Mohon tunggu...
Ivan Alidjaja
Ivan Alidjaja Mohon Tunggu... -

Bandung, Jakarta, Helsinki

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Kalau Saya Pemilik 'Perusahaan'...

15 Maret 2016   14:41 Diperbarui: 15 Maret 2016   15:25 227
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

 

Baru pertama kali nulis artikel, jadi tolong masukannya dan kalau ada salah-salah kata, mohon dimaafkan sebelumnya.

 

Masih cerita tentang Bung Ahok yang mau jadi gubernur lewat jalur independen yang menciptakan reaksi beragam, terutama dari partai-partai yang ada. Kalau kita ikuti apa yang terjadi, ini sangat menarik sekali karena mengingatkan saya pada jualan di pasar.

Karena kebetulan saya suka menemani istri belanja di pasar, baik itu pasar sensi (senggol sana senggol sini) atau pasar kaget (kaget setelah ngeliat jumlah yang harus dibayar, karena pas ngambil-ngambil barang dibuat ga kerasa - tahu2 keranjang dorong udah penuh saja), saya tertarik melihat fenomena Ahok dan Parpol ini dilihat dari sudut yang lain, dari sudut pasar.

Di pasar sensi, atau pasar tradisional, para pedagang berkompetisi lewat harga dan pelayanan. Demikian juga di pasar non-tradisional alias supermarket, barang dagangan juga berkompetisi, namun dengan cara yang berbeda yaitu lewat posisi dagangan, kemasan dan tentunya harga. Kita-kita, para pembeli, tentu ingin beli barang bagus dan harganya pas lah untuk kualitasnya. Kita biasanya bete (baca: kesal) kalau 'udah barang mahal, eh, kualitasnya jelek - ditambah lagi kalo yg ngelayaninnya judes minta ampun'. Intinya, kita ini diajarkan dari kecil bahwa setiap barang dan jasa itu ada nilainya dan nilai ini biasanya diukur dan ditukar dengan yang namanya uang.

Dalam kasus Ahok dan Parpol, ada dua barang yang dijual:

Perusahaan A -> Ahok dengan segala sepak terjangnya yang ambil jalur independen dan didukung oleh teman Ahok.

Perusahaan B -> Parpol dengan segala sepak terjangnya yang katanya mau mengusung bakal calon gubernurnya sendiri.

Ijinkan saya untuk mengumpamakan 'parpol' dan ' Ahok dan teman ahok' sebagai perusahaan, agar 'nyambung' dengan tujuan saya untuk membahas hal ini dari sudut pasar. (Karena di pasar yg paling mudah dilihat adalah pertemuan antara perusahaan).  

Mari kita bahas Perusahaan B:

'Perusahaan' B adalah  'perusahaan' yang besar dan didukung keuangan dan sumber daya yang kuat, yg tujuan utamanya adalah menghasilkan produk yang baik. Dengan kata lain, 'perusahaan' besar itu pastinya mempunyai tim quality control yang bagus, sehingga produk berkualitas bagus dan dapat diterima pasar.

Namun, sayangnya, antara tujuan (cita-cita) perusahaan dan kenyataan yang di lapangan, itu ternyata cukup berbeda:

Ketika 'perusahaan B' menciptakan Produk B dan dilempar ke pasar, konsumen menemukan bahwa ada produk B yang bagus baik kemasan maupun  isinya namun tidak sedikit yang cacat produksi. Ada juga yang kemasannya bagus, tapi pas dibuka bungkusnya, isinya sudah expired. Di masa lalu, produk yang cacat produksi, masih bisa diterima (dimaklumi) karena yah...memang cuma itu yang tersedia. Tetapi konsumen sudah semakin kritis, di jaman produk bertebaran dan kompetisi antar produk itu ibaratnya lebih serem dari arena UFC atau Liga Inggris, konsumen punya posisi tawar yang lebih dalam memilih sebuah produk. 

Di dunia industri, kalau ditemukan produk yang cacat, maka itu biasanya suka menjadi 'berita' - padahal, mungkin saja produk itu adalah 1 dari 10 juta produk. Nah, bayangkan jika lebih dari satu produk yang cacat, atau bayangkan jika ternyata yang cacat itu lebih dari 10%, 20% atau 30%. Apa yang bakal terjadi? Yang pasti bakal terjadi kehebohan di tingkat konsumen. Konsumen akan 'memukul rata' bahwa seluruh produk itu cacat  (walaupun hanya 30% saja yg cacat, misalnya). 

Di jaman sekarang, jangankan 10% produk cacat, di bawah 1% produk cacat (dan ditemukan beredar di pasaran), itu mungkin akan jadi berita di facebook, twitter, dan sosmed lainnya.

Pertanyaan besarnya adalah apakah 'perusahaan' yang memproduksi produk B ini sudah menciptakan produk yang bagus dan berkualitas? Berapa persen dari produk itu yang cacat berkualitas bagus?

Sekarang, kita bahas Perusahaan A

'Perusahaan' A yang memproduksi Produk A itu ibaratnya saingan dari perusahaan B.

Yang jadi ’jualan’ 'Perusahaan' A adalah hal-hal apa saja yang tidak bisa dipenuhi oleh si 'Perusahaan' B dan produknya. Misalnya, produk B itu ditemukan banyak cacat produksi karena quality controlnya kurang bagus, maka si 'perusahaan' A itu ibaratnya berani garansi kalau barangnya kualitas prima alias ga ada cacat produksi dan kalaupun sampai ada (cacat produksi), maka garansi uang kembali plus ongkos kirim plus permintaan maaf plus bonus payung cantik.

Kalau mungkin 'Perusahaan' B, kurang tanggap (baca: lemot, malas-malasan) dalam merespon keluhan konsumen yang mengeluhkan karena adanya produk yang cacat (alias minta ganti baru), maka perusahaan A itu punya customer service yang siap 24/7 dan siap membantu dan kalau perlu, Manager turun tangan langsung untuk menjawab keluhan konsumen.

 Dilihat dari sudut produk, produk A ini sebenarnya ‘standar-standar’ saja. Ga ada yang aneh atau super spesial. Yg membuat Produk A berbeda adalah ketika competitor memangkas kualitas, si produk A ini ‘keukeuh’ (baca: tetap) pegang kualitas. Ibaratnya, kalau batagor (baso tahu goreng), harga boleh naek tapi kualitas ga dikurangin (pengalaman ketika menjadi pemerhati Batagor di Bandung). Produk A tidak kompromi dengan kualitas.

-

Anggaplah saya jadi pemilik perusahaan B............

Apa yang akan saya lakukan jika seandainya saya ‘pemilik perusahaan’ yang memproduksi produk B?

Yang pasti, saya akan buat peraturan baru di ‘perusahaan’ saya:

1. Pola pikir ‘perusahaan’ harus berubah. Kalau dulu, saya ‘bebas’ memproduksi barang dengan kualitas yg ‘suka-suka gue’, sekarang jika mau menang dalam kompetisi, ‘perusahaan’ harus mau rendah hati dan ‘tunduk’ pada kemauan pasar.

2. ‘Perusahaan’ harus sadar bahwa pasar itu sudah (dan selalu) berubah. Ini bukan jaman baheula di mana konsumen itu pasrah menerima produk apa saja. Sekarang ini banyak pilihan dan yg paling asyik, konsumen itu bebas untuk memilih.

3. ‘Perusahaan’ ini juga harus belajar dari kesalahan orang (perusahaan) lain. Merek (yang dahulu) besar dan kuat seperti Nokia Mobile Division, yang karena merasa ’powerful’, mereka ’enggan’ berubah dan akhirnya dilibas oleh kompetitor (Samsung, LG, dsb.). Yg artinya, kalau tidak mau berubah, maka akan dilibas oleh kompetitor.

4. ’Perusahaan’ ini akan didorong untuk lebih mengerti perilaku konsumen dan mengerti bahwa konsumen semakin cerdas dan informasi itu tersedia dengan mudah. Konsumen yang sekarang tidak lagi tergiur dengan ‘tampilan keren’ padahal kualitas barang ’memble’.

5. ’Perusahaan’ harus jujur (tidak boleh membohongi konsumen). Kita harus berani mencantumkan informasi penting seperti mengenai bahan-bahan pembuat produk, manfaat produk, expiry date, dan informasi lainnya di kemasan. Tidak ada lagi ’tipu-tipu’, semua harus terbuka dan jelas. Tidak ada lagi disclaimer dengan tulisan kecil-kecil yang biasanya ada di baris bawah – dengan harapan bahwa itu tidak akan dibaca oleh konsumen.

6. ’Perusahaan’ harus menciptakan produk berkualitas yang memberikan solusi dan bukan menambah masalah bagi konsumen.

-

Jadi, setelah melihat hal-hal di atas, akan sangat menarik untuk melihat apakah Perusahaan B itu akan ’keukeuh’ (tetap) teguh memegang prinsip ’kita lihat saja, siapa yang lebih kuat, saya atau keinginan pasar’ ataukah mereka akan beradaptasi dan merespon keinginan masyarakat dan menciptakan produk yang dapat diterima dan sesuai dengan keinginan masyarakat.

Sangat menarik juga untuk melihat apakah yang akan dilakukan perusahaan produk A jika pada akhirnya perusahaan B itu berhasil menjawab keinginan pasar dengan meluncurkan produk yang berkualitas bagus dan sesuai keinginan pasar. Strategi apa yang akan diambil oleh perusahaan A?

Akan sangat menarik melihat apa yang terjadi di hari-hari ke depannya...

-

Semoga tulisan di atas dapat dinikmati dan berguna.

 

Salam

Ivan

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun