"Wah, gak bisa malam mingguan ya.. huuu".
"Wah, alangkah beratnya menahan perasaan...", kata teman lain.
"Begitulah. Nasib orang muda menanggung rindu", kata Guru. "Kalau saya rindu pada kekasih, maka saya akan melihat atap rumahnya. Atau mengintai untuk melihatnya melintas di jalan sepulang sekolah. Melihat atap rumah atau lintasan wajahnya saja, rindu saya sudah terobati".
Selagi beliau menerangkan, dari luar kelas terdengar suara beberapa siswi tertawa. Beliau segera keluar. Tak lama kemudian masuk lagi, tapi tetap diam. Di luar terdengar langkah kaki orang berjalan. Pak Guru mendekatkan jarinya ke bibir, isyarat agar kami diam. Suara langkagh kaki terdengar makin jelas. Terdengar langkah kaki kedua, ketiga hingga keempat.
"Nah, sekarang saya mau bertanya", kata Pak Guru. "Mana langkah kaki yang kamu kenal? ", kata beliau ke arah saya. Saya gugup, tak menyangka ditanya seperti itu.
"Nomor dua, Pak", jawab saya spontan.
Pak Guru meminta ketua kelas keluar lokal dan mencari keempat siswi yang berjalan tadi. Tak lama ketua kelas kembali dan memberitahu nama siswi yang berjalan pada urutan kedua. Semua siswa langsung tertawa begitu mendengar nama siswi itu. Siswa nomor dsua itu memang teman baik saya.
"Begitulah kalau kita mengenal seseorang dengan baik. Kita tak hanya mengenal wajah atau suaranya. Bahkan langkah kakinya pun bisa diketahui dengan tepat", kata Pak Guru lagi. Kelas pun riuh dengan aneka suara menertawakan kepolosan saya.
"Jika pada manusia saja kita bisa begitu, apalagi pada Tuhan yang telah memberi kita kehidupan dan menyediakan segala kebutuhan kita".
Maka inti pelajaran pun dimulai. Beliau kemudian menyebutkan sepotong ayat yang artinya kira-kira, ' Orang beriman itu, jika disebutkan nama Allah akan bergetar hatinya'. Apa maksudnya frasa 'bergetar hatinya' itu? Siapa yang menggetarkannya?".
Hubungan orang beriman dengan Tuhan itu layaknya hubungan kekasih dengan pasangannya. Mereka akan selalu ingat, mencintai dan terpaut hatinya pada Tuhan. Hati mereka bergetar saat mendengar nama kekasihnya.