Mohon tunggu...
ivan adilla
ivan adilla Mohon Tunggu... Guru - Berbagi pandangan dan kesenangan.

Penulis yang menyenangi fotografi.

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Tongkat Naga Punya Kakek

1 Mei 2021   00:09 Diperbarui: 1 Mei 2021   00:11 475
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sejak peristiwa itu, tongkat berukiran ular naga itu di mata kami menjadi naik gengsinya. Kakek terlihat gagah kalau memakai tongkat itu. Kami bangga dengan tongkat hadiah dari Buya Hamka itu untuk Kakek. Begitulah pandangan kami sebagai cucunya.

Tapi kebanggan itu tak berlangsung lama. Beberapa waktu kemudian tongkat itu malah menjadi benda paling menakutkan bagi kami. Sebabnya adalah karena tongkat kebanggan itu kadang dipakai memukul kami, para cucunya, yang bandel. 

Setiap malam, kami selalu makan bersama di rumah Nenek. Saat makan, Kakek siap dengan sapu lidi, dan juga tongkat berkepala naga. Sapu lidi itu untuk menakuti kucing yang akan mengganggu makan. Sedangkan tongkat kepala naga itu untuk memukul siapa saja yang nasi atau lauknya berserakan saat makan.

Yang paling sering kena tongkat itu adalah yang tertua di antara kami. Kami memanggilnya Uda Man. Kakak sepupu kami ini memang rada sembarangan saat makan. Ia selalu makan dengan tergesa. Di sekitar piringnya banyak remah nasi berserakan. Begitu selesai makan, kakek langsung memukul kakinya dan memerintahkannya dia untuk memberisihkan remah nasi.

Kenapa Kakek begitu marah dengan remah nasi yang terbuang saat makan?

"Butuh waktu enam bulan sebelum nasi itu sampai di piring dan bisa dimakan", kata kakek. Karena itu, tak sebutir nasipun boleh terbuang percuma.

Kakek telah lama meninggal. Begitu juga Buya Hamka, sahabat yang menghadiahi beliau tongkat berkepala naga itu. Di antara kami para cucunya tak tahu di mana tongkat itu sekarang. Padahal ia pernah menjadi benda kebangaan, sekaligus menakutkan bagi kami.

Atap rumah bangsawan tradisional Korea. Foto oleh Ivan Adilla
Atap rumah bangsawan tradisional Korea. Foto oleh Ivan Adilla

    

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun