Negeri Indonesia memang begitu menakjubkan. Karena terdiri dari banyak pulau, otomatis ras-tradisi-bahasa dan agama yang ada juga berbeda satu sama lain. Kaya akan budaya. Kaya akan keberagaman. Sampai muncullah istilah Bhinekka Tunggal Ika: Berbeda-beda namun tetap satu. Kita patut berbangga atas hal ini. Lihat saja negara Korea Selatan, Jepang, ataupun Cina. Mereka hanya punya satu budaya yang sama untuk satu negara. Orang Korea ya orang Korea semua. Orang Jepang ya orang Jepang semua. Semua sama, seragam. Tidak seperti Indonesia yang terdiri dari berbagai macam suku seperti suku Jawa, Batak, Tionghua,dll. Tentu ini menjadi suatu hal yang patut dibanggakan, bukan?
Di Kota Semarang sendiri, keberadaan suku Tionghua memang sudah diakui sejak lama. Meskipun berada di Jawa Tengah,budaya Tionghua yang ada tidak hilang kelestariannya. Misalnya, dengan dibangunnya Kuil Sam Poo Kong yang menjadi salah satu daya tarik kota Semarang. Kuil Sam Poo Kong merupakan tempat persinggahan dan pendaratan pertama seorang Laksamana Tiongkok beragama Islam yang bernama Laksamana Cheng Ho. Tempat ini biasa disebut Gedung Batu, karena bentuknya merupakan sebuah Gua Batu besar yang terletak pada sebuah bukit batu.
Kuil Sam Poo Kong terletak di Simongan, di kota barat daya Semarang. Seperti Kuil-Kuil Cina pada umumnya, Kuil ini juga didominasi warna merah. Sejumlah lampion merah tidak saja menghiasi kelentengnya, tetapi juga menghiasi pohon- pohon sepanjang jalan menuju gerbang utama. Sejak renovasi besar- besaran tahun 2005, Kuil Sam Poo Kong menarik perhatian lebih banyak orang untuk berkunjung. Salah satu tempat yang paling diminati adalah halaman luas di depan kelenteng, dimana terdapat sejumlah patung besar termasuk patung Laksamana Cheng Ho. Di sinilah atraksi - atraksi kesenian berupa tari tarian, barongsai ataupun bentuk kesenian lain digelar untuk memperingati hari bersejarah yang berhubungan dengan Cheng Ho atau budaya China.
Hal menarik yang bisa dilihat disana ialah pengunjung yang datang tidak semuanya orang keturunan Tionghua. Semua orang dari berbagai suku dan budaya sering mengunjungi kuil ini. Mereka tertarik untuk melihat kebudayaan Tionghua, belajar sejarah Cina, berfoto-foto, bahkan mencoba menggunakan baju tradisional Cina. Di hari-hari besar seperti Hari Raya Imlek atau hari kelahiran Cheng Ho pun, tidak hanya orang Tionghua yang datang ke kuil ini untuk merayakannya. Semua orang, tidak peduli dari ras atau agama apapun, menikmati perayaan yang disertai dengan arak-arakan, bazaar, dan festival Barongsai.
Â
Selain kuil Sam Poo Kong ini, budaya Tionghua yang masih terasa kental di Semarang adalah berkembangnya kawasan Semawis. Semawis terletak di daerah Pecinan (Chinatown) yang sekarang menjelma menjadi salah satu ikon kuliner kota Semarang. Pasar Semawis adalah pasar malam dengan konsep kuliner dengan tenda-tenda yang menjajakan aneka jenis makanan dan juga minuman. Jalanan disekitar lokasi ini sengaja ditutup bagi kendaraan pada malam harinya untuk digelarnya pasar malam ini.
Pasar semawis ini buka setiap hari Jumat hingga hari Minggu mulai pukul 18.00 hingga 23.00 WIB. Ketika memasuki kawasan Pasar Semawis, kita akan menjumpai berbagai ornamen bernuansa Tionghoa terpasang di sepanjang jalan menuju pasar tersebut. Perpaduan makanan antara makanan lokal seperti sate sapi, nasi Pecel, nasi Pindang dan makanan khas Tionghua seperti nasi campur, nasi Baikut,bakmi, kue keranjang, bakpao atau cakwe bisa dengan mudah ditemui di Pasar ini.
Setiap malam pergantian Tahun Baru Imlek, di kawasan ini juga selalu digelar perayaan yang berlangsung meriah. Berbagai pernak-pernik keperluan Imlek tersedia di pasar tersebut. Berbagai atraksi budaya seperti barongsai dan liong (naga) selalu menarik perhatian warga, baik warga keturunan Tionghua maupun lokal. Kegiatan rutin menjelang datangnya Imlek ini adalah upaya melestarikan budaya Tionghua yang ada di Semarang. Selain itu, diharapkan juga Pasar ini bisa menjadi tempat pembauran antara etnis Tionghoa dan etnis lain di Semarang.