Mohon tunggu...
Ivana Deva
Ivana Deva Mohon Tunggu... Mahasiswa - undergraduate literature student

Mengkhususkan penulisan konten di bidang humaniora dan (mungkin) sedikit tips investasi.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Lenong Betawi Masa Kini: Sebuah Bagian dari Sejarah Penyelamatan Tradisi Betawi

5 Juli 2021   03:15 Diperbarui: 6 Juli 2021   15:02 1482
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Lenong Betawi sebagai Tradisi Lisan: Sejarah Singkat Perekaciptaan Tradisi Betawi

Masalah berkenaan Lenong Betawi sebagai tradisi lisan sebetulnya sudah pernah diteliti oleh Ninuk Kleden-Probonegoro (1996).

Ia menyatakan bahwa Lenong Betawi termasuk ke dalam tradisi lisan karena sudah memenuhi unsur-unsur tradisi dan kelisanan yang mencakup:

1. Penurunannya telah dilakukan selama beberapa generasi secara lisan. 2. Bersifat anonim, tidak diketahui siapa penciptanya sebab dimiliki secara kolektif oleh masyarakat Betawi. 3. Tidak terlepas dari berbagai ritual yang dijalankan oleh para pemain sekaligus penyelenggara hajat, seperti suguhan untuk perabot lenong, ngukup (sajian doa-doa untuk kesuksesan), dan susuk untuk ronggeng; 4. Kelisanan yang tampak pada dominasi pembangunan dialog oleh para aktor.

Meskipun demikian, Lenong Betawi diperdebatkan sebab cirinya sebagai teater tradisional kini kian memudar. Kecenderungannya semakin bersifat ke arah populer (pop culture) dibanding tradisional. Hal ini bukan tanpa alasan, perubahan pun tidak selamanya berkonotasi negatif.

Awal 1960-an, Lenong sempat loyo bahkan hampir punah karena ketidakberdayaannya dalam menghadapi perubahan zaman. Untunglah, teater rakyat ini berhasil dibangkitkan kembali sekitar 1970-an berkat kerja sama antara pemerintah dengan organisasi serta tokoh-tokoh lenong seperti Sumantri Sostrosuwondo dan Djaduk Djajakusuma.

Saat itu, DKI Jakarta sebagai pusat perubahan sosial---ditambah komposisi masyarakat yang heterogen---membuat Betawi sempat mengalami krisis identitas pada tahun 1950-an hingga pemerintah DKI berinisiatif memfasilitasi segala kegiatan yang berkaitan dengan rekacipta tradisi Betawi pada 1970-an (Shahab, 2004:92). Perubahan---baik yang disengaja maupun tidak---dibutuhkan demi mencegah tergerusnya tradisi lisan oleh perubahan zaman.

Lenong Betawi pun mengalami perekaciptaan berupa durasi pertunjukan yang dipersingkat serta penekanan pada aspek humor dan pencak silat dalam pertunjukannya.

Mengingat betapa beragamnya komposisi masyarakat DKI Jakarta, lenong juga dipersiapkan sedemikian rupa agar warga Jakarta non-Betawi turut dapat menikmati lenong (Shahab, 2004:37).

Timeline Sejarah Rekacipta Lenong | Dok. Pribadi
Timeline Sejarah Rekacipta Lenong | Dok. Pribadi

Lenong Betawi Modern: Manifestasi Perekaciptaan Tradisi Lisan

Salah satu kelompok Lenong Betawi yang berhasil bertahan sampai saat ini adalah grup Lenong Betawi Mekar Baru. Kelompok lenong yang didirikan oleh Haji Bolot ini cukup populer karena kerap diundang untuk memeriahkan acara-acara hajatan seperti pernikahan dan sunatan.

Meskipun pertunjukan pertunjukan lenong yang diusung grup Mekar Baru ini merupakan modernisasi dari lenong tradisional, tetapi karakter tradisi lisan di dalamnya tidak serta-merta hilang.

Unsur-unsur tradisi dan kelisanan masih terlihat pada aspek-aspek seperti penurunan dan penyebaran yang dilakukan secara lisan melalui pertunjukan, interaksi langsung para pemain dengan penonton di tempat dan waktu yang sama, dominasi kelihaian para pemain dalam membangun monolog maupun dialog spontan, serta penggunaan gambang kromong yang mengiringi nyanyian, tarian, dan lawakan.

Kesimpulan: Proses Rekacipta Membantu Mencegah Tergerusnya Kesenian Daerah

Seperti yang telah saya utarakan sebelumnya, perubahan tak selamanya berkonotasi negatif. Pergeseran selera masyarakat harus diikuti jika kita betul-betul ingin menjaga eksistensi suatu tradisi. 

Keberhasilan proyek rekacipta tradisi Betawi pada 1970 lalu menjadi bukti bahwa perubahan juga mendatangkan manfaat. Rekacipta tradisi bukan bertujuan untuk menghilangkan nilai-nilai tradisi di dalamnya, tetapi bermanfaat untuk melestarikan sekaligus berusaha mengikat tradisi dengan kebutuhan masyarakat.

Daftar Referensi:

Kleden-Probonegoro, Ninuk. (1996). Teater Lenong Betawi: Studi Perbandingan Diakronik. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia dan Yayasan Asosiasi Tradisi Lisan.

Shahab, Yasmine Zaki. (2004). Identitas dan Otoritas: Rekonstruksi Tradisi Betawi. Depok: Laboratorium Antropologi FISIP-UI.

Sibarani, Robert. “Pendekatan Antropolinguistik terhadap Kajian Tradisi Lisan”. RETORIKA: Jurnal Ilmu Bahasa, Vol. 1, No. 1 April 2015, 1-17.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun