Mohon tunggu...
Muhammad Ivan
Muhammad Ivan Mohon Tunggu... Administrasi - PNS di Kemenko PMK

Sebagai abdi negara, menulis menjadi aktivitas yang membantu saya menajamkan analisa kebijakan publik. Saya bukan penulis, saya hanya berusaha menyebarkan perspektif saya tentang sesuatu hal.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Holistikasi Infrastruktur, Dari Kota Cerdas hingga Perbatasan

1 Juli 2016   10:09 Diperbarui: 17 Januari 2019   17:03 205
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Ibarat sebuah rumah, infrastruktur bukan hanya menjadi pelengkap sebagaimana sendok untuk makan, tetapi lebih dari itu, menunjang hajat hidup orang banyak seperti membangun dapur dan membuat meja makan yang sudah tersedia segala macam peralatan makan. Lalu, siapa yang telah mendapat manfaat dari infrastuktur yang telah dibangun oleh pemerintah? 

Faktanya, di tingkat daerah, alokasi anggaran untuk infrastruktur terus meningkat, namun temuan studi KPPOD (Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah) memperlihatkan bahwa peningkatan anggaran tersebut tidak diikuti dengan peningkatan kualitas infrastruktur.  Dari 1400 triliun rupiah yang ditargetkan dalam MDG (Sekarang SDG) bahwa selama 5 tahun pemerintahan Jokowi hanya 400 triliun rupiah yang dapat dipakai.

Secara teknis, lemahnya faktor infrastruktur juga dikonfirmasi oleh hasil survei International Institute for Management Development (IMD). Hasil survei pada tahun 2011 tersebut menempatkan Indonesia pada peringkat 37 dari 59 negara dengan titik lemah tingkat daya saing Indonesia terletak pada aspek infrastruktur yang meliputi infrastruktur dasar, infrastruktur teknis, infrastruktur sains, kesehatan dan lingkungan hidup, serta pendidikan.

Pelayanan publik dalam pendidikan dan kesehatan serta jaminan sosial tidak akan serta merta membawa bahagia jika infrastruktur tidak didukung secara mumpuni, dalam hal ini, pembangunan infrastruktur harus ditopang pula dengan moda lainnya, seperti transportasi yang layak, rute jalan yang aman dan saling terhubung, serta inisiasi Pemda dalam mendukung skema kemitraan dengan swasta yang lebih bertanggung jawab (bukan mengalihkan tanggung jawab terhadap swasta) sehingga tidak selalu tergantung dengan pemerintah pusat.

Kenyataan di lapangan  menunjukkan, dalam kurun waktu 2007 dan 2010 anggaran belanja Pemda di kabupaten/kota Indonesia untuk pembangunan infrastruktur berkisar antara 11% - 13% (Kemenkeu 2007 dan 2010). 

Namun, di kurun waktu tersebut data BPS menunjukkan bahwa kualitas jalan rusak dan parah justru semakin tinggi. Pada tahun 2007, panjang jalan kabupaten/kota dengan kualitas rusak-parah mencapai 24,9% dan pada tahun 2010 meningkat menjadi 44.4% (BPS, 2011). Menurut pandangan KPPOD disinyalir bahwasanya maju atau mundurnya pembangunan infrastruktur berasosiasi dengan sepak terjang  partai politik di DPR. 

Bayangkan, pada proyek pengadaan barang dan jasa, porsi anggaran terbesar justru untuk perjalanan dinas dan bukan untuk barang dan jasanya, ini juga pada akhirnya berdampak pada berkurangnya kualitas hasil proyek. Cara untuk ‘memaksakannya’ adalah dengan membuat rapat persetujuan anggaran melalui voting (Buletin KPPOD, edisi September-Oktober 2012).

Dengan jumlah dan luas Indonesia yang begitu luas, terlebih di era otonomi daerah seharusnya memberikan lebih banyak kesempatan kepada pihak pemda untuk berinisiasi dan lebih otonom dalam membangun daerahnya. Saya menilai jika memang konsep infrastruktur terlalu luas, menjadikan daerah seperti kabupaten/kota dalam konsep “smart city” (kota cerdas) saya nilai sangat menarik untuk dilirik. 

Jika Singapura saja mampu mengolah negerinya yang sangat kecil menjadi hingar bingar hingga ke mancanegara, saya yakin, banyak daerah yang memiliki potensi yang sama seperti Singapura. Yang menjadi masalah dalam pembangunan infrastruktur sebenarnya lebih kepada pembuat kebijakan dan stakeholder yang saling terkait di dalamnya. 

Tentu saja, ide segar seperti smart city menjadi menarik diperbincangkan mengingat perubahan zaman yang terus membaru di setiap detik kehidupan. Tidak cukup Jakarta (sudah menjadi megacity), di setiap provinsi minimal ada sebuah smart city sebagai penunjang kehidupan pelbagai sektor dan antar daerah yang saling mendukun.

Pengembangan smart city di Indonesia bukanlah konsep baru, konsep ini sangat berkaitan dengan pencapaian SDG di Indonesia. Dari 17 agenda SDG, ada 2 (dua) agenda yang sesuai dengan pengembangan smart city, yakni:

  1. agenda nomor 11: membuat kota dan pemukiman manusia yang inklusif, aman, tahan banting dan berkelanjutan;
  2. agenda nomor 16: mempromosikan masyarakat yang damai dan inklusif untuk pembangunan berkelanjutan, memberikan akses keadilan bagi semua dan membangun institusi yang efektif , akuntabel dan inklusif di semua tingkatan. 

Oleh karenanya, pengembangan smart city harus ditunjang oleh smart governance yang membutuhkan pengelolaan yang baik terhadap potensi wilayah dan kebijakan yang saling mendukung antar daerah (seperti infrastruktur transportasi), untuk DKI Jakarta yang sudah mapan menjadi megacity baru dibentuk Badan Pengelola Transportasi Jabodetabek (BPTJ) untuk mengkoordinasikan urusan tranportasi antar wilayah yang bersinggungan dengan DKI Jakarta.  

Infrastruktur di perbatasan: prioritas utama

Daerah perbatasan antara Indonesia-Malaysia di Kalimantan Timur masih terbelakang dan agak tersingkir dalam hal pembangunan dibandingkan di daerah lain di Indonesia. Badan Pusat Statistik Provinsi Kalimantan Timur ( 2012) menyebutkan bahwa kondisi ini terjadi karena beberapa alasan seperti isolasi geografis: rendahnya tingkat kesehatan dan pendidikan, jumlah orang miskin yang relatif tinggi; dan rendahnya tingkat kesejahteraan sosial-ekonomi masyarakat. Membangun infrastruktur di daerah perbatasan seharusnya difokuskan pada isu-isu transportasi, sementara mengembangkan ekonomi adalah penekanan pada menciptakan daerah sebagai pusat pertumbuhan ekonomi.

Dalam penelitiannya di Jurnal Academic Research International, Mulawarman (2013) menjelaskan bahwa kesenjangan besar dalam infrastruktur antara dua negara menyebabkan masyarakat Indonesia cenderung pergi ke Malaysia dibandingkan dengan daerah lain dalam wilayah Indonesia. Ini adalah faktor utama yang membuat hidup masyarakat Indonesia di perbatasan memilih untuk menyeberang ke Malaysia karena dapat meningkatkan ekonomi lokal di perbatasan Malaysia. 

Selain itu, masih ada beberapa provinsi yang berhadapan dengan negara lain adalah Nusa Tenggara Timur, Sulawesi Utara, Papua, Maluku, papua Barat, Kepulauan Riau, Maluku Utara, dan Naggroe Aceh Darussalam. Ada 27 Kabupaten dari 183 daerah tertinggal tahun 2010 yang terdapat di perbatasan.

Dengan demikian, ada beberapa hal yang harus diperhatikan oleh pengambil kebijakan baik di tingkat pusat maupun daerah, yakni: pertama, yang harus dipikirkan saat membangun infrastruktur, yakni: bukan sekadar menghabiskan anggaran dan selesai, namun menciptakan konsep infrastruktur yang menghadirkan identitas dengan pencitraan yang mumpuni. Ini membutuhkan arsitek dan kontraktor yang tidak hanya mampu mendesain dan membangun, namun terasa pula identitas dan budaya bangsa.

Kedua,  menyediakan infrastruktur dan pelayanan publik melalui penggunaan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) yang dapat menunjang kebutuhan warga. Di zaman digital, aksesibilitas internet menjadi vital karena menjadi pendorong perekonomian rakyat, karena akselerasi pertumbuhan sektor internet di Indonesia sangat cepat, dengan pengguna dari 55 juta pengguna di tahun 2012 dan mencapai 125 juta di tahun 2015 (redwing-asia.com). 

Sebagaimana yang dialami rekan dari GGD  (Guru Garis Depan) bahwa tantangan klasik bagi guru di daerah 3T (Terdepan, Terluar, Tertinggal) adalah akses internet dan sinyal menjadi persoalan tersendiri bagi daerah penempatan GGD, sehingga jika ada permasalahan yang dialami GGD tidak dapat diketahui secara cepat. 

Misalkan, GGD yang sakit keras dan membutuhkan transportasi serta biaya yang cukup mahal untuk mencapai rumah sakit yang layak di perkotaan. Ketiga,  membangun kapasitas masyarakat dengan menciptakan infrastruktur rekreatif  yang dapat menopang peningkatan warga yang inovatif, kreatif dan produktif. Ada sebuah studi di Kanada bagaimana rekreasi mampu menjadikan masyarakat lebih sehat dan setelah diidentifikasi terdapat delapan manfaat utama dari kegiatan rekreasi lingkungan (Canadian Parks & Recreation Association.1997), yakni :

  1. Rekreasi dan hidup aktif sangat penting untuk kesehatan pribadi dan penentu utama kesehatan status.
  2. Rekreasi adalah kunci untuk pembangunan manusia yang seimbang.
  3. Rekreasi dan taman sangat penting untuk kualitas hidup.
  4. Rekreasi mengurangi merusak diri sendiri dan anti-sosial perilaku.
  5. Rekreasi dan taman membangun keluarga yang kuat dan masyarakat yang sehat.
  6. Bayar sekarang atau membayar lebih Nanti! Rekreasi membantu mengurangi pelayanan kesehatan, pelayanan sosial, dan Polisi/biaya pengadilan.
  7. Rekreasi dan taman generator ekonomi yang signifikan di masyarakat.
  8. Taman, ruang terbuka dan daerah alam sangat penting untuk kelangsungan hidup ekologi

Daerah perbatasan seperti jendela di sebuah rumah yang mencerminkan siapa pemilik negeri ini. Dengan menguatkan basis perbatasan, maka secara tidak langsung, daerah perbatasan akan menjadi daerah pertahanan yang kuat dan warganya bangga menjadi orang Indonesia. 

Holistikasi infrastruktur mulai dari Smart City hingga daerah perbatasan semoga tidak hanya tumbuh dalam sebuah baja yang menguatkan sebuah bangunan, namun bagaimana infrastruktur juga harus mampu memberi nutrisi yang menyehatkan masyarakat dan hubungan di antara mereka. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun