-negara yang berhasil masuk ke kelas menengah atas yakni kelompok yang memiliki ekspor yang lebih beragam, canggih, dan non-standar sehingga dapat melompat dari perangkap berpenghasilan rendah saat ini (Felipe, 2012). Sektor industri manufaktur akan membuka peluang tenaga kerja yang lebih banyak, namun memang perlu kerja keras untuk mencapai tahap menjadi negara berbasis industri.
Menurut Bambang, otonomi daerah juga belum terasa dampaknya. Nyatanya, otonomi daerah yang diartikan kebebasan mengelola daerahya sendiri namun disayangkan luput dari inovasi dan kreativitas dalam pembangunannya. Daerah tertinggal semenjak otonomi daerah digulirkan belum bergeser menjadi daerah yang lebih baik. Apa yang dikatakan Bambang sesuai dengan Peraturan Presiden Nomor 131 Tahun 2015 tentang Penetapan Daerah Tertinggal Tahun 2015 – 2019. enurut Perpres ini, pemerintah menetapkan Daerah Tertinggal setiap 5 (lima) tahun sekali secara nasional berdasarkan kriteria, indikator, dan sub indikator ketertinggalan daerah.
Penetapan Daerah Tertinggal sebagaimana dimaksud dilakukan berdasarkan usulan Menteri dengan melibatkan kementerian/lembaga terkait dan pemerintah daerah. Disebutkan bahwa masih ada 122 daerah yang ditetapkan pemerintah sebagai Daerah Tertinggal 2015 – 2019.
Peningkatan produktivitas juga menjadi perhatian Bambang. Sektor produktif memerlukan pendekatan yang berbeda. Untuk menghindari middle-clas trap, dibutuhkan diversifikasi produk, misalkan dalam industri fashion, perlu pendekatan mode sehingga karya yang dihasilkan memang unik dan inovatif sehingga berdaya jual tinggi. Dunia yang begitu cepat inipun jika tidak diikuti dunia pendidikan, dunia usaha, dan dunia industri tentu akan terus ketinggalan. Contoh saja, laptop yang selalu berganti inovasinya, tentu saja jika ada SMK yang menggunakan laptop yang lama untuk direparasi maka kemampuan siswa SMK akan diragukan di pasar kerja, karena hanya bisa membenarkan laptop lama. Oleh karenanya, updating terhadap perubahan itu sangat dibutuhkan.