Ivananda Siera Lisna Putri, Mahasiswa D3 Keperawatan, Fakultas Vokasi, Universitas Airlangga.
Obesitas merupakan kondisi patologis, dimana terjadi penumpukan lemak yang melebihi kebutuhan untuk fungsi tubuh. Obesitas bisa dikatakan sebagai masalah kesehatan dunia yang resmi disebut sebagai epidemi global menurut World Health Organization (WHO).Â
Pengaturan pola makan ketika seseorang mulai mengonsumsi bahan makanan yang cenderung mengandung tinggi energi, seperti karbohidrat, lemak, dan rendah serat akan sangat rentan menimbulkan terjadinya obesitas. Sehingga sangat penting dalam memperhatikan keseimbangan antara asupan energi yang dibutuhkan dengan pengeluaran energi seperti melakukan aktifitas fisik yang berguna untuk menyeimbangkan energi agar tidak terjadi permasalahan pada gizi individu.Â
Aktivitas fisik menyebabkan adanya proses pembakaran energi yang dikeluarkan mulai dari membakar lemak hingga kalori tubuh yang disesuaikan dengan aktivitas fisik yang dikerjakan.Â
Seseorang yang mengalami obesitas dikarenakan massa tubuh yang berat akan cenderung malas dalam beraktivitas sehingga mereka akan lebih memilih untuk makan, duduk, istirahat, hingga tidur dari pada harus mengeluarkan keringat untuk melakukan aktivitas fisik.
Pada kasus di negara maju permasalahan akibat obesitas telah melebihi kasus permasalahan kesehatan akibat pecandu rokok dan alkohol. Para ahli menyebutkan bahwa obesitas telah menjadi sebuah epidemi sehingga bisa saja sewaktu-waktu akan terjadi pandemi. Secara epidemiologi kasus obesitas tidak akan menyebar begitu saja di kalangan masyarakat tanpa adanya faktor pendukung yang memengaruhinya, yakni: (1) Jenis kelamin, (2) Usia, (3) Tingkat pendidikan, serta (4) Status ekonomi.Â
Dampak yang terjadi pada orang penderita obesitas terhadap penyakit degeneratif kronis, meliputi hipertensi, penyakit jantung koroner, stroke, kanker, diabetes tipe 2, dan kelainan tulang. Faktor genetik, perilaku kesehatan, dan pelayanan kesehatan menjadi kunci status kesehatan pada masyarakat dalam mengendalikan obesitas. Apabila aspek dasar tersebut masih belum bisa teratasi maka kasus obesitas akan terus berkembang di berbagai penjuru dunia.Â
Menurut WHO aktivitas fisik yang dilakukan secara teratur dapat mengendalikan proporsi berat badan dan menurunkan risiko obesitas sebesar 50%, dibandingkan dengan individu yang kurang melakukan aktivitas fisik.Â
Obesitas terjadi akibat adanya perubahan gaya hidup masyarakat yang kurang memperhatikan kesehatan individu melalui aktivitas fisik dan pola makan akibat dari berkembangnya status sosial ekonomi masyarakat baik dari perkotaan maupun pedesaan.Â
Perubahan gaya hidup yang salah menyebabkan masalah ganda yaitu terserangnya penyakit sindroma metabolik seperti obesitas yang tidak hanya menyerang pada usia dewasa saja melainkan usia anak dan remaja pun ikut rentan terkena obesitas.Â
Status gizi pada penderita obesitas secara umum dilakukan dengan menggunakan metode Indeks Massa Tubuh (IMT). Konsumsi gizi pada penderita obesitas harus benar-benar diperhatikan sehingga perlu adanya edukasi melalui informasi tentang Pedoman Umum Gizi Seimbang terkait asupan makanan yang sehat.
Hubungan aktivitas fisik dengan kejadian obesitasÂ
Kadar glukosa dalam darah memiliki hubungan yang signifikan dengan jumlah lemak pada tubuh sehingga berkaitan dengan pengaruh obesitas, pengaturan pola makan, serta pengeluaran energi melalui kegiatan aktivitas fisik.Â
Pola makan yang berlebihan dan aktivitas fisik yang kurang merupakan kejadian pola hidup sedentari (sedentary lifestyle). Dimana pengaruhnya melalui kesehatan seseorang akibat kelebihan berat badan.Â
Aktivitas fisik seperti olahraga secara rutin dapat mengurangi rata-rata angka kesakitan dan kematian pada penyakit kronis. Hal tersebut merupakan cara dalam menurunkan berat badan agar mendapatkan badan yang sehat serta ideal. Â Â
Gambaran aktivitas fisik pada penderita obesitas saat pandemi Covid-19
Masa pandemi Covid-19, aktivitas fisik di luar rumah sangat dibatasi, yang bertujuan untuk memutus rantai penularan virus Covid-19. Sehingga masyarakat disarankan untuk selalu berada di rumah dan jika ingin keluar harus tetap mematuhi protokol kesehatan. Aktivitas fisik yang teratur sangat bermanfaat bagi kesehatan tubuh guna menambah imunitas dalam menghadapi terjangan virus yang berbahaya.Â
Aktivitas fisik juga dapat membantu meningkatkan kesehatan mental serta mengurangi risiko depresi. Gambaran aktivitas fisik terbagi dalam tiga kategori, yakni kategori ringan, sedang, dan berat.
Pada aktivitas fisik ringan hanya memerlukan sedikit tenaga dan tidak mengalami perubahan pada pengaturan pernapasan dan ketahanan tubuh (endurance). Saat melakukan aktivitas ini juga masih dapat berbicara dan bernyanyi, Â seperti: berjalan, menyapu, mencuci baju, belajar, memasak, menjahit, duduk bekerja di depan komputer, membaca, menulis, mengoperasikan mesin dengan posisi duduk atau berdiri, latihan peregangan dan pemanasan, membuat prakarya, memancing, memanah, menembak golf, dan lain sebagainya. Aktivitas fisik ringan dapat mengeluarkan energi sebesar <3,5 kkal/menit.
Pada aktivitas fisik sedang sudah mulai dibutuhkan tenaga intens secara terus menerus, gerakan otot yang berirama dan mulai mengandalkan kelenturan tubuh (flexibility).Â
Tubuh  juga mengeluarkan keringat meskipun tidak banyak, denyut jantung dan frekuensi nafas mulai meningkat,  seperti: berlari kecil (jogging), tenis meja, berenang, bersepeda, jalan cepat dengan mendengarkan musik, berdansa, berkebun, memindahkan perabot ringan, bermain tangkap bola, berlayar, bermain badminton dan volly rekreasional, dan lain sebagainya. Aktivitas fisik sedang dapat mengeluarkan energi sebesar 3,5 -- 7 kkal/menit.
Pada aktivitas fisik berat sangat erat kaitannya dengan olahraga yang membutuhkan kekuatan tubuh (strength) sehingga memunculkan keringat yang cukup banyak, denyut jantung dan frekuensi nafas sangat meningkat sampai terengah-engah, seperti: berlari, bermain sepak bola, berjalan cepat, bela diri, berjalan dengan membawa beban di punggung, lompat tali, menimba air, memindahkan perabot berat, bersepeda lebih dari 15 km/jam dengan lintasan mendaki, bermain badminton dan volly kompetitif, dan lain sebagainya. Aktivitas fisik berat dapat mengeluarkan energi sebesar >7 kkal/menit.
Pencegahan dalam menanggulangi epidemi obesitas
Pada dasarnya pencegahan obesitas dapat dilakukan melalui intervensi gaya hidup yang sehat dan terapi medik (seperti: pemberian obat-obatan dan operasi bariatrik bila dibutuhkan).Â
Perubahan pola gaya hidup lebih difokuskan pada modifikasi pola makan yang dikonsumsi harus rendah lemak dan menyeimbangkan aktivitas fisik. Penanganan yang komprehensif bersifat kombinasi berbasis masyarakat telah dikembangkan melalui teknik Ensemble Prevenons l'Obesite Des Enfants (EPODE). Â
Kesimpulan
Mempertahankan pola makan yang sehat dan selalu mengimbangi dengan aktivitas fisik sangat berpengaruh besar dalam menjaga tubuh agar terhindar dari obesitas.Â
Secara praktis aktivitas fisik yang kurang merupakan faktor utama seseorang akan mengalami kegemukan atau obesitas, dikarenakan kondisi tubuh tidak seimbang antara pemasukan dan pengeluaran energi. Sehingga diharapkan memulai hidup dengan menyempatkan waktu beraktivitas fisik tiap hari yang dimulai dari aktivitas fisik ringan, sedang, dan berat secara konsisten.
Konsekuensi dari epidemi obesitas sangat berdampak pada tingkat kesehatan masyarakat sehingga menimbulkan peningkatan pembiayaan kesehatan untuk menanggulangi angka obesitas.Â
Dibutuhkannya pengendalian epidemi obesitas melalui pendekatan aspek sosial, biologi, teknologi, dan ekonomi untuk menanggulangi kejadian epidemi obesitas saat pandemi Covid-19 ini.Â
Perubahan pola gaya hidup secara mandiri harus tetap ditekankan agar angka kejadian obesitas di penjuru dunia semakin menurun dan masyarakat relatif memiliki badan yang sehat serta ideal.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H