Mohon tunggu...
ivan adilla
ivan adilla Mohon Tunggu... Guru - Berbagi pandangan dan kesenangan.

Penulis yang menyenangi fotografi.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Jimat Anti Malas

21 Mei 2021   22:05 Diperbarui: 21 Mei 2021   22:27 416
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ruang tamu rumah peninggalan M. Saleh saat saya dan isteri berkunjung pada 30 Desember 2020. Foto Yarsinelia Yunus

Apa arti buku bagi Anda? Selain untuk mendapatkan pengetahuan, bagi saya, salah satu fungsi utama buku adalah jimat melawan kemalasan. Saat duduk tak ada hasil, berjalan tanpa rencana, maka itulah pertanda saya mulai dirasuki kemalasan. Rasa malas adalah hal manusiawi. Bisa dialami setiap orang. dia bisa datang sesuka hati, tanpa alasan yang jelas. Kemalasan akan menjadi masalah   jika dibiarkan, atau malah dinikmati. Saat itu ia menjadi tidak manusiawi lagi, karena telah menjajah kemanusiaan kita.

Standar kemalasan maksimal biasanya adalah dua hari. Jika hingga hari ketiga saya tidak melakukan apa-apa yang bersifat produktif, siasat untuk melawan kemalasan harus segera disusun. Ada berbagai cara untuk melawan kemalasan. Misalnya berjalan-jalan, mengunjungi tempat yang berbeda, hingga bersih-bersih apa saja. Pada tingkat paling akut, maka saya akan ambil jimat anti malas andalan saya. Inilah yang akan saya bagikan dalam tulisan ini.

Jimat itu berupa sebuah buku kuno  berjudul "Riwajat Hidup dan Perasaian Saja, Moehammad Saleh Datuk Orang kaja Besar". Apa istimewanya buku ini sehingga bisa dijadikan jimat anti malas? Ada beberapa alasan sebenarnya. Tapi kali ini saya hanya menuliskan alasan mengapa buku ini bisa menjadi jimat anti malas bagi saya.

Buku ini ditulis oleh seorang yang tidak pernah sekolah sama sekali. Aslinya, buku ini ditulis tangan    dengan aksara Arab-Melayu dalam bahasa Minangkabau.   Jika benar Moehammad Saleh tak pernah sekolah, bagaimana mungkin ia bisa menulis buku kurang lebih 300 halaman ini? Di akhir abad sembilan belas, di Pariaman, Sumatra Barat,  kampung M. Saleh, belum ada sekolah untuk pribumi. M. Saleh baru belajar mengaji setelah ia remaja. Karena rasa malu menyaksikan teman-temannya sudah bisa salat dan mengaji sementara ia tidak tahu apa-apa. Saat yang sama ia sudah mulai berjualan ikan yang dibelinya dari nelayan di pantai.

Suatu hari, Saleh ingin memborong ikan kering yang dibawa kapal dari Sibolga.  Ketika bertanya tentang harga ikan, nakhoda menghitung seluruh biaya; harga beli, sewa kapal, biaya angkut dan sebagainya. Semua itu ditulis di atas batu tulis. Setelah itu nakhoda minta Saleh dan temannya menjumlahkan semua biaya itu. Jawab Saleh, "Di antara kami semua ini, tak satupun yang bisa tulis baca". Nakhoda hanya tersenyum mendengar jawaban itu. Ia kemudian mengajarkan Saleh menghitung menggunakan jari. Tentu saja seambil mengingatkan pentingnya bisa baca tulis untuk berdagang.

Malam hari, usai berjualan, Saleh mendatangi seorang guru yang menerima murid untuk belajar tulis-baca Arab-Melayu di rumahnya. Saleh mulai belajar dengan buku yang dipinjamkan oleh isteri gurunya. Dari sanalah kemampuan Saleh terasah. Ia kemudian mahir menghitung, belajar menulis buku hitung dagang, hingga dikenal sebagai akuntan di pasar Pariaman. Kemampuan ini dengan cepat membawanya ke dunia perdagangan antara pulau. Mulanya menjadi anak kapal, setelah itu menjadi nakhoda. 

Dengan kapal dagang, Saleh menyisir wilayah pelabuhan Pantai Barat Sumatra. Ia menyinggahi dan berniaga sejak dari Air Bangis, Sibolga, hingga Pulau Telo dan Pulau bai di Aceh. Mengalami berbagai peristiwa di laut, sejak dihantam badai, kehabisan bahan makanan, hingga dihantam tsunami. Sebagaimana pedagang lain, Saleh mengalami pasang surut dalam dunia usaha. Saleh akhirnya berhasil menjadi pedagang sukses. Ia memiliki banyak kapal yang membawa barang dagangannya ke berbagai pelabuhan sepanjang Pantai Barat Sumatra, memiliki banyak petak toko di Pariaman,  usaha kopra, agen garam, menjadi kontraktor pembangunan jalan kereta api, hingga pemasok atap rumbia untuk  asrama tentara.

Saleh juga menjadi pionir dalam bidang manajemen usaha. Ia menggabungkan seluruh anak usaha dalam sebuah unit dengan nama Maskapai Dagang Pariaman. Perusahaan ini didaftarkan menjadi sebuah usaha berbadan hukum pada 13 Oktober 1901. Saat itu tidak banyak pribumi yang memiliki  usaha dagang  berbadan hukum. 

Usaha berbadan hukum umumnya bermodal besar, memiliki kantork dengan adminitrasinya, mengerti dengan masalah hukum, ekonomi dan pemerintahan. Yang punya kemampuan seperti itu umumnya hanyalah pedasgang Eropa dan Cina, yang memang melakukan usaha perdagangan besar. Diperkirakan, Saleh merupakan pribumi pertama di Sumatra yang membuat usaha berbadan hukum resmi.

Saleh mengirim anak-anaknya ke sekolah untuk mendapat pendidikan yang baik. Anak-anaknya itu kemudian menjalankan dan mengembangkan usaha yang telah dirintis Saleh. Maskapai dagang itu kemudian menjadi usaha ekspor impo; mengekspor rempah ke Eropa, dan mengimpor mesin-mesin dari luar negeri.  Saleh meninggal dunia pada 28 Februari 1921 dalam usia 81 tahun. Selain usahanya, buku ini adalah salah satu peninggalannya yang berharga. Saleh menceritakan dengan dengan detil kisah hidupnya dalam berusaha dengan kronologi yang menarik. 

Belajar tulis-baca secara privat dengan sarana terbatas, Saleh berhasil memanfaatkan secara sungguh-sungguh kemampuan itu. Ia menjadi pencatat yang rajin. Dalam buku otobiografinya ia mencatat dengan detil jenis barang yang dijual, hutang piutang, jumlah modal hingga harga komoditi yang diperjualbelikan. Catatan itu dikumpulkan dan disimpannya dalam lemari hingga akhir hayatnya. Catatan itulah yag kemudian menjadi rujukan ia menulis biografinya.

Membaca episode-episode perjuangan Saleh melalui liku kemiskinan dan bangkit untuk meraih keberhasilan, penghormatannya pada orang tua dan kejujuran serta jasa orang lain, selalu membakar semangat dalam diri saya. Semangat yang membuat saya bisa mengalahkan kemalasan.

***

kulit depan biografi M. Saleh/goodreads.com
kulit depan biografi M. Saleh/goodreads.com

Saya pertama kali mendapat informasi tentang lbuku ini dari tulisan Tsuyoshi Kato, Rantau Pariaman: Dunia Saudagar Pesisir Minangkabau Abad XIX, dalam Akira Nagazumi (ed.) "Indonesia dalam Kajian Sarjana Jepang". Tak lama kemudian saya berusaha mendapatkan buku tersebut. Pertama kali, saya dapat fotokopi dalam huruf Arab-Melayu dalam bahasa Minang. D

okumen itu hilang karena kurang rapi menyimpannya. Beberapa tahun setelahnya,  saya mendapatkan lagi buku berbahasa Indonesia yang diketik dengan huruf Latin. Menurut informasi di kulit dalam, buku ini diterbitkan secara terbatas oleh sebuah yayasan keluarga. Selain aksranaya yang telah beralih menjadi aksara Latin, buku ini juga telah 'disusun bebas, didandani baru" oleh S.M Latif.

Nama terakhir ini adalah cucu dari Moehammad Saleh. Latif adalah ahli tanaman anggrek yang telah menulis banyak buku tentang tumbuhan kebanggaan Indonesia itu.  Buku karyanya tentang tanaman anggrek masih bisa dibeli secara online hingga saat ini. Ia merupakan  pendiri Sekolah Ekonomi di Kayutanam, Sumatra Barat, tempat Mochtar Lubis pernah bersekolah. 

Jadi, S.M. Latif ini adalah guru Mochtar Lubis. Jika Anda membaca buku "Berkelana di Rimba" karya Mochtar Lubis, kita seakan terbawa dalam petualangan di hutan lebat dengan segala jenis tanaman dan binatang. Tampaknya tulisan itu berasal dari pengalaman penulisnya saat memasuki belantara bukit barisan bersama gurunya itu. Bisa jadi juga, pengalaman di sekolah itulah yang membawa Mochtar Lubis tertarik pada dunia lingkungan hidup menjelang akhir masa hidupnya.

Otobiografi M. Saleh kini menjadi rujukan utama bagi setiap penulis tentang sejarah Pantai Barat Sumatra. Penulis ini dengan detil mencatat pengalamannya berdagang dan mengunjungi berbagai pelabuhan dan pulau sepanjang wilayah itu.  Padahal otobiografi itu sejak semula hanya dimaksudkan sebagai 'kenangan untuk anak cucu, wasiat yang akan ditinggalkan kelak".

Karena amat terkesan dengan buku dan tokoh ini, saya menulis buku kecil dari karya ini. Maksud saya, untuk memperkenalkan dan mengantar generasi muda pada tokoh yang mengesankan itu.  Buku itu tersedia dalam bentuk e book gratis dan bisa dilihat dalam tautan berikut https://gln.kemdikbud.go.id/glnsite/nakhoda-pesisir-barat/ 

Halaman sampul buku yang saya tulis untuk Gerakan Literasi Nasional (GLN)/dokpri
Halaman sampul buku yang saya tulis untuk Gerakan Literasi Nasional (GLN)/dokpri

Jika berkenan membaca, silakan diunduh.

Tahun lalu saya membeli secara online buku otobiografi Saleh yang dijual  di berbagai platform. Harganya tidak mahal. Tentu saja itu fotokopian dari cetakan tahun 1963, karena buku ini tidak pernah lagi diterbitkan ulang. Masih bisa dibaca, meski agak sedikit kabur. Ah, mana tahu ada yang berminat menerbitkannya lagi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun