Mohon tunggu...
Muhammad Ivan
Muhammad Ivan Mohon Tunggu... Administrasi - PNS di Kemenko PMK

Sebagai abdi negara, menulis menjadi aktivitas yang membantu saya menajamkan analisa kebijakan publik. Saya bukan penulis, saya hanya berusaha menyebarkan perspektif saya tentang sesuatu hal.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Pendidikan Menengah dan Potensi Pemilih Pemula

19 Juli 2016   14:06 Diperbarui: 19 Juli 2016   14:12 110
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sebagai misal, pihak SMA Negeri Bungaraya, Kabupaten Siak, mengeluarkan 3 siswanya yang mengkritisi gurunya di facebook. Namun pihak sekolah menyebut, status FB para siswa itu hanya sebagai puncaknya, "murid terlambat dihukum, guru terlambat tidak dihukum". Siswa lainnya lantas ikut mengomentari dengan kalimat 'bakar'. Inilah yang membuat marah pihak sekolah dan membuat keputusan sepihak mengeluarkan siswa tersebut termasuk dua temannya. Kritik yang dilakukan siswa kepada guru dan sekolahnya lantas berlanjut pada keputusan secara sepihak yang dilakukan pihak sekolah. Dalam konteks ini, bahwa kritik yang dilontarkan kepada sekolah dimaknai sebagai bentuk penghinaan terhadap sekolah. Namun tidak lama setelah itu, Disdik mencopot kepala sekolah dari jabatannya.

Beberapa waktu lalu, rektor UNJ mengeluarkan mahasiswanya yang membuat status facebook bernada menghina, menghasut, dan memfitnah. Mahasiswa yang juga ketua BEM UNJ tersebut dinilai tidak etis dalam mengakomodir kepentingan mahasiswa. Meski tidak sempat diajukan ke PTUN, rektor dan mahasiswa tersebut akhirnya berdamai dan rektor mengaktifkan kembali status mahasiswa tersebut.

Guru transformatif

Menimbang hal tersebut, potensi guru dinilai sangat vital untuk merancang pembelajaran yang lebih dialogis terkhusus di pelajaran pendidikan kewarganegaraan yang memuat tentang hak politik warga negara.

Potensi pemilih pemula yang berada di jenjang pendidikan menengah menghadirkan pemilih yang tidak mudah terbujuk rayu kampanye. Di Amerika, individu dengan pencapaian pendidikan yang yang lebih baik memiliki pengaruh yang lebih tinggi. Bahkan, menurut Nie, Junn, dan Stehlik-Barry (1996) menganggap fenomena tersebut "temuan penelitian terbaik tentang perilaku politik di Amerika”. Untuk beberapa hal, pencapaian pendidikan dapat menjadi mencerminkan status sosial atau motivasi pribadi dan kemampuan seseorang, tetapi beberapa studi menemukan bahwa pendidikan dapat meningkatkan jumlah pemilih (Dee, 2003; Sondheimer & Green, 2010).

Tim ICCE (2005:7) mengemukakan bahwa pendidikan kewarganegaraan adalah pendidikan demokrasi yang bertujuan untuk mempersiapkan warga masyarakat berpikir kritis dan bertindak demokratis, melalui aktivitas menanamkan kesadaran kepada generasi baru, bahwa demokrasi adalah bentuk kehidupan masyarakat yang paling menjamin hak-hak warga masyarakat. Masalahnya, pemilih pemula saat ini sangat bergantung pada tren sosial media untuk mendapatkan informasi. Idealnya,  guru pendidikan kewarganegaraan perlu juga bertransformasi mengikuti perkembangan zaman. Pembelajaran dan pengalaman belajar yang relevan dan kontekstual dalam kehidupan nyata dan mengembangkan mental yang kaya dan kuat pada siswa bertumpu pada guru transformatif tersebut.

 Siswa sudah cukup cerdas dan mandiri mencari informasi melalui internet, namun sekolah adalah jeda untuk memperkaya pengalaman dan pengetahuan siswa. Dengan kata lain, guru harus menjadi teman diskusi yang ramah dengan dengan berbagai istilah yang familiar dengan dunianya. Kebiasaan berdiskusi ini akan melahirkan keterbukaan dan keberanian siswa dalam mengekspresikan pemikiran dan nurani tanpa harus takut mengungkapkannya.

Guru PKn adalah miniatur personal yang menjadi contoh untuk mengajarkan siswa tentang pentingnya kritik untuk memperbaiki kondisi dan mutu belajar serta kepedulian siswa terhadap isu-isu politik yang berkembang di daerahnya. Untuk itu, mindset guru PKn bukan sekadar mengajar, namun juga menjadi pendidik demokrasi yang dapat melahirkan warga negara yang peduli dalam berbagai masalah kemasyarakatan (civic affairs). Jelas, guru PKn memegang peranan penting dalam mengolah dan mengeksplorasi “darah muda” tersebut untuk dapat mengekspresikan kritik dengan bahasa yang santun dan elegan.   

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun